Di ujung senja yang redup, di sanalah kau berdiri,
Membawa beban seberat langit yang merunduk di atas bahu.
Kau berjalan di jalan berdebu, dengan kaki tersayat luka.
Namun dalam tiap langkah yang lunglai,
Ada janji pada fajar yang berseri.
Langit tak selalu biru, terkadang ia menghitam pekat,
Seperti jiwamu yang terkadang terselubung duka.
Namun ingatlah, wahai pejuang muda,
Badai terkeras sekalipun akan berlalu bersama hujan.
Angin yang menghantam tak selamanya menghempaskan.
Kadang ia datang untuk menguatkan dahan yang rapuh.
Jangan takut akan air mata yang jatuh,
Sebab ia tak pernah sia-sia—menjadi pupuk bagi tumbuhnya harapan di tanah jiwa.
Lihatlah bintang-bintang yang bersembunyi di balik kelam
Mereka tetap gemerlap, meski cahayanya tertutup mendung.
Begitu pula mimpimu, yang kadang tampak jauh dan pudar,
Tetaplah percaya, dalam diam, ia menanti waktu untuk bersinar.
Waktu adalah pelukis agung,
Yang menggoreskan kisah pada kanvas kehidupan.
Mungkin kini kau hanya melihat warna-warna gelap,
Namun suatu saat, ia akan menyatukan semua,
Hingga terbentuk lukisan indah yang memahat sejarahmu yang indah.
Jangan biarkan derita menghancurkanmu,
Ia hanyalah tamu, datang untuk mengajarkan,
Tentang ketabahan, tentang kekuatan,
Tentang bagaimana kau harus bangkit saat terjatuh.
Ingatlah, dalam setiap hujan, ada pelangi yang menunggu
Dalam setiap malam panjang, fajar akan terbit.
Dan dalam setiap perjuangan, meski kadang terasa sia-sia,
Ada jiwa yang sedang ditempa menjadi baja.
Maka, meski langkahmu gontai dan hatimu perih,
Teruslah maju, jangan menyerah pada jeritan sepi.
Karena setiap derita akan berakhir,
Dan kau, pejuang muda, akan bangkit lebih kuat dari sebelumnya.
Teruslah melangkah, walau tertatih.
Sebab di ujung jalan ini, "Sang Pemenang" telah menanti,
Dengan tangan terbuka, menyambut keberanianmu,
Yang tak pernah gentar melawan segala luka.