TETAPLAH BERDOA Featured

Author Fr. Krisanto M. Lafu Babu, OSM | Senin, 22 Mei 2023 18:21 | Dibaca : : 1562
Doa bersama Doa bersama

TETAPLAH BERDOA

(Oleh: Fr. Krisanto M. Lafu Babu, OSM)

Dalam situasi kehidupan yang kian menggejolak melampaui akal atau pemikiran manusia dewasa ini, muncullah berbagai macam fenomena-fenomena sosial yang pada dasarnya berkaitan dengan kehidupan agama atau religiusitas. Situasi atau zaman yang berubah-ubah pula, merupakan salah satu faktor utama yang selalu menghantui daya kreasi dan perjuangan manusia, dalam menumbuhkembangkan model atau corak hidup keagamaan. Kebiasaan-kebiasaan keagamaan menjadi kering dan sulit untuk dihidupkan kembali. Tentunya muncul pertanyaan-pertanyaan dari kita sendiri (secara individual), bahwa: Mengapa hal ini harus terjadi? Atau dengan cara apakah kita mengatasinya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut semestinya mengantar kita untuk sejenak berefleksi tentang kebiasaan atau habitus keagamaan yang tengah kita praktekkan. Hal ini pun dapat menuntun kita untuk mencari dan berusaha membongkar kekalutan rasionalitas atau akal budi mengenai hal-hal tersebut.

Situasi dan zaman modern telah mendominasi kehidupan manusia, mengukir benang merah tentang berbagai macam aktivitas dan kesibukan manusia itu sendiri. Dalam situasi yang sangat genting ini kita diundang untuk menghidupi kembali aktivitas doa. Doa merupakan aktivitas iman yang berangkat dari berbagai macam pengalaman. Pengalaman hidup seorang Kristiani tidak terlepas dari aktivitas iman dan perbuatan. Iman merupakan kepercayaan seseorang terhadap agama, atau kepercayaan kepada Tuhan. Hal ini menjadi  tolak ukur atau sarana utama yang berangkat dari perasaan batiniah bersama Allah. Sejauh ini iman diwujudnyatakan dengan aktivitas berdoa. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika, menekankan secara mendetail tentang kualitas dan peran doa bagi umat manusia. Paulus mengatakan bahwa dengan berdoa, kita membawa diri dan seluruh pribadi kita kepada Allah atau kita semakin memfokuskan diri kepada Allah tentang apa yang kita lakukan. Perintahnya “Tetaplah Berdoa” sebagai bentuk keprihatinannya kepada kita manusia untuk membiarkan diri kita dirasuki dengan kuasa Allah. Doa sangat berguna dan bermanfaat bagi kehidupan kita, dan menjaga relasi hidup yang dinamis, dan membawa pertobatan bagi kita

Refleksi singkat ini, secara garis besar akan berbicara mengenai kehidupan doa dan kekuatan doa. Dalam aktivitas manusia, tentunya kita mempunyai harapan atau seringkali disebut sebagai cita-cita untuk mencapai dan menemukan suatu titik komparatif. Doa seringkali dimaknai sebagai senjata utama dalam menghadapi setiap rintangan dan cobaan hidup. Sebab doa yang dilantunkan dari hati yang paling dalam merupakan persembahan ketidaksanggupan setiap manusia akan apa yang diperjuangkan dan mengharapkan kuasa Allah. Namun, sebelum melangkah lebih jauh saya ingin membawa kita sekalian untuk melihat lebih dalam tentang pengertian doa. Denis J. Billy dan James F. Keating, pernah mengungkapkan sebuah pendapat, antara lain: “doa merupakan sebuah dialog yang intensif antara manusia dengan Allah.” Doa merupakan ungkapan hati setiap orang sebagai yang mendengarkan atau bentuk dialog dengan Allah. Sarana spiritualitas umat Kristiani secara autentik ialah doa. Kita berdoa agar hubungan kita dengan Allah menjadi lebih solid, tentram dan harmonis. Ungkapan ini secara jelas mau membuka kekelaman akal budi kita dan meretas situasi doa yang bersifat keharusan tanpa memaknai apa dan sejauh mana kualitas doa. Dalam diri manusia masa kini cenderung dengan sebutan zaman instan (serba mudah, dan cepat), daripada harus menunggu lama. Hal ini menjadi cermin untuk melihat diri dan situasi hidup yang akan datang.

Berangkat dari realitas yang ada, seringkali kita menjerumuskan diri kedalam sebuah pemahaman yang kaos akan kebaktian doa. Kita hanya mengikuti instruksi doa yang telah ada tanpa mengadakan atau menghadirkan diri untuk memaknai apa yang telah, sedang dan akan kita lakukan. Kita mengikuti gaya doa yang bersifat kekal. Artinya; kita hanya mengikuti, melaksanakan ritual doa dengan paksa, ikut arus (rame-rame), tanpa memahami konteks dan kebutuhan doa. Satu hal yang sangat fatal dari ritual doa kekal atau tradisi ialah lupa akan apa yang harus kita sampaikan. Seringkali kita menggurui Tuhan dalam konteks doa kita. Kita memaksa Tuhan untuk melaksanakan kehendak kita, mengerti situasi hidup kita saat ini, kita ingin Tuhan memberikan yang terbaik dan yang sangat indah dalam pandangan mata. Kita menjadikan Tuhan sebagai model atau tokoh ilusinasi yang bersifat baka. Hal ini terbukti bahwa terkadang hasil ilusi berwujud menjadi kenyataan pada saat kita berdoa. Misalkan: kita berpikir untuk segera keluar dari hal-hal yang menyakitkan dengans secepat mungkin dan memaksa Tuhan agar mengikuti kemauan kita.

Sifat menggurui Tuhan dalam pandangan ini ialah: kita tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk berbicara dengan Tuhan mengenai keresahan dan jeritan hidup atau dalam doa yang hendak diunkapkan. Situasi doa yang kita bersifat  membentangi Tuhan dalam segala kemalangan, kesusahan, dan melupakan Tuhan ketika kita menyelesaikan segalanya dengan baik. Tuhan menjadi tokoh yang ada pada waktunya. Kita menjadikan Tuhan sebagai sahabat dan teman sejawat dalam kesuksesan dan kenyaman hidup kita. “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Mat. 7:7). Ungkapan Yesus dalam Injil ini, sebagai pemantik, dan Ia meminta kita untuk menanamkan kehendak yang baik dalam hati kita. Doa merupakan sebuah apresiasi yang sangat besar bagi kehidupan manusia dan sekalipun memberikan dampak cinta yang begitu luar biasa bagi kelangsungan hidup umat beriman dan Tuhan.

Doa merupakan ungkapan cinta yang datang dari alam keyakinan umat beragama. Melalui doa, seseorang tidak hanya mengakui imannya akan Allah, melainkan sampai pada pemikiran yang konkrit tentang Allah. Pemikiran ini bersifat intra-natural dan membawa hasrat manusia pada misteri ilahi diluar daya ratio manusia dan konseptual atau ilusi belaka. Pengalaman doa tentunya kita mempunyai perspektif atau pandangan yang berbeda-beda. Orang yang benar-benar setia pada doa dan rutin menjalaninya, akan merasakan relasi yang erat dengan Tuhan dalam segalanya. Orientasi iman keagamaan kita terpancarkan dalam doa. Doa sebagai sebuah sarana kewajiban untuk menyembuhkan dan mengangkat kembali martabat kemanusian. Dalam pemahaman ini kita tentunya bercermin pada pandangan iman setiap orang. Menempatkan doa pada inti perjalanan penebusan Kristus dan sebagai bentuk partisipasi dan tanggapan dari manusia itu sendiri. Kristianitas menawarkan bahwa setiap orang telah diundang untuk berpartisipasi dalam doa kepada Allah dan berbagi relasi mesra dengan Allah.

Oleh karena itu, kekuatan yang supernatural dari doa merujuk pada situasi batiniah. Tekanan batin yang lemah dan rapuh menjadikan doa sebagai sebuah percikan untuk mencegah serta mengobatinya. Roh menjadi penggerak kemanusiaan dan selalu mengarahkan kita menuju pintu keselamatan untuk berjumpa dengan Allah. Roh manusia yang terbuka pada sabda Allah dan siap menghayati kehendaknya membentuk dan melahirkan tindakan dalam batas-batas tertentu tempat kita menimba inspirasi manusiawi. Pemahaman Rahner akan aktivitas yang transenden  (cinta, kebebasan dan pikiran) membantu seseorang untuk memahami kesatuannya dalam terang iman Kristen. Karl Rahner memberi sebuah kesaksian bahwa: suara hati ini memahami apa yang telah kulakukan secara individual dan mengintegrasikan cinta Allah dengan pencarian atas kebenaran. Maka, sabda itu akan bergema bersama dengan kuasa Allah dan tidak kembali dengan sia-sia.

Selesai.

Leave a comment