KEMISKINAN SUKARELA, USAHA MENCINTAI KRISTUS
Siapa yang ingin hidup miskin? tentulah pertanyaan ini langsung terjawab bahwa tidak ada orang yang ingin hidup miskin. Kemiskinan tentunya ingin dihindari semua orang, tak ada seorang pun ingin hidupnya melarat. Kendati demikian kemiskinan sudah menjadi problem di masyarakat sejak masa lampau. Ketimpangan atau kesenjangan ini menciptakan sebuah situasi yang suram. Orang-orang miskin seringkali tersingkir dari pergaulan masyarakat. Mereka juga harus rela mejadi mainan bagi orang yang berkuasa demi menyambung hidup. Inilah sebuah realita yang menunjukan sebuah ketimpangan sosial.
Dalam kongregasi Pasionis juga ditekankan kemiskinan, namun kemiskinan ini bukan karena memang miskin tapi sebuah kemiskinan yang dilakukan dengan sukarela atau yang disebut semangat kemiskinan. Semangat ini didasarkan pada cara hidup jemaat perdana
(kis 2). ‘Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu sehati dan segala kepunyaan mereka ialah kepunyaan bersama’(kis 2:44). ‘Mereka menjual harta miliknya lalu membagikannya kepada semua orang menurut keperluan mereka’(kis 2:45).
Meneladani cara hidup jemaat perdana bahwa semangat kemiskinan ialah rasa solider akan keadaan orang lain. Dengan membagikan kepunyaan mereka kepada orang yang membutuhkan mereka turut merasakan penderitaan orang lain.
Semangat kemiskinan menurut St. Paulus dari Salib dalam Regula CP
Kemiskinan adalah panji-panji yang dibawahnya seluruh anggota kongregasi harus berjuang berdasarkan kaulnya(Regula,XIII). Santo Paulus dari Salib sangat menekankan semangat kemiskinan. Hal ini nampak dalam setiap tulisannya yang selalu menekankan semangat kemiskinan. Ia menulis dalam Regulanya ‘Di dalam kongregasi akan berkembang semangat kesempurnaan religius selama didalamnya bertahan keteguhan dan cinta pada kemiskinan sukarela’(Regula,XIII). Kemiskinan suka rela tanpa paksaan merupakan sebuah penekanan bahwa semangat kemiskinan murni berasal dari hati dan merupakan kesadaran akan solidaritas terhadap kaum miskin. Kesadaran inilah yang membuat para pengikut Santo Paulus dari Salib miskin dengan sukarela.
‘Kemiskinan sukarela ini merupakan teladan dari Penebus kita yang karena cinta-Nya kepada kita, berkenan lahir secara miskin, hidup melarat dan wafat telanjang di Salib’(Regula,XIV). Kemiskinan yang ditekankan Santo Paulus dari Salib merupakan cinta dan wujud kecintaan yang ia harapkan kepada para pengikutnya bagi Sang Penebus. Semangat kemiskinan suka rela ini melulu bersumber dari sang Penebus kita. Santo Paulus dari Salib mengajak para pengikutnya dan kita semua supaya meneladani Sang Guru, Sang sumber cinta karena dengan menyalakan dan menghidupi semangat kemiskinan sukarela, kita berusaha untuk mengasihi Yesus dalam semangat itu sendiri.