Berbicara mengenai Kitab Suci tentu menjadi hal yang tidak asing lagi terutama dalam kehidupan umat Kristiani. Umat Kristiani baik itu Protestan maupun Katolik Roma mengakui Kitab Suci sebagai firman Allah dalam bahasa tulisan. Sebagai umat Kristiani khusunya umat Katolik sangat memperhatikan perkembangam hidup beriman. Kitab Suci menjadi salah satu sumber dan sekaligus inspirasi dalam mengembangkan hidup beriman akan Allah. Iman merupakan tanggapan manusia terhadap apa yang diwahyukan-Nya. Allah berbicara kepada manusia malalui firma-Nya. Tetapi sebelumnya bisa dilihat bahwa sejak awal mulya, zaman Perjanjian Lama Allah berbicara kepada umat-Nya, melalui perantaraan para nabi. Nabi sebagai penyambung lidah Allah terus menyampaikan pesan sebagaimana apa yang diperintahkan Allah. Tetapi pada zaman Perjanjian Baru Allah berbicara tidak melalui perantaran para nabi seperti sedia kala tetapi, Ia sendirilah yang datang ke dunia untuk berbicara dan menyelamatkan manusia. Melaui perantaran Putra-Nya. Allah datang ke dunia dan merasakan apa yang dirasakan manusia kecuali dalam hal dosa. Sehingga sebagai umat Katolik perlulah beriman kepada Allah dalam melihat, memahami, merenungkan dan memperdalami kebenaran hidup melalui Kitab Suci sebgai firman Allah.
Kitab suci sebagai sabda Allah ditegaskan dalam Dokumen Gereja Konsili Vatikan II yang berbunyi demikian, setiap umat Kristiani dianjurkan untuk membaca Kitab Suci. Pernyataan selanjutnya Oleh sebab itu semua rohaniwan, terutama para imam Kristus serta lain-lainnya, yang sebagai diakon atau katekis secara sah menunaikan pelayanan sabda, perlu berpegang teguh pada Alkitab membacanya dengan asyik dan mempelajarinya dengan saksama (D V Art 25). Dalam hal ini Konsili Suci mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya sepatutnya seringkali membaca kitab-kitab ilahi dan memperoleh "pengertian yang mulia akan Yesus Kristus" (bdk Flp 3:8).
“Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus”. Perkataan St. Hieronimus ini menjadi legenda dan sangat familiar dalam kehidupan umat Kristiani. Tidak ada seorang pun yang tidak mengenal kata-kata tersebut. Ia jatuh cinta dengan Kitab Suci sehingga hidupnya penuh dengan kebijaksanaan dari firman Allah. Tetapi disamping itu bisa disimak juga mengenai St. Aurelius Agustinus dari Hippo. Seorang filosof dan teolog. Ia adalah seorang Bapa Gereja yang dengan teguh membela ajaran iman kristiani. Tetapi sebelumnya perlulah disimak latar belakang hidupnnya. Sebelum menjadi kristiani Agustinus menjadi seorang penganut aliran Manikheisme, yaitu dalam aliran tersebut mengajarkan penolakan terhadap Allah dan sangat mengagungkan-agungkan apa yang bisa dipahami oleh akal budi yaitu rasionalisme. Ia dalah seorang yang cerdas, segala ilmu pengetahuan sudah dikuasainya. Tatapi dalam kecerdasannya ia tidak pernah puas dengan apa yang didapatkannya. Sejak awal ibunya tak bosan-bosan untuk menyarankan kepada Agustinus supaya membaca dan memperdalam Kitab Suci di mana di dalamnya bisa ditemukan secara lebih banyak dan mendalam kebijaksanaan dan kebenaran hidup daripada apa yang didapatnya dalam ilmu pengetahuan. Tetapi Agustinus tidak menghiraukan dan malah meremehkan apa yang dinasihati oleh ibunya. Kitab Suci dianggapnya suatu hal sangat sederhana dan pastinya tidak akan menambah dan meningkatkan pengetahuannya sedikit pun.Tetapi pada suatu ketika ia mendengar seorang anak menyanyi dan nyanyian itu diulang-ulang “Ambillah dan bacalah!” Agustinus mengambil Kitab Suci dan membukanya tepat pada ayat, “Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari… kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:13-14). Ini dia! teriak professor Agustinus dalam hatinya. Inilah yang ku cari. Sejak saat itu, Agustinus memulai hidup baru. (Sumber: Katakombe.Org - Santo Agustinus)
Tapi ada juga yang mengisahkan bahwa suatu hari Agustinus berjalan di tepi pantai sambil memikirkan tentang Tuhan yang dianggapnya tidak ada serta Kitab Suci yang pernah disebutnya sebagai kitab yang terlalu sederhana. Di pantai tersebut ia melihat seorang anak kecil yang semantara berusaha untuk memindahkan air dari laut kedalam tiga lubang kecil yang digalinya di dipasir dekat pantai. Tanya Agustinus pada anak kecil itu "Apa yang sedang kau lakukan..??".. Ia menjawab bahwa ia mau meindahkan air laut kedalam lubang kecil tersebut. Agustinus tertawa dan menjelaskan bahwa itu tidak mungkin dilakukan. Anak kecil yang sebenarnya adalah malaikat itu menatap Agustinus lalu berkata : "Dapatkah otak manusia yang kecil itu memahami Tuhan Sang Pencipta alam semesta ini....??? " Agustinus seketika tersadarkan dan sejak saat itu ia memulai hidup baru. (Sumber: Katakombe.Org - Santo Agustinus).
Inilah selayang pandang mengenai St. Agustinus. Hal ini bukan berarti mau mebahas mengenai kehidupan St. Agustinus tapi hendak menyatakan bahwa bagaiman Kitab Suci sebagai firman Allah yang hidup bisa merubah kehidupan setiap orang apa lagi orang yang cerdas dalam intelktual seperti Agustinus dan pernah manjadi pengikut manikheisme. Mengingat Kitab Suci itu sebagai buku iman orang Kristen maka dalam sidang KWI 1977, HMKS menetapkan pada hari Minggu pertama dalam bulan september dijadikan bulan Kitab Suci Nasional. (Sumber: smpksantopetrusjember.sch.id)
Sehingga sebagai umat beriman diajak supaya membaca dan menghayati firman Tuhan dalam Kitab Suci Sebagai Kebenaran Hidup. Dalam penjelasan ini penulis mengajak supaya melihat “Janji Tetang Keselamatan (Hosea 1:10-11)”.
-
Janji Tetang Keselamatan (Hosea 1:10-11)
Firman Allah dalam Kitab Suci secara khususnya (Hosea 1:10-11), merupakan hal yang sangat menarik untuk dibahas. Karena sesuai dengan apa yang menjadi tantangan dalam kehidupan umat kristiani di zaman milenieal ketika teknologi semakin berkembang. Pada zaman modern ini kecerdasaan intelektual menjadi hal yang sangat menerik, luar biasa dan patut diapresiasi. Intelektual yang semakin berkembang dan segalanya bisa dibuktikan dengan rasional manusia bisa menciptakan segala sesuatu baik dari segi teknologi inforamasi seperti internet, baik dari segi alat transportasi, baik dari segi peralatan senjata yang semakin canggih yang bisa mematikan musuh puluhan ribu orang dengan sekejab, baik itu dalam dunia medis seperti obat-obatan dan lain sebagainya. Singkat kata hal ini mau mengatakan bahwa zaman di era 4.0 ini merupakan zaman yang serbah canggih.
Tetapi dari akal budi manusia yang cerdas, dan bisa menghasilkan sesuatu tidak semuanya membawa damapak positif bagi kehidupan manusia tetapi ada juga dampak negataifnya. Dalam hal ini apabila dilihat dampak positifnya pastinya patut diapresiasiasi karena sangat membantu kehidupan manasia. Tetapi efek negatifnya sangat memperihatinkan hidup manusia itu sendiri. Seperti contoh kecil semua orang pasti tahu bahwa dua tahun terakhir ini dunia dilandai covid-19. Semua orang pasti tahu dampaknya seperti apa, dan pastinya ada yang membaca tulisan ini pernah mengalami terkena virus covid-19. Hal ini merupakan pengetahuan manusia yang mengakibatkan dampak buruk bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Sebagai orang beriman tentu semuanya gelisah, takut dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Tetapi dalam ketakutan yang dialami, sebagai orang berimaan pasti selalu berharap kepada Sang Maha Kuasa yang memberi kepada manusia kehidupan. Karena sebagai ciptaan, Allah sebagai Sang Maha Kuasa, manusia percaya bahwa Allah yang menciptakan Allah juga yang memperhatikan.
Dalam hal ini Kitab Hosea. Hosea 1:10-11 memberikan penyegaran iman. Memberikan kekuatan kepada setiap orang yang berharap akan perlindungan Tuhan. Hal itu terbukti dalam beberapa poin berikut:
-
Dalam Hosea bab 1:10 berbunyi demikian ‘Tetapi kelak, jumlah orang Israel akan seperti pasir laut yang tidak dapat ditakar dan tidak dapat Dihitung. Dan di tempat di mana dikatakan kepada mereka: “Kamu ini bukanlah umat Ku,”Akan dikatakan kepada mereka: “Anak-anak Allah yang hidup”. Apa yang bisa dilihat dan simak dalam ayat 10 ini. Dalam ayat ini hendak menjelaskan bahwa “jumlah orang Israel akan seperti pasir laut” mau mengtakan bahwa dalam konteks Perjanjian Lama umat Israel sebagai umat pilihan Allah, pasti tidak akan binasah dalam menghadapi berbagai tantangan dalam bentuk apa pun. Kata “akan” dalam pembuka ayat ini sebenaranya term yang mau menjelaskan peristiwa itu nantinya terjadi, baik itu sekarang maupun masa yang akan datang pastinya hal itu akan terjadi. Dalam hal ini patut dipertanyakan bagaimana denga konteks kehidupn umat beriman pada masa kini? Untuk konteks hidup umat. Halnya bisa dilihat dalam penjelasan ini. Beriman pada masa kini sebenaranya bisa dilihat bahwa sebagai umat Israel baru dalam arti umat Kristiani yang ditebus oleh Kristus telah mengalami dari apa yang dikatakan dalam teks tersebut yaitu “jumlah orang Israel akan seperti pasir laut yang tidak dapat ditakar dan tidak dapat Dihitung”. Berbagai tantangan zaman yang datang dan menyebabkan ketakutan, kegelisahan dan bahkan pada kematian seperti covid-19 yang melanda kehidupan umat beriman pada masa kini, halnya tidak akan membinasahkan orang beriman. Seperti yang telah difirmankan “Karena Allah mengsihi dunia maka Ia menganugerhkan Putra-Nya yang tunggal supaya orang yang pecaya kepadanya tidak binasa. (Bdk Yohanes 3:16). Dan Hal ini terbukti seperti yang dikatakan kepada seluruh umata berimana sebagai anak-anak Allah yang hidup. Inilah pengharapan setiap umat beriman sebagai Israel baru yang ditebus dengan darah Kristus. Yesuslah dasar pengharapan setiap orang beriman. (Bdk 1 Timotius 1:1). Dan kata “Kamu ini bukanlah umat Ku,” akan merujuk kepada setiap orang yang secara sengaja mengunakan telenta yang diberikan Allah untuk mengejar ketenaran, kekuasaan dan kehausan akan hal-hal duniawi yang sifatnya hanya sementara, di mata dunia dan mengorbankan orang banyak.
-
Dan selanjutnya pada Hosea 10 ayat 11 berbunyi demikian orang ‘Yehuda dan orang Israel akan berkumpul bersama dan akan mengangkat bagi mereka satu pemimpin,lalu mereka akan meduduki negeri ini sebab besar hari Yizreel itu’. Apa yang mau dilihat dalam ayat ini? Yang mau dilihat dalam ayat ini ialah, dalam konteks Perjanjian Lama orang Yehuda dan orang Israel merupakan umat Allah yang pada zaman pemerintahan Raja Salamo halnya terbagi menjadi dua yaitu Utara dan Selatan. Tetapi dilihat dalam konteks umat pada masa kini memberi penjelasan bahwa orang Yehuda dan orang Israel akan berkumpul bersama dan akan mengangkat bagi mereka satu pemimpin, menggambarkan situasi umat beriman pada masa kini darimana mereka mendukung setiap kemampuan, siapa pun itu dalam mencari dan menemukan cara atau vaksin untuk mewar covid-19. Selain daripada itu mereka, mendukung juga tugas medis dalam melayani setipa orang yang tertular virus tersebut. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa mereka mendukung dan mencari pemimpin dalam arti mendukung orang yang bekerja dalam usaha menemukan vaksin itu untuk mememimpin mereka keluar dari masa penderitaan ini. Masa suram dan masa di mana semua orang hidup dalam ketakutan dan kebingungan.
Dua ayat ini sekiranya meberikan penyegaran iman dan semangat baru mekipun dalam suasana pengharapan, setiap orang beriman yakin bahwa Allah tidak akan pernah melepaskan orang yang berharap kepada-Nya. Hanya pada Allah seluruh umat beriman menaruh harapan akan keselamatan. Semua makhuluk dalam kasih karunia-Nya akan bermegah dalam pengharapan. (Bdk Roma 5:2). Sebagaimana Ia sendiri rela datang ke dunia untuk menebus dosa dunia. Dalam diri putra-Nya Allah menampilkan kerendahan hati-Nya untuk merasakan apa yang dirasakan manusia kecuali dalam hal dosa.
Dalam permenungan ini menegaskan kepada setiap umat beriman yang hidup di zaman modern bahwa apa yang diingini dan diperjuangkan tidak selamanya membawa kepada kebahagiaan sejati bisa juga tidak memberikan satu tujuan yang pasti, tatapi memunculkan pertanyaan yang baru dan sikap terus mencari, tidak akan pernah puas dan membahagiakan dari apa yang didapat. Hanya dalam iman akan Tuhanlah kebahagiaan bisa dicapai. Halnya ini, sudah dialami oleh St. Agustinus sebagaimana orang yang cerdas luar biasa. Dalam Kitab Suci sebagai sabda Allah yang bisa memberikan kesegaran dan menemukan jati dirinya yang sesungguhya bagi setiap orang yang mengalami persolan hidup.