- Pengantar
Allah menganugerahkan kehidupan kepada manusia dengan kebebasan sembari berjalan bersama orang lain. Allah memberikan kebebasan dengan tujuan supaya semuanya terarah kepada-Nya dan demi kesejahteraan bersama orang lain. Kesejahteraan tidak berkembang dengan sendirinya tetapi melaui usaha keras dan tindakan praktis lewat mencintai ketaatan yang sifatnya rasional. Namun dalam kenyataannya dan perkembangannya manusia jatuh kedalam jurang yang sama yaitu mengembangkan ketaatan buta sehingga membutakan mata hatinya tanpa berpikir secara rasional.
Hal serupa dialami oleh Adam dan Hawa. Kebebasan membuat mereka bertindak semena-mena, tanpa berpikir secara rasionalitas. Kerasonalitasan mereka dipermainkan oleh ular yang membelit sebagian rasio mereka untuk berpegang pada perintah Allah. Dalam keserakahan, mereka enggan berpkir secara logis. Dengan serta-merta membelokan ketaatan ke arah yang lain. Hal ini akan terlihat dalam hidup dan perkembangan manusia saat ini. Manusia melihat ketaatan sebagai sebuah beban dalam hidupnya.
Mengapa hal ini sering terjadi? Karena tidak semua orang melihat ketaatan sebagai sebuah nilai dan norma yang harus dijunjung tinggi nilai positifnya. Manusia melihat ketaatan dan menjalani sebagai sebuah formalitas semata sehingga hidup taat menjadi sangat membosankan dan menjemukan. Kelalaian Manusia pertama yang tidak mentaati perjanjian dengan Tuhan untuk tidak makan buah pohon pengetahuan akan yang baik dan buruk di Taman Edan.
Ketidaktaatan Adam dan Hawa di sisi lain membuat manusia kaya akan pengalaman baru, tetapi di sisi lain membuat manusia dibodohi oleh pengetahuan yang baru itu. Dari ketidaktaatan Adam dan Hawa ini boleh dikatakan ditiru atau diwariskan sampai generasi kita sekarang ini. Pernyataan di atas bukan berarti mau membenarkan ketidaktatan Adam dan Hawa, melainkan mau menyoroti bahwa kebaikan Allah dalam hal mengampuni justru membuat manusia lebih baik dari hari ke hari. Kemudian timbulah penyimpangan menurut pandangan sepihak atau bahkan diperdaya oleh pikirannya manusia sendiri.
Hal ini memang dirasakan oleh generasi langgas. Ketidaktaatan akan bersarang dipelbagai segi kehidupan. Oleh karena itu penulis akan memberikan bebarapa pandangan umum mengenai kataatan ini.
- Pandangan Umum Tenteng Ketaatan
Berangkat dari pengalaman cara hidup manusia pada zaman ini, peradapan menuntut manusia berpikir secara jerni dan autentik dalam segala segi kehidupan. Waktu digerus oleh masa lampau, dimasa sekarang, maupun dimasa yang akan datang. Ada keterkaitan dengan pola hidup, pola pikir, cara bertindak serta cara pemaknanya. Kekeliruan sering mauncul ketika manusia berpikir serta melaksanakan dengan pola pikir apatis atau berpikir negatif tentang hidup taat.
“Kesadaran bahwa manusia itu pertama-tama adalah pencari makna atau kalau mau disebut “binatang pencari makna”. Manusia mencari makna hidupnya, dunianya, tata hidup bersamannya, relasi dengan Tuhannya yang semaunya ada dalam teks-teks. Apa yang dimaksudkan mencari makna bukan terutama makna etimologis atau makna kalimat atau makna hukum suci, melainkan penziarahan. Pencarian makna itu sebuah journey”[1].
Hal ini mau mengatakan bahwa manusia mencari relasi dengan sesama, Tuhannya, dalam bentuk goresan ketaatan relasional dalam khazana hidupnya. Manusia sebagai “rational animale” akan mengeksplrasikan rasio secara bijaksana karana manusia tahu dan sadar bahwa rasio hanya dimiliki oleh manusia. Berbicara mengenai ketaatan mungkin bagi orang lain mudah tetapi bagi penulis sulit untuk memahami dan mengerti tentang hidup dalam ketaatan yang rasional. Setiap manusia ditutuntut untuk menenamkan kesedarankan dalam diri masing-masing unruk. Ketaatan jika dipahami dengan akal sehat maka budi akan mengerti arah jalan yang dimaksud oleh akal. Ketaatan jika dipandang sebagai sebagai senjata yang berpeluru positif maka akan mematikan ribuan peluru negatif yaitu kelalaian, ketidakdisiplinan, keserakahan, dan kejanggalan yang sering terjadi dimedan kehidupan, baik di kehidupan keluarga, komunitas, pemerintahan, dan atau kelompok- kelompok kecil.
Hidup taat dalam keluarga akan berimbas kepada kepribadian setiap anggota keluarga. Ketika hidup dalam keluarga ditanam dengan baik, maka terciptalah kedamaian dan sukacita. Oleh karena itu disinilah muncul Renatus Cartesius merevolusi gagasan baku zamanya dengan memproklamasikan makna kesadaran relasional subjektif-nya[2]. Artinya kesadaran dalam anggota keluarga sangat di tekankan untuk Tentuya hal in tidak mudah untuk mengubah cara pandang manusia pada zaman ini. Sama halnya dengan didunia pemerintahan, meskipun ada hal-hal tertentu berbeda mungkin saja akan menghasilkan banyak kemunggkinan yang terjadi, baik dari segi negatif maupun positif. Dari segi positif ialah lahirlah pandangan baru kerena banyak yang menyumbangkan pemikiran yang baik. Mungkin saja bahwa mengubah pola pikir secara drastis cara hidup lama menjadi baru, lahirlah para pemikir-pemikir kritis dalam hal positif, mengubah ketaatan lama menjadi mencitai dengan sungguh-sungguh.
Memaknai ketaatan baru untuk mengubah secara murni dan total dengan pemikiran yang rasional. Dari segi negatif yang pasti bahwa lahirlah ketaatan yang menentang, artinya ia taat tetapi dalam hatinya bertanya tentang tujuan dari ketaatan itu sendiri. Apa maksud dan tujuan dari ketaatan tersebut dan lain sebagainya. Akibatnya pengkritik yang hanya menilai dari segi segi negatif berimbas pada pihak lain menderita. Hal ini mungkin saja tetap mengenakan kataatan lama atau disebut dengan ketaatan irasional buta. Dari ketaatan irasional akan membutakan mata dan menutup telinga bagi yang sedang menjalani ketaatan.
Ketaatan dalam pemerintahan mungkin saja tidak bisa terlihat dan dibaca secara kasat mata, tetapi jika dilihat dari segi kesejahteraan dan kedamaian masih boleh dikatakan bercampur baur. Oleh karena itu kita hidup dalam keluarga dan pemerintahan yang sama, kita diajak untuk bertindak positif dan memaknainya dengan pikiran rasional mengenai ketaatan itu sendiri.
Berkaitan dalam kehidupan berkomunitas, ketaatan menjadi masalah besar delam mengubah perilaku dan tindakan para religius. Hidup dalam aturan yang sama, setiap anggota dituntut untuk hidup taat. Ketaaatan terkadang mengelabui pikiran seseorang religius sehingga, terkadang menjerumuskan dirinya ke dalam ketaatan sesuka hati.
Ketaaatan terkadang dipahami dan dipandang sebelah mata tanpa melihat peranannya. Ketaatan yang dulunya dipandang dan dihargai dengan memberikan bukti yang nyata, tetapi kini diombang-ambingkan oleh selera zaman dan hampir segala sesuatu dicerna dengan menggunakan akal dan budi yang murni.
Dalam hidup komunitas ketaatan sangat membantu para religius untuk melihat dan mengkritisi serta mengupayakan dengan bukti yang nyata. Dari bukti-bukti yang nyata dapat mendorong dan mendukung para anggota untuk mengembangkan serta menyaring hal-hal positif dari ketaatan tesebut. Oleh karena itu penulis akan mengemukakan beberapa poin mengenai ketaatan itu sendiri:
- Ketaatan Adalah Senjata Dan Peluru Untuk Memberantas Kemunafikkan.
Mengapa penulis mengambil poin ini sebagai bahan pembahasan? Karena ketaataan dihadapi dan dijalani oleh seorang relgius pada zaman ini terkadang dilihat sebagai pajangan atau formalitas semata. Artinya ketaatan dilihat dan dinilai orang lain tanpa adanya kesadaran dalam diri untuk melihat dampak dan peranannya. Sebagai contoh kongkrit saya sebagai frater yang berada di rumah pembinaan boleh dikatakan bahwa saat ini mentaati semua aturan, tetapi bisa saja besok atau lusa semuanya akan berubah tanpa disadari.
Kenapa hal ini sering terjadi? Karena senjata dan peluru kemunafukan masih tertanam dalam pikiran yang kritis. Oleh karena itu hal ini mau mengatakan bahwa ketaatan sebagai senjata untuk mencagah kemunafikan, membuka kembali markas kesadaran diri yang tanpa dipengaruhi oleh tumpukan rudal kemunafikan.
Di sisi lain penulis melihat ketaatan dalam komunitas seperti plankton. Mungkin kita bertanya ketaatan plankton seperti apa? Kita tahu bahwa plankton adalah hewan yang hidup di laut yang mengikuti arus lautan yang terus bergelora kesana dan kemari. Sama halnya dengan kehidupan kita zaman ini, seperti plankton dimana yang hanya mengikuti apa yang tertera dalam aturan tertentu saperti regula, konstitusi dan statuta.
Aturan di buat supaya menghumanisasikan manusia, sehingga manusia semakin hari makin memperbaharui diri. Berkaitan dengan konteks zaman ini ketaatan perlu diteliti dan dipahami dengan hati terbuka. Zaman yang semakin menuntut manusia untuk bergerak maju dan hukum dan norma sebagai sarana untuk mengatur keteraturan dalam menyimaki perkembangan hidup kita. Maka dibutuhkan kesadaran aku adalah kesadaran Esse- aku realitas mengadaku. Kesadaran aku adalah tentang keseluruhan eksistensi dan keberadaanku.[3] semuanya akan kembali kepada
- Ketaatan Menurut Pandangan St.Paulus Dari Salib
Ketaatan menurut St. Paulus dari Salib merupakan batu sendi seluruh kesempurnaan (kata Salomo Ams 21: 28) orang taat menggemakan kemenangan atau dikenal dengan istilah“vir obediens loguetur victoriam”[4]Mengapa St. Paulus dari Salib menggunakan kata kataatan sebagai batu sendi? Kita tahu bahwa batu sendi merupakan batu yang membuat orang lain tertarik melihat nilai atau seni keindahan yang terkandung di dalamnya.
Dengan model dan kualitas yang dibuat oleh para seniman dan akhinya dijadikan batu loncatan yang sempurna bagi yang melihat dan mengaguminya. Maka Paulus dari salib mengajak para pengikutnya untuk hidup taat atau bahkan ia mengatakan dalam regula bab dua belas “Hendaklah para religius kongregasi yang hina ini menyatakannya bukan dengan perkataan saja tatapi juga dengan perbuatan.”
Ajakan ini sudah jelas bahwa mengajak para pengikutnya untuk membangun batu sendi atau bahkan menjadi bank ketaatan untuk diri sendiri dan sesama serta melangkahkan kaki untuk menemukan arti kataatan yang rasional. St.Paulus dari salib mengajak para pengikutnya untuk belajar melaksanakan aturan dengan segera, sederhana dan rela. Ajakan ini sebuah tantangan tersendiri bagi generasi sekarang.
Menjadi kendala jika seseorang salah mengartikan dengan kemampuannya sendiri dalam hal dengan segera, sederhana dan rela. Kekeliruan terkadang melihat dari makna ketataatan suatu perintah atau keutamaan. sesorang lebih melihat dengan kemampuan intelektualnya sendiri tanpa melihat dengan segera serta sederhana dalam berpikir dan rela untuk dibentuk kepribadiaanya.
Ajakan ini tidak dipahami dengan baik maka yang terjadi adalah kebutaan akan merebak dalam pelukan kita, sehingga kesesatan dalam menata komposisi (fallacia in sensu) hidup menjadi lebih buruk. Kita sebagai generesi sekarang apa yang kita buat dalam mempertahankan janji kita sebagai pengikut yang setia? Yang kita buat atau berikan adalah sebagai berikut:
- Mengisih dan memaknai arti dari hidup taat atau dengan istilah Paulus mengisih dan memaknai dengan sunguh-sunguh nilai ketaatan dalam hidup (mitt sin begaben.)
- Membangun generasi yang sadar dan cinta akan keutamaan regula dan konstitusi karena dari regula dan konstitusi mengatur hidup kita menjadi lebih terarah.
- Membangun niat baru untuk lebih banyak memberi bukti daripada vocal (Geben beweis kein vockal) Hal ini menjadi tantangan terbesar bagi kita pada zaman ini baik di dunia pendidikan, pemerintahan, maupun kehidupan komunitas religius.
- Membangun kemampuan dan potensi diri untuk menjadi taat serta menggemakan kemenangan kebijaksanaan salib.
Dengan keterlibatan kita dalam mentaati janji ketaatan, secara khusus Pasionis, Paulus dari salib membagi dalam ketiga ketaatan Kristus. Generasi mudah pasionis diajak untuk mendengarkan Bapa dan memahami kehendaknya. Dalam regula lama ia menekan bahwa “Berbahagialah mereka yang melaksanakan ketaatan suci dan meneladani Yesus Kristus dengan taat sampai mati di salib”. Dalam penekanan ini, menjadi pertayaan adalah siapa paling bahagia ketika mentaati ketaatan suci tersebut? Untuk menjawabi pertanyaan ini pasti bahwa, kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.
- Mati Dan Hidup Menurut Contoh Kristus
Paulus dari salib dalam dokumen (L, IV 260) ia menekankan bahwa “Yesus Kristus menjadi taat sampai mati di salib, kamu harus mematikan diri dengan menguburkan pendapat dan penyerahan diri kepada atasanmu.” Dari penegasan ini apa yang kita ambil sebagai model utama dan menjadi contoh dan teladan bagi sesama? Hal ini mau menegaskan bahwa bagaimana generasi mudah mengkritisi segala sesuatu, hanya dengan mengandalkan akal rasional ataukah irasional ataukah menghadirkan solusi baru atau polusi.
Hal ini menjadi bahan refleksi bagi kita semua jangan sampai kita menyebarkan polusi bagi orang lain atau dengan kata lain melihat hal ini sebagai sebuah aturan mengekang diri. Kita semua diajak untuk sadar bahwa Yesus sebagai Allah dan sebagai manusia saja taat kepada Bapa-Nya apalagi kita yang hanya manusia yang mengandalkan kekuatan sendiri. Ketika segala sesuatu diamati, dimengrti, dan diterapkan dengan mengandlkan kekuatan sendiri akan berpengaruh terhadap nilai-nilai yang tercantum didalamnya.
Nilai-nilai ini termasuk nilai kerja sama antara kedua belah pihak yaitu antara penbuat aturan atau hukum dengan yang menjalaninya, supaya segalanya akan berlangsung dengan semestinya atau dengan kata lain yang kita kenal dengan aturan dibuat untuk humanisasi hidup manusia, artinya supaya kita dari waktu ke waktu lebih baik menjalaninya. Olah karena itu Kristus yang menjadi contoh untuk dijiwai oleh perbuatan yang nyata dalam hidup keseharian kita. Kristus yang menjadi contoh tidak akan mati secara fana tetapi hidup secara kekal karena perbuatan kita yang bekenan dihati-Nya dan di hati sesama kita.
- Reaksi Generasi Sekarang Dalam Meladeni Ketaatan.
Menjadi masalah dan pertanyaan besar bagi kita generasi sekarang adalah meladeni atau merespon nilai ketaatan yang rasional atau bahkan irasional. Ketaatan rasional adalah ketaatan yang ditaati bukan secara buta tatapi ketaatan yang ditaati secara terbuka. Artinya ketaatan yang perlu melihat nilai yang lebih mendesak. Ketaatan rasional akan bertentangan dengan jiwa dan emosional. Karena hidup taat menjadi masalah jika sesorang melihat itu sebagai aturan yang membatasi ruang gerak dan waktu untuk bergerak.
Maka terjadi adalah pergerakan sesuai dengan kemauan dan jiwanya sendiri, tanpa melihat sisi positif dan negatifnya. Menghasilkan masalah besar dalam hidup saya dan teman-teman, maka lahirlah para motivator yang handal yang bisa menggugah hati kita untuk bertolak ke tempat yang dalam. Seorang motivator Theo de Boer mengatakan bahwa kalau berpikir kritis berarti berpikir menurut pikiran yang sehat dan dari pemikiran seperti ini dilanjutkan dalam buku-buku K.Popper yang mengatakan orang yang bersikap rasional adalah orang yang mengaku bahwa mungkin pendapat mereka yang salah, yang bersedia mendengarkan pendapat orang lain yang abstraksi dari kepentingan pribadi.
Hal ini tentu lahir dari pengalaman pemikiran irasional. Artinya dari pengalaman irasional, seseorang belajar secara perlahan-lahan untuk menuju pada pemikiran rasional. Atau dengan kata lain belajar dari pikiran yang tidak sehat dan dari ketidaksehatan itu menghadirkan dokter penyembuh psikaiter yang menyimpang dari taat yang rasional. Tentunya kita sebagai manusia tidak terlepas dari pemikiran yang tidak sahat karena kita diberikan kehendak bebas untuk berpikit secara kritis dan mungkin saja hal ini menjatuhkan kita ke tubir yang gelap gulita. Kita terus meringkuk dalam kebodohan menipu diri sendir. kegelapan dengan dan segera membutuhkan ahli penyembuh jiwa yang mungkin menyimpang dari yang semestinya.
- Penutup.
Kebebasan akan diberikan kepada manusia untuk menata dan memperjuangkan menuju kemerdekaan, engan memberikan bukti nyata. Setiap orangmau tidak mau harus menjalaninya dengan fleksibel dan tanggungjawab. Manusia diajak meledeni nilai ketaatan irasional karena menuju pada rasional membutuhkan proses yang panjang. Dari pertanyaan ini pasti menghadirkan argumen baik secara pro atau kontra. Dengan demikian nilai pro yang secara aktif menyumbangkan ide-ide cemerlang. Untuk memberantas ketidaktaatan secara irasional. Karena dari nilai inilah mengajak semua orang menuju kepada nilai ketaatan sempurna. Akhirnya kita diajak untuk menggali dan menganali diri kita masing-masing dengan baik. Atau mempelajari secara kritis nilai yang mengandung pesan positif. Dengan membongkar kebiasaan lama dan mengenakan cara baru. Semoga artikel singkat ini mengajak kita semua untuk melihat ketaatan rasional secara lebih teliti lagi dari waktu ke waktu. TERIMA KASIH
[1] Armada Riyanto, Relasionalitas, Filsafat Fondasi Interpretasi: Aku, Teks, Liyan Fenomen, Yogyakarta: Kanisius, 2018, 14.
[2] Armada Riyanto, Op. Cit, 193
[3] Armada Riyanto, Aku dan Liyan, Kata dan Sayap, Malang, STFT Widiya Sasana, 2011, 3.
[4] P. Carlo Marziali, Regula, Konstitusi, Statuta Umum, Batu: Vicariat Regional Jendral, Ratu Damai, 9 Juli 1990, 22.