Kerendahan Hati Jalan Untuk Mencapai Kerajaan Allah
Pengikut Kristus Tersalib. Dalam permenungan kali ini saya mengajak setiap orang sebagai umat Kristiani untuk merenungkan kerendahan hati yang bertolak dari teladan St. Paulus dari Salib, sang pencinta Kristus tersalib. Permenungan ini adalah sebuah keutamaan yang mendasar yaitu keutamaan kerendahan hati menurut St.Paulus dari Salib, untuk membangun hidup sebagai persekutuan umat Allah.
Hidup sebagai orang beriman, baik hidup religius maupan hidup berkeluarga diibaratkan seperti sebuah perjalanan, yang di dalamnya terdapat keutaman untuk dilakukan sebagai kekuatan atau motivasi agar mencapai kesempurnaan. Panggilan hidup ini, baik hidup religius maupun hidup berkeluarga pada dasarnya adalah panggilan untuk mengikuti Kristus guna menghadirkan kerajaan-Nya di dunia. Sebagai pengikut Kristus, kita mestinya meniru teladan apa yang diajarkan-Nya selama Ia berkarya di dunia. Ajaran Kristus senantiasa menuntun setiap pengikut-Nya agar sampai kepada Bapa dalam kerajaan-Nya. Kerajaan Allah sesungguhnya sudah tampak dalam diri Yesus Kristus yang sungguh Allah dan sungguh Manusia. Ia datang untuk melayani dan mengurbankan nyawa demi menebus dosa dunia. Ia lahir di palungan yang hina, mengambil rupa seorang “anak kecil” namun disebut anak Allah yang Maha tinggi. Kelahiran Allah menjadi manusia ini, bukanlah sebuah misteri biasa, tetapi sebuah misteri kerendahan hati Allah menjadi “kecil” sama seperti manusia. Hidup dan turut merasakan apa yang dirasakan manusia.
Kerendahan hati sesungguhnya tampak dalam diri St. Paulus dari Salib. Ia memaknai kerendahan hati ini, sebagai sebuah ungkapan terbesar untuk menyenangkan Allah. Kerendahan hati menurut St.Paulus dari Salib ialah dasar kesempurnaan dalam hidup sebagai pengikut Kristus. Sebagaimana dikatakannya bahwa “kesadaran disertai keyakinan akan kelemahan-kelemahan dan ketiadaan diri, ketidak mamapuan mengenal kebenaran dan melakukan apa-apa adalah dasar di mana harus didirikan semua keutamaan yang sempurna (804).” Apa yang mau direnungkan, pertama-tama melihat dari teladan St. Paulus dari Salib pendiri kongregasi Pasionis. Apa yang telah dikatakanya di atas, merupakan sebuah gambaran mengenai pribadinya yang lemah dan tidak mengenal kebenaran sebagai sebuah dasar, untuk mendirikan keutamaan yang sempurna. Selama masa hidupnya ia senantiasa berbuat sesuai kehendak Allah. Mengganggap diri hina dan kecil di hadapan Allah, ini merupakan sesuatu yang harus dilakukan agar Allah semakin ditinggikan. Dalam hidupnya St. Paulaus dari Salib sungguh memberi teladan dengan mengagungkan, menghargai, menghormati dan mentaati semua orang serta di lain pihak menghina diri sendiri dan senang dihina orang, menganggap diri yang paling hina supaya bisa merendahakan diri di hadapan manusia dan menyenangkan hati Yesus Sang Kekasihnya.
Ia sadar sebagai orang yang lemah, ia terus merindukan Allah ingin berada di pangkuan-Nya dan dengan rendah hati yang mendalam tinggal bersama Allah di dalam lautan cinta kasih. Menganggap diri hina ini merupakan sebuah bagian atau proses perjalanan menjadi rendahan hati. Dengan demikian merendahkan diri ini seakan menjadi kecil dan tidak berdaya di hadapan Allah. Inilah teladan yang ditunjukanya.
St. Paulus dari Salib mengajarkan kepada kita sebagai pengikut Kristus supaya, berani bersikap rendah hati, menjadi kecil dan tidak berdaya untuk menyatakan kebesaran kasih Allah yang selalu tinggal dalam hati kita, sekaligus menyatakan cinta kita akan Allah. Dengan bersikapa rendah hati, maka kita menyenangkan hati Allah dan memancarkan kebesaran dan kemuliaan kasih-Nya. Ini merupakan salah satu jalan pemurnian diri menuju kekudusan. Dengan kerendahan hati yang mendalam hidup kita selalu tumbuh dalam kebaikan kasih Allah.
Dasar kerendahan hati menurut St. Paulus dari Salib sesungguhnya berakar dalam diri Yesus Kristus. Kerendahan hati Kristus sangat mengagumkan. Demikian sering diucapkan St. Paulus dari Salib “bukankah Kristus juga menderita untuk saya” Ia yang adalah Allah mau merendahkan diri sebagai anak kecil dan wafat di salib demi menebus dosa manusia. Bagaimana dengan kita sebagai ciptaan-Nya? Apakah kita sudah bersikap rendah hati? Dengan demikian “Sesungguhnya barang siapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya” (Mrk 10:15). Inilah yang mau diajarkan Yesus, agar siapa pun yang mau jadi yang terbesar hendaklah ia juga harus menjadi kecil terlebih dahulu dan merendahkan diri seperti anak kecil untuk masuk kerajaan-Nya. Perkataan Yesus ini, senanatiasa menunjukan kepada kita agar sebagai pengikut-Nya, bahwa tidak perlu bermegah untuk mendapatkan sesuatu yang besar di hadapan Allah. Menjadi seperti anak kecil bukan berarti bersikap kekanak-kanakan, tetapi dalam arti harus merendahkan diri dan terbuka menyambut-Nya. Bertolak dari Injil yang didengar, mengapa Yesus mengambil vigur anak kecil? Karena Ia menginginkan setiap orang yang mengikutinya harus bersikap polos seperti anak kecil, sebab di dalam diri yang polos dan sederhana tertanam sebuah kerendahan hati. Orang yang polos dan rendah hati memiliki suatu kebajikan dalam dirinya. Dalam diri setiap anak kecil, tertanam suatu kebenaran yang tersembunyi bagi orang pandai dan bijaksana.
Ajaran St. Paulus dari Salib juga, merupakan sebuah penghayatan akan hukum-hukum Ilahi dan nasihat injil. Kerendahan hati dalam penghayatan dan pengajarannya merupakan sikap sebagaimana telah dilakukan Yesus guru dan teladan kerendahan hati yang sempurna. St. Paulus dari Salib melakukan apa yang dikehendaki Kristus kepadanya agar mewartakan kerendahan hati Allah sebagi sebuah keutamaan kepada setiap orang. Karena dengan bersikap rendah hati maka Allah akan memberi kemampuan untuk mengerjakan karya-karya yang terbesar demi kemulian-Nya.
Sebagai pengikut Kristus mari supaya menghayati keutamaan-keutamaan St. Paulus dari Salib. Hendaklah sebagai umat beriman juga perlu menjadi kecil untuk merendahkan diri dan hidup dalam kerendahan hati. Kerandahan hati harus kita wujud nyatakan dalam hidup setiap setiap hari dengan sesama dalam keluarga dan masyarakat. Dan, apabila hidup sebagai seorang religius hendaklah ini dinyatakan dalam hidup berkomunitas. Karena hal tersebut merupakan sarana untuk membangun realasi yang baik antara sesama, sekaligus menyatukan setiap perbedaan dan hidup dalam keharmonisan. Perbedaan-perbedaan seperti suku ras dan budaya menuntut supaya bisa hidup dan selalu bersikap rendah hati. Dalam membaur di tengah keberagaman di Indonesia, tentu ada perbedaan pendapat di antara sesama. Maka di sinilah kerendahan hati harus dinyatakan. Kita harus bersikap rendah hati untuk menerima pendapat yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Rela menolong sesama yang berkekurangan tanpa unsur ada udang dibalik batu. Tidak menganggap diri hebat dan yang lain lemah. Dan rendah hati untuk menerima kritik dan saran dari sesama. Karena pada dasarnya kritik dan saran itu bersifat membangun. Inilah kerendahan hati yang merupakan sebuah dasar kesempurnaan. Dengan demikian kita dapat membangun persaudaran yang senantiasa menunjukkan wajah Kristus di dunia. Di tengah pergumulan dunia melawan covid-19, hendaknya dibutuhkan kerendahan hati untuk melewati semua ini. Kerendahan hati ini harusnya diterapkan dalam kehidupan nyata, seperti di situasi covid, kita perlu mengikuti protokol kesehatan. Selain mentaati peraturan dibutuhkan kerendahan hati juga untuk menjalani supaya harapan untuk terbebas dari covid-19 ini bisa tercapai. Dan, harapan satu-satunya supaya tetap bertahan ialah kita juga perlu berlindung kepada Allah. Sebab setiap pergumulan dunia yang dialami saat ini bukanlah murka Allah terhadap dunia, tetapi semuanya terjadi karena ulah manusia yang senantiasa tidak merasa puas, ingin dipandang dan ditinggikan, yang menganggap dirinya lebih hebat serta tidak mengandalkan Allah.
Peristiwa ini harus dihayati dengan iman, bahwa setiap orang yang ingin meninggikan diri dan menjadi yang terbesar di mata dunia dan manusia, tidaklah membawa kepada keselamatan tetapi memberikan sebuah bencana besar yang dialami seluruh hidup manusia. Hendaklah sebagai umat beriman harus menghayati kerendahan hati sebagai sebuah keutamaan dan teladan yang diajarka St.Paulus dari Salib untuk mencapai kerajaan Allah. Tidak perlu bermegah diri agar ditinggi dalam pandangan manusia. Karena hal yang bersifat materi akan binasah dalam proses berlalunya waktu. Ini juga merupakan proses pewartaan. Dengan bersikap rendah hati maka semakin tampaklah wajah Allah. Karena Allah selalu tinggal di hati orang yang bersikap rendah hati. Orang yang rendah hati itu mengandalkan Allah dalam melaksanakan tugas-tugasnya, menganggap diri tidak berdaya dan tetap percaya dengan teguh. Inilah kerendahan hati yang sejati.
Sebagai penutup saya mengulangi lagi apa yang dikatakan P. Luigi di San Carlo
“Kerendahan hati adalah jalan yang ditunjukan oleh Yesus untuk mencapai kemuliaan surgawi; hendaklah kita meniti jalan ini bila kita merindukan surga.”
SEMOGA SENGSARA YESUS SELALU BERADA DI HATI KITA..!!!
SALAM PASSIO...!!