Aku menatap butiran- butiran wabah yang amat terpukau dalam gumpalan besar yang tak didefinisikan oleh kamu dan aku. Semua insan yang memandang covid dengan kacamata yang tak terselamikan. Beragam macam seperti gumpal-menggumpal membabi buta di kolong langit nan indah dan permai seperti yang menyerupai sebuah bola tenis. Gumpalan virus yang mengancam dan bergerak dari lembah kekelaman menuju bukit tanah airku. Kamu dan aku sempat dan mungkin semua di dunia tak sempat mengembara mencari gunung batu kubuh pertahanan kita tanah air Indonesia.
Dan didalam bahtera yang sama dengan bahtera Nuh dan segenap keluarga dan segala yang ada didalamnya. Kenapa dunia masih dirundung duka dan lara? Butiran covid hanya terlihat dan dirasakan oleh the sample iman dan pengetahuan manusia dan berjalan bersama dengan yang pemberi kehidupan dan pembasmi segala yang belum diketahui penyebabnya, karena manusia begitu buta, omicron hanya terlihat oleh handtizer dan masker yang membaluti sebagian wajah manusia dan dunia. Omicron hanya terlihat oleh manusia yang waspada dan pada puncaknya menggeletakan manusia ke alam maut dan menyempitkan dunia serta dibangunnya perkuburan umum diberbagai tanah pusaka milik sang Khalik. Geletakan manusia dan segala marga satwa dan semua pnghuninya menjadi tampak kontraks dengan harapan manusia yang berencana menyempurnakan dunia yang sedang berduka. Hati manusia tergerak oleh sapaan sang Khalik” waspadalah, berjagalah sebab takhyul mengaum-ngaum seperti singa yang mencari mangsanya.Kakinya melompat dari dunia orang kaya maupun orang papa, racunnya yang mampu menghangusabukan semua pujangga yang tak mentaati prokes. rumah, ternak, dan segala marga satwa menjadi terpukau oleh kekejamannya.
Aku teringat lukisan di bangku SMA yang mengukiri selembar kertas HVS dan diterangi oleh pelita yang terbuat dari kaleng susu indomilk, dan disitu aku aku menemukan seorang ahli yang menemukan nama virus itu sendiri yaitu Aldof Mayer yang berkebangsaan Swis. Penemuannya membuatku teringat akan masa lampau dan masa pandemi ini, yang diracuni oleh berbagai varian omicron yang mematikan. Butitran-butiran wabah yang bernomadankan dari satu tempat ke tempat yang lain dan sedang mengejar siapapun yang tidak mentaatinya. Kekejaman omicron bergelora menghempaskan yang yang tak kelihtan tetapi mematikan, menggelegar dasyat merobek sehelai masker. Semburan ke dunia memukul daya maha raksasa dari kulit bumi dan manusia, berunjuk hati pada dunia orang hidup maupun dunia shoel bahwa tim para medis pun akan bergejolak hebat ketika terusik. Pengalaman ngeri sanak saudara, sahabat, kenalan dan semuayang bernafas dibumi meninggalkan dunia orang hidup dan menggulung bersama di dunia shoel. Pikiran penduduk tertuju pada pengharapan rang yang meninggal untuk bergabung bersama para kudus di Surga. Hati segala yang di bumi dibuat was-was tak tentu arahnya, kekewatiran melampau batas kekampuan segal insan.
Varian baru melonjak bagaikan rusa merindukan air di musim hujan. Alam pikir semua pihak dan hati, pikiran menyatu dengandunia kesehatan mempelajari gejala-gejala varian mewabah.Binatang-binatang kwatir dengan sang pengembalanya kaena tuannya mencari tempat perlindungan yang aman.Kentongan di segala penjuru bertalu-talu menandakan datangnya marabahaya. Mereka berpergian membungkus wabah denganberlapis-lapis maskeran dan berdoa memohon yang Kuasa mengakhirinya dengan -Nya sendiri.Terdengar berita di media sosial yang menampilkan litany-litani mengajak ber berlekas histeris tiada taranya.
Aku tertegun dan merenung bila kisah ini trus terjadi. Kepanikan dan kengerian, serta kewasadsan memporakporandakan seperti kiamat yang datang secara tiba-tiba di depan mata. Aku duduk mencangkung diatas kursi rotan di sudut rumah sebelah kiri sambil mencari solusi ternyata yang adalah polusi, kolusi dan emosi. Hidung dan mulut serta telinga yang ikit menderita menahan seutas tali masker dikedua pelipis. Matanya masih pada kacamata pijar yang turut berpatisipasi bersama masker, sabun cuci, dan handtizer yang digulungkan dengan seutas tali yang menyerupai masker yang sekarang. Butiran itu berhamburan di segal penjuru dunia, memaksa da mencari jalan kebebasan dan damai lalu menyebar bebas seakan-akan menembusiruas pembatas PPKM. Butiran omicron seperti kumpulan bakso-bakso geranat dalam wadah yang di campuri sambal pedas ketika dirasakan dan menyerap dalam kaldu yang membawa efek kehancuran bagi yang tak mentaati prokes
Kesibukan setiap insan di setiap waktu dan tempat kita berpijak terutama di tempat-tempat umum seperti tempat ibadah, pasar dal sebagainya kembali di batasi. Kerinduansetiap insan di dinia untuk bertemu dengan sang pemberi kehidupan, sahabat kenalan, dan sanak saudara demi kesatuan dalam keberagaman persaudaraan dan cinta kasih. Aku selau teringat akan reklame diberbagai media dan tempat dengan menampilkan setengah wajah cemberut karena pernapasan dikendalikan dengan kekeng oleh sehelai masker Indonesia yang diwannai oleh merah merona dan putih membuat para tetangga ingat akan peringatan para dunia kesehatan.
Diabaikannya Tuhan dan sahabat menyelaminnya hari-hari dengan bekerja dirumah bersama bersama orang rumah demi kecintaannya tanah air Indonesia. Aku kembali merasa keliru tak tahu caranya menjadi peka dan sadar dengan keadaan dunia yang sekarang berduka dan tidak tahu manfaat mengenakan masker pada saat keluar rumah. Sulit bagiku untuk memahami kekewatiran dunia dan semua penghuninya dalam mengambil nilai positif di rumah saja.
Kamu dan aku ditegurnya untuk selalu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan salau taati prokes yang bersih keras memasukan segenap insan dalam bahtera yang aman supaya selau bersatu dab bersama menyadarkan para pembangkang di pinngir jembatan antara dunia dan surgawi. Aku dijejal dengan antara, tuntutan, dan konsekuensi yang rasanya seperti berlari ditempat yang menjulang tinggi seakan-akan tak sanggup menatap dan bertolak ketempat yang paling dalam. Aku merasa kehabisan komposisi untuk berkata-kata dan bahkan menyesatkan pkikiran dengan paranoid negative ketika ditanya berapakah jumlah butiran omicron yang menempel pada dinding maskerku.
Kupikirkan jawabannya menggunakan logika extentio atau luas pengertian dengan hukumnya yang membingungkan kamu dan aku untuk menyelami isi gerangannya makin sedikit isi, makin besar luas dan sebaliknya makin besar luas isi makin kecil luasnya. Kupikuirkan masa lampau tentang peristiwa airbah yang memporakporandakan pada zaman Nabi Nuh. Semua insan menuduh dan menolak membangun Bahtera dalam lembah kekeringan. Tanpa kusadari sang pencipta yang mencipta dan meremukan segala hojatan serta menciptakan bumi baru dimana tempatku sekarang dihamburkannya omicron bagaikan hamburan pestisida dipersawahan yang membentang luas dan tanpa dibatasi oleh kawat duri yang menusuk tembok pemisah antara kamu dan aku.
Aku menutuup mata hati tanpa menoleh ke belakang melihat sanak saudara meneteskan air mata karena kehilangan karena aku tatapi tangisilah hidupmu dan nasibmu dalam untuk dan malang dalam menghadapi virus yang mewabah di persimpangan pasar yang dikerumuni kaum bandit yang tampa mengenakan masker merah putih, dan embeli warna toleransi. Aku menyadari dan tanpa berkutik taka da apa- apa jika tidak apa-apa dengan keluhanku hati yang mempunyai aka-akal yang tidak dapat dipahami oleh akal sehingga membuat insan di dunia memikul arti tidak akan terjadi apa-apa jika memakai masker dengan sadar dan membatasi diri dengan mengambil langkah jaga jarak.Aku tak bersedih dan tak menangis dan telah percuma melepaskan air mata dikala mendengar dikala kamu tidak senjata diri yang dililiti oleh tali masker pada bagian hidungmu yang mancung. Seakan-akan aku dirasuki oleh roh jahat yang bersemayam dalam logikaku yang minor tanpa menyoroti di aspek kesehatan dan keselamatan kerja. Aku membiarkan pikiran dan relitas berkolaborasi menjadi nyata untuk mengisih isi dan bentuk argumenku. Tanpa melihat rektus dan verum.
Kerinduanku sanak saudara sahabat, dan kenalan sahabat, kegeraman off-line diberbagai wadah menjadikan kerinduan kamu dan aku untuk bergelonggomg dikancah kesadaran. Dicarinya handtizer kian mejadikann pahlawan kesiangan tanpa ada perlawanan balutan masker dan keluarnya nafas yang tersengal-sengal seperti dikejar Polpepe di lampuh merah. Terobosan mobil puskesmas yang membawa insan tergeletak bagaikan buah jeruk yang dikepak dalam bingkisan ademsari. Di nantikannya Sang Pencipta mendamaikan di tengah-tengah krumunan para bandit yang bandel. Dengan menyebarnya model masker yang menerupai topeng para ninja yang membuat insan menyalahgunakannya seperti seorang teror di tengah masa pandemi. Matanya tak henti melihat dan mendoakan dunia yang hampir semuanya lenyap ditelan rayap di perkuburan umum. Akhirnya semua insan meratap dan saling mendoakan satu sama lain sampai ke segala penjuru dunia dan dunia shoel alias dunia orang mati.