Arti Ketulusan Menurut Beato Pio Campidelli
Seringkali dalam hidup kita, kita mencari jati diri seperti apa diri kita yang sesungguhnya. Dalam mencari jati diri kita itu ada beberapa poin yang menjadi penentu bagaimana orang lain memandang karakter kita yaitu poin kebaikan, kerendahan hati, dan ketulusan. Ketiga hal ini merupakan pupuk yang baik untuk menumbuh kembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan. Antara kebaikan, kerendahan hati dan ketulusan, poin yang paling penting di sini adalah ketulusan. Ketulusan merupakan salah satu sisi terpenting dalam kehidupan kita bagaimana kita mencapai kesempurnaan yang menjadi penentu bagaimana pandangan orang lain menilai perilaku kita. ketulusan adalah kesediaan hati untuk menerima dan memberi dengan mau dan rela. Ketulusan membawa kita pada suatu proses penyempurnaan diri dan membawa kita kepada sebuah permenungan yang bersatu dengan Allah, hidup dalam Allah dan melakukan segala sesuatu selalu berpusat pada Allah.
Dahulu banyak orang kudus memperoleh kekudusannya karena adanya ketulusan di dalam diri mereka, mereka mau menerima diri mereka, orang lain, dan menjadikan Allah sebagai sumber ketulusan itu. Beato Pio Campidelli adalah salah satu orang kudus yang memiliki ketulusan mendalam dalam dirinya. Menurut Beato Pio Campidelli ketulusan itu merupakan alat utama yang menuntun diri sendiri tentang harus seperti apa diri bersikap, menerima setiap keadaan, dan bahagia menerima kekurangan diri dan rela berbagi dalam kekurangan itu. Tentu pendapat Beato Pio ini tidak bersumber atau mengambila contoh dari orang lain, melainkan dirinya sendirilah yang dijadikan contoh itu. Hal ini berdasarkan kehidupan dan kepribadian Beato Pio Campidelli yang pada masa itu tidak seperti anak-anak lalinnya, yang sehat, kuat dan gagah melainkan, dia adalah anak lemah, penyakitan, kurus dan berwajah pucat sampai-sampai dia tidak diperkenankan untuk bekerja di ladang untuk membantu keluarganya. Melihat keadaanya seperti tiu maka Beato Pio hanya di rumah dan memusatkan diri pada bidang studi, walaupun keluarganya miskin namun Beato Pio Campidelli tetap menempuh pendidikan. Dalam dunia pendidikan dia memiliki prestasi yang cemerlang. Beato Pio adalah anak petani yang miskin. Orang tuanya yang harus membanting tulang dalam menghidupi keluarga. Situasi keluarganya sangat memprihatinkan, penderitaan itu semaikin bertambah ketika Beato Pio berumur 6 tahun, sang ayah dipanggil tuhan akibat penyakit tifus yang menyerangnya pada waktu itu.
Namun, situasi ini tidak membuat Beato Pio Campidelli menjadi pribadi yang miskin pula, melainkan Beato Pio Campidelli menjadi pribadi yang kaya akan iman dan memiliki ketulusan yang sangat mendalam. Melalui situasi-situasi dalam hidupnya Beato Pio Campidelli termotivasi untuk senantiasa hidup dalam Tuhan, menerima kekurangan, berprilaku baik dan senantiasa tulus dalam merima keadaan.
Sikap tulus Beato Pio Campidelli ini mengantarnya pada suatu pengalaman hidup tentang bagaiman orang menilai dirinya. Di sekolah gurunya menilai bahwa Beato Pio Campidelli merupakan anak yang patuh dan hormat. Gurunya berkata begini: “ Saya ingat betul sosok yang beradab, halus, dan pucat. Dia tidak pernah memberi saya kesempatan untuk mencela dia, memang saya harus memuji dia. Anda dapat melihat di wajahnya bahwa di adalah seorang malaikat”. Demikianlah anggapan gurunya terhadap dia. Beato Pio Campidelli menganggap bahwa ketulusan itu tidak didapat dengan kata-kata manis, melainkan ketulusan itu diperoleh dengan kerelaan hati dalam menerima dan memberi. Kedua hal ini lah yang menentukan bagaimana diri seseorang bertingkah laku.
Ketulusan digambarkan beato pio dengan sikapnya yang rela menanggung penderitaan hidupnya. Walaupun dia telah menggung begitu banyak kesulitan namun Beato Pio Campidelli tetap semangat dalam menjalani hidupnya terutama dalam hidupnya sebagai seorang biarawan pasionis. Tentang para imam Beato Pio Campidelli pernah berkata: “Para Imam hidup di dunia dengan banyak tanggung jawab dan bahaya. Para religius, dalam kesulitanya menanggungnya bebanya sendiri”. Dengan berkata demikian Beato Pio Campidelli mau menggambarkan bahwa penderitaan yang dia tanggung selama ini belum seberapa bila dibandingkan dengan kehidupan para imam. Maka dari itu semangat kerelaan inilah yang memotivasi Beato Pio Campidelli untuk ikut berpartisipasi dalam tanggung jawab gereja untuk mewartakan injil Kristus di tengah bahaya dan derita dengan bergabung dengan kongregasi pasionis. Ketika Beato Pio Campidelli masuk biara dia diiring dengan tangis dan duka dari keluarganya, betapa tidak, sebab Beato Pio adalah pribadi yang sangat baik dalam keluarga. Namun, dalam tangisan para keluarga itu Beato Pio justru malah bahagia sebab impiannya selama ini dapat diwujudkan. Beato Pio dengan langkah ringan meninggalkan keluarganya yang sedang dalam kedukaan. Dari sini kita bisa melihat bahwa betapa tulusnya Beato Pio yang dengan rela pergi dari orang-orang yang sangat mengasihinya. Beato Pio tidak mau hidup dalam kenyamanan terus menerus. Pada akhirnya Beato Pio bergabung dalam kongregasi pasionis untuk menjadi Imam. Namun, perjalannya tidak sampai pada titik Imam karena dia di serang oleh TBC pada musim dingin yang sangat dahsyat pada masa itu. Beato Pio Meninggal pada 2 November 1889.
Inilah semangat ketulusan yang dimiliki oleh Beato Pio Campidelli yang dengan bangga berkata “Saya mempersembahkan hidup saya untuk Gereja, untuk Paus, untuk Kongregasi, untuk para pendosa untuk kota saya yang terkasih”. Inilah puncak dari sikap tulus yang dimiliki oleh beato pio campidelli yang dengan rela telah memberikan dirinya untuk sesama dan menerima apa yang terjadi dalam hidupnya.
Sikap tulus Beato Pio Campidelli mengajarkan kepada kita bahwa hidup ini mesti dijalani dengan penuh syukur. Ketulusan itu membuat hidup terasa nyaman dan bahagia, membuat diri rela menerima kekurangan, menjadikan diri lebih kuat dalam tantangan dan cobaan, dan ketulusan itu merupakan cahaya yang membuat diri kita bersinar di tengah orang lain hal ini telah kita lihat dalam pengalaman hidup Beato Pio Campidelli yang mendapat pridikat baik di hadapn Tuhan dan sesama. Ketulusan itu menentukan bagaimana kita bersikap rendah hati, memberikan kebaikan dan merelakan diri untuk orang lain. Sikap tulus dicerminkan berdasarkan tingkah laku kita dan orang lain akan menilainya. Baik buruknya perilaku kita tergantung bagaimana kita bersikap tulus dan menjadikan ketulusan itu sebagai dasar hidup kita.
Ketulusan itu hendaklah ditanamkan dalam diri kita dan jadikan itu sebagai kepribadian kita. bila kita belum mampu melakukanya bercerminlah pada pengalaman Beato Pio Campidelli yang dengan semangat menerapkan sikap tulus dala hidupnya.
Semoga ketulusan yang dimiliki oleh Beato Pio Campidelli menyadarkan kita tentang pentingnya arti ketulusan itu dan apa manfaatnya dalam kehidupan kita dan semoga kita menyadari bahwa ketulusan itu akan membentuk seperti apa karakter kita.
SEMOGA SENGSARA YESUS SELALU BERADA DI HATI KITA...!!
SALAM PASSIO...!!