Selasa, 22 November 2022 17:36

Over Protective

Matahari masih belum menunjukan wajahnya. Tetapi samar cahayanya mengundang sekelompok ayam jantan memulai paduan suara mereka. Sayup terdengar bunyi alarm dari sebuah rumah mewah di antara rumah mewah lainnya. Dengan gerak yang malas Nadia menggeliat dari balik selimut hangatnya sambil tangannya berusaha mematikan alarm. Sadar dari tidur dengan terpaksa, membuat Nadia malas membereskan tempat tidurnya. Dengan langkah yang lemas dan mata masih sipit Nadia memeriksa kotak masuk di aplikasi WAnya. “Nad, kencannya jadikan hari ini?” Begitu bunyi pesan dari seberang yang kemudian membuat Nadia seperti disambar kilat membersihkan dirinya dan mengaduk-aduk isi lemari pakaiannya. Nadia bingung memilih jenis baju dan celana yang akan dipakai untuk menemui pacar pertamanya hari ini. “Denis, baju aku yang di tempat jemuran kemarin dimana ya?” Nadia mulai mengeluarkan kebiasaannya berteriak apabila barangnya hilang atau tidak disimpan pada tempatnya. Mamanya yang tahu betul kebiasaan puterinya itu tidak merespon dengan terus menyiapkan sarapan pagi.

Hari ini, Nadia genap berusia 18 tahun yang langsung mendapat kado istimewa dari ibunya. Kado ini didapatkannya setelah penantian yang panjang, yaitu Nadia mendapatkan ijin dari ibunya untuk boleh berpacaran dengan Rizki. Pasalnya sejak menginjak sekolah menengah atas, Nadia meminta ijin kepada ibunya untuk diperbolehkan berpacaran dan sekarang setelah ia duduk di kelas XII ia memperolehnya. Berada di kelas yang sama dengan Rizki membuat mereka tidak sulit untuk mengenal dan memahami satu sama lain.  Bahkan saking saling memahami satu sama lain, mereka dijuluki sebagai pasangan Romeo dan Juliet.

Waktu baru menunjukan pukul 05:50, tetapi Nadia sudah siap dengan pakaiannya yang rapi. Bibirnya yang diolesi lipstik serta rambutnya yang dibiarkan berderai menyempurnakan kecantikannya. Dari balik pintu dapur, ibunya memandang puterinya dan tanpa sadar titik-titik air bening keluar dari bola matanya. Ia mengenang dirinya puluhan tahun yang lalu, ketika kehidupan ekonomi keluarganya belum sematang sekarang. Kala itu, ia menjadi seorang TKW di sebuah negara dengan harapan dapat membantu perekonomian keluarganya. Namun apa yang ia jumpai setelah berada di tempat kerjanya adalah sebaliknya. Ia mendapat perlakuan yang tidak pantas dari majikannya. Pengalaman itu didapatkannya sejak hari pertama ia bekerja. Ia langsung disambut dengan rayuan maut sang majikan hidung belang. Tetapi dengan sopan, ia menolak dan mengatakan bahwa ia sudah bersuami. Tetapi karena diliputi oleh nafsu birahi, si majikan tidak menyerah. “Monika, jika kamu menuruti apa yang aku mau, kamu akan memperoleh apapun yang kamu inginkan.” Kata majikan saat ia bertemu Monika ibunya Nadia yang sedang membereskan peralatan dapur. “Maaf, pak. Aku ini sudah bersuami, aku...” belum selesai Monika berbicara, “Bahkan aku bisa membantu usaha suamimu yang bangkrut itu, asalkan kamu menyanggupi apa yang telah aku tawarkan kepadamu.” Monika tertunduk sambil meneteskan air mata dan berjalan ke kamarnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Hal itu menambah rasa geram majikannya. Di kamarnya, Monika menangis tersedu-sedu membayangkan apa yang sudah sering ia dengar dari majikannya. Rayuan kata-kata kotor, dan belaian tangan yang mendarat di pipi dan lengannya, semuanya itu menambah kehancuran hatinya. Terbayang janji suci yang ia dan suami ikrarkan, semuanya seakan sirna dan hancur. Ia merasa dirinya tidak pantas lagi bagi sang suami. Tetapi dalam semuanya itu, ada rasa tidak sanggup apabila ia meninggalkan pekerjaan  ini, keluarganya membutuhkan uang yang ia peroleh dari pekerjaan ini. Suatu hari, ketika Monika sedang memilah sayuran, majikannya datang dengan membawa cincin dan kalung yang sangat bagus. “Monika, ini aku belikan khusus buat kamu, aku membelinya sendiri, aku pakaikan ya?” katanya sambil berusaha meraih tangan Monika. Monika menghempaskan tangan majikannya dan berdiri dari tempat duduknya. “Pak, aku sudah berkali-kali mengatakan bahwa aku tidak membutuhkan semuanya itu. Aku sudah bersuami Pak. Aku tidak mau menghancurkan janji pernikahan kami hanya demi uang dan hal lainnya.” Kalau bapak masih seperti ini lagi, aku akan berhenti bekerja di rumah ini.” Ibu Monika berbicara dengan sedikit berteriak membuat majikannya terdiam beberapa saat dan meninggalkannya. Monika puas dengan semua yang telah ia ucapkan barusan. Ada rasa lega karena ia sudah dengan tegas mengucapkan alasannya menolak semua rayuan majikannya itu. Majikannya menyimpan dendam yang membara kepada Monika. Di satu sisi, ia ingin memberi pelajaran kepadanya, tetapi di sisi lain ia sangat menginginkan Monika menjadi pemuas nafsu birahinya yang selama ini ia pendam. Wajah Monika yang penuh kelembutan di balut oleh kulit putih bersih menjadi pemikat bagi majikannya. Maklum, wajah seperti itu tidak banyak dijumpai di negaranya. Majikannya yang memiliki perusahaan besar memang sering bertindak semena-mena terhadap siapa pun yang hidupnya bergantung kepada gaji yang diberikannya. Sebagai seorang pekerja di rumahnya, Monika tidak luput dari tindakan itu. Bahkan banyak pembantu lain yang pernah bekerja di rumah itu, mewanti-wanti Monika agar membatalkan niatnya untuk  bekerja di situ. Tetapi dengan penuh keyakinan Monika menjawab ia sanggup bertahan tanpa disentuh oleh majikannya. Hal ini terpenuhi tetapi dalam perjalanannya Monika terkadang merasa tidak mampu, karena majikannya ternyata lebih keras kepala dari yang diceritakan teman-temannya. Tetapi apa boleh buat, yang terpenting  baginya adalah keluarganya memperoleh uang dari hasil kerja yang halal meskipun ia sendiri menjadi korban. Tetapi Monika berhasil mempertahankan janji pernikahannya dengan sang suami yang sempat ia ragukan. Ia juga senantiasa menolak bujuk-rayu majikannya. Usaha dan kerja kerasnya membuahkan hasil yang memuaskan. Perusahaan suaminya kembali bergeliat dan hidup serta berkembang dengan pesat. Sehingga sekarang ia bisa kembali berkumpul bersama keluarganya kembali dan melupakan masa kelam itu.

                                   #

“Nadia, kata ibu pulangnya jangan kemaleman!” Denis buru-buru memberitahukan pesan ibu kepada kakak sulungnya yang tidak sabar menunggu mobil ayahnya keluar dari garasi. “Iya, Den. Bilang ke Ibu Ka Nadia boleh cipika-cipiki dengan Ka Rizki, ngga?” Denis membelalakan matanya dan memberikan isyarat bahwa ada ibu di teras yang sedang memperhatikan mereka. Nadia menyadari keadaan itu dan segera berlari ke mobil ayah yang sudah menunggunya. Ia merenungkan tanggapan ibunya barusan. Tanggapan seperti itu bagi Nadia berarti menggantikan jawaban tidak setuju. Nadia menyesali apa yang telah ia minta, ia merasa telah menuntut banyak dari ibunya yang sangat melindunginya dari para laki-laki hidung belang. Ibunya telah menceritakan semua yang telah ia alami ketika menjadi TKW. Dari peristiwa itulah ibunya sangat over protective dengan dirinya.

 

Published in Inspirasi