"Allahku, Allahku, Mengapa Engkau Meninggalkan Aku?" (Bagian Keempat dari Tujuh Refleksi)

Author | Rabu, 05 April 2017 23:07 | Dibaca : : 15684
"Allahku, Allahku, Mengapa Engkau Meninggalkan Aku?" (Bagian Keempat dari Tujuh Refleksi) Credit : Richard Goerg E+ Getty Images

Ketika rasa sakit semakin berat dan  kematian semakin mendekat, dalam sakrat maut yang penuh derita Yesus berseru, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:46). Yesus menggemakan Mazmur 22, yang berbunyi : “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang” (ay. 1-2).

Matius 27: 45 melukiskan bahwa gelap gulita meliputi seluruh daerah itu. Hal ini bukan hanya menggambarkan tidak adanya cahaya atau tidak ada matahari,  melainkan kondisi kegelapan rohani manusia yang kadang merasa ditinggalkan oleh Allah. 

Seruan Yesus di sini mewakili suara kita, manusia yang sedang berziarah di muka bumi ini. Perasaan Yesus bahwa Ia telah ditinggalkan oleh Allah sungguh begitu nyata dan menjadi pengalaman kita. Secara sadar atau tidak ketika berhadapan dengan penderitaan dan pergumulan hidup yang sangat berat, kita kadang mempertanyakan kehadiran Allah dan bahkan meragukan kuasa-Nya. Kita merasa bahwa Allah telah jauh dari kita, Ia meninggalkan kita dan tidak peduli dengan penderitaan atau pergumulan hidup kita.

Teriakan "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" dapat bermakna 'mengapa Engkau meninggalkan aku begitu lama? Hal ini dapat kita temukan dalam kutipan Mazmur 22 di atas bahwa keadaan begitu rumit karena Allah seperti tidak mendengarkan seruan umat-Nya yang siang malam berdoa memohon belaskasihan-Nya. Yesus menginspirasi kita untuk mengungkapkan secara terbuka kepada Tuhan apa yang kita rasakan dalam hidup. Yesus juga membuka kesempatan kepada kita untuk datang dan berseru kepada Allah tentang semua rasa di hidup kita. Lebih dari pada itu, seruan Yesus ini mengungkapkan doa yang jujur kepada Allah dan ini kiranya menginspirasi kita untuk dengan jujur pula menyampaikan doa-doa kita ke hadirat Allah.

Jika kita melihat dengan cermat dalam seruan "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?"  ini, Yesus berbicara sebagai Manusia kepada Allah, bukan sebagai Anak kepada Bapa seperti yang Ia lakukan ketika memohon pengampunan bagi mereka yang telah menyalibkan Dia, "Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan" (Lukas 23:34). Seruan Yesus di sini adalah sebuah doa dan alamat doa-Nya ditujukan kepada Allah, bukan kepada Bapa, "Allah-Ku", bukan "Bapa-Ku." Hal ini mau  mengatakan kepada kita bahwa seruan Yesus kepada Allah sesungguhnya adalah seruan kita yang siang dan malam mengharapkan pertolongan-Nya.

Seruan Yesus mewakili suara kita yang kadang kehilangan iman dan semangat karena merasa ditinggalkan sendirian oleh Allah di tengah penderitaan dan pergumulan hidup. Dengan menggemakan Mazmur 22, Yesus sedang membuka kesempatan kepada kita untuk boleh bertanya tentang Allah tanpa harus kehilangan iman dan ketergantungan kita kepada-Nya. Seruan ini bukanlah seruan keputusasaan melainkan ungkapan ketergantungan manusia kepada Allah. Ketergantungan bahwa kita tidak dapat menjalani hidup di dunia ini seorang diri tanpa Allah.

Mengakhiri refleksi ini, saya mengajak saudara-saudariku semua untuk sejenak merenungkan pengalaman kegelapan Golgota dan pengalaman ketergantungan kita kepada Allah di tengah kegelapan hidup sambil mendengarkan lagu lama yang mungkin sangat relevan untuk kehidupan Anda dan keluarga Anda saat ini : “KU TAK DAPAT BERJALAN SENDIRI.”  Untuk mendengarkan lagu ini silakan klik PLAY pada video dibawah ini :

Semoga Saudara-saudari bisa meluangkan waktu sejenak untuk meresapi refleksi ini sambil mendengarkan lagu ini. Syair lagunya saya lampirkan untuk memudahkan kita masuk dalam saat-saat teduh bersama Tuhan.

“KU TAK DAPAT JALAN SENDIRI”

Ku tak dapat jalan sendiri / Tuhan tolonglah daku
Biarlah sinarMu menerangiku / Sbab ku tak dapat jalan sendiri

Melewati lembah duka semu / jalanku gelap dan ngeri
Tuhanku perlu pertolonganmu / sbab ku tak dapat jalan sendiri

Ku tak dapat jalan sendiri / Tuhan tolonglah daku,
Biarlah sinarmu menerangiku / Sbab ku tau ku tak dapat jalan sendiri

Tiada orang yang menolong daku / ku sangat lemah dan letih
Jalanlah Tuhan dekat padaku / Sbab ku tak dapat jalan sendiri

Kutak dapat jalan sendiri / Tuhan tolonglah daku
Biarlah sinarmu menerangiku / Sbab ku tak dapat jalan sendiri

Kutak dapat jalan sendiri / Tuhan tolonglah daku
Biarlah sinarmu menerangiku / Sbab ku tak dapat jalan sendiri

Biarlah sinarmu menerangiku /Sbab ku tak dapat jalan sendiri

 

Salam Passion!

“Semoga Sengsara Yesus Kristus Selalu Hidup di Hati Kita”

P.Avensius Rosis,CP

Ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Pasionis pada 18 Agustus 2009 di Gereja Katedral Jakarta. Februari 2016 - Juli 2017 berada di Melbourne, Australia. Sekarang bertugas mendampingi para Novis Pasionis di Biara Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita, Batu, Malang. | Profil Selengkapnya

www.gemapasionis.org | Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Leave a comment