KASIH YANG MENYELAMATKAN.
(Oleh: Fr. Yoseph Edelbertus Dua, CP)
Kasih dan keselamatan adalah dua kata yang sangat indah bila kita jadikan fondasi dalam menekuni keseharian hidup kita. Dalam Kitab Suci banyak berbicara mengenai kasih dan keselamatan (menyelamatkan). Jika kita baca secara keseluruhan Kitab Kisah Para Rasul bab 15:1-21 di sana dikisahkan peristiwa perdebatan antara orang-orang Yahudi dengan Paulus dan Barnabas mengenai syarat untuk memperoleh keselamatan. Dari golongan Yahudi dan Farisi mengatakan bahwa syarat untuk memperoleh keselamatan ialah sunat. Alasan mereka mengatakan demikian ialah bersumber dari kitab Taurat Musa. Namun bagi Paulus dan Barnabas syarat untuk memperoleh keselamatan ialah tindakan kasih atau saling mengasihi. Tindakan Paulus dan Barnabas memperdebatkan syarat memperoleh keselamatan, bukan untuk meniadakan tradisi atau budaya sunat melainkan menyempurnakannya. Budaya atau tradisi sunat bukan syarat mutlak dalam memperoleh keselamatan tetapi lebih kepada tindakan konkrit yaitu saling mengasihi antara sesama manusia.
Kata mengasihi bukanlah hal baru atau asing bagi kita tetapi pengalaman itu kita rasakan setiap saat. Pengalaman kasih tentu kita semua rasakan, entah itu kita sadari maupun tidak disadari. Sejak kecil bahkan sejak dalam kandungan kita sudah memperoleh kasih dari keluarga, terutama orang tua. Ketika kita dalam tahap pendidikan dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan bahkan sekarang kita dalam masa pembinaan calon imam, pengalaman kasih kita dapatkan dari para guru, para dosen, teman-teman, konfrater dan para Pembina.
Pengalaman kasih yang kita rasakan baik dari orang tua, para pendidik, para dosen, para konfrater dan dari para Pembina merupakan gambaran kasih yang ditunjukkan Allah kepada kita melalui orang lain. Dalam injil Yohanes jelas terlihat bahwa kasih Allah kepada kita nampak dalam tindakan Putra-Nya Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah lambang dari kasih itu sendiri. Pada hari ini Yesus memberikan perintah kepada kita agar saling mengasihi satu dengan yang lain. Kata perintah merupakan suatu keharusan yang patut kita jalani. Sebagaimana yang telah dikatakan Yesus “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikian juga Aku telah mengasihi kamu: tinggalah dalam kasih-Ku itu. Jika kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal dalam kasih Ku, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal dalam kasih-Nya”.
Yesus yang adalah Sang kasih menghendaki agar kita sebagai murid-Nya belajar dari Dia dan Bapa untuk selalu mengasihi. Yesus menekankan bahwa, jika kita sebagai murid-nya menuruti perintah-Nya maka, Ia akan tinggal dalam kita dan kita murid-Nya akan tinggal di dalam Dia, Sang kasih itu sendiri. Tinggal dalam Dia berarti mengambil bagian secara penuh dalam segala tindakan dan karya-Nya.
Sebagai calon religius kita diajak untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan yang bersedia mengasihi sesama tanpa melihat perbedaan ras, warna kulit, adat dan budaya. Kita juga diajak untuk tidak acu tak acuh dalam mengasihi dan tidak memiliki intensi mengasihi sesama demi memperoleh pujian dan imbalan. Terkadang juga kita mau mengasihi tetapi memiliki perasaan waspada karena takut nanti orang lain tidak berbuat demikian kepada kita. Oleh karena itu kita harus belajar dari Yesus yang mengasihi manusia tanpa perhitungan dan demi kasih itu Ia rela mati di Kayu Salib. Saudara yang terkasih kita yang telah memperoleh kasih dari Yesus hendaklah kita memberanikan diri melakukan tidakan kasih kepada sesama walau sederhana karena dengan cara demikian kita akan memperoleh suka cita secara penuh.
#Semoga Sengsara Yesus Selalu BeradaDalam Hati Kita#