KEMISKINAN (Doa dan Renungan Novena Hari Pertama dalam Rangka Memperingati St. Paulus dari Salib)

Author Fr. William Conrad Patty, CP (pembuat Doa) dan Fr. Chairil Candra, CP (Pembuat/Pembawa Renungan) | Kamis, 15 Oktober 2020 17:11 | Dibaca : : 1678
KEMISKINAN (Doa dan Renungan Novena Hari Pertama dalam Rangka Memperingati St. Paulus dari Salib)

DOA

Ya, Allah Bapa...Selama ini jiwa kami terkekang oleh perkara-perkara  yang fana, pencarian tanpa arah serta usaha yang sia-sia hanya menghasilkan sengsara dan duka. Hidup menjadi tanpa makna bila kami hanya merenungkan hal-hal yang semnetara. Tetapi  Engkau yang hadir dalam keluarga yang sederhana turut merasakan penderitaan umat manusia. Karya, sengsara serta kebangkitan-Mu menunjukkan betapa dalamnya kasihmu untuk kami para pendosa, sehingga salah seorang putra terbaik dunia, Bapa Suci kami tercinta, mengikuti jalan hidup-Mu dengan meninggalkan semua keinginan dunia. Dari Santo Paulus dari Salib ini kami menyadari bahwa dengan kekosongan jiwa dan pelepasan akan nafsu duniawi mampu membawa hidup kami menjadi berseri. Maka, Ya Bapa, tuntunlah kami agar lebih dapat mengarahkan hidup kami ini menuju kemiskinan diri dan kemiskinan hati. Ambilah dari kami yang bagi-Mu tidak berguna dan kenakanlah kepada kami apa saja yang mendukung panggilan kami sebagai seorang pasionis sejati. Amin

 

RENUNGAN

Bacaan            : Mat. 19:16-22

 

“Pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.”  Para saudara yang terkasih... dalam menanggapi panggilan Tuhan, kerap kali harta benda duniawi dipandang sebagai penghambat atau penghalang dalam mengikuti Tuhan. Hari ini kita memulai novena kita, dalam rangka mempersiapkan diri untuk menyambut Hari Raya St. Paulus dari Salib, pendiri kongregasi kita (Kongregasi Pasionis), yang akan kita rayakan pada 19 Oktober mendatang. Pada hari pertama novena ini, tema yang disodorkan oleh Komisi Spiritualitas Biara Bt. Pio Campidelli untuk direnungkan adalah “Kemiskinan”.

Pada dasarnya bila kita merenungkan salah satu karisma atau keutamaan dari St. Paulus dari Salib, kita sebenarnya merenungkan spiritualitas kongregasi, karena spiritualitas kongregasi kita yang ada sekarang ini merupakan cita-cita Paulus sendiri, warisan dari karisma pendiri. Konteks zaman hidup kita dengan hidup Paulus memang jauh berbeda. Kita hidup di zaman modern, sedangkan Paulus hidup pada tahun 1694-1775 (Abad VII-VIII) di Italia. Situasi di Italia saat itu, kerap terjadi perang. Hal ini terjadi karena Italia saat itu terbagi-bagi dalam beberapa wilayah, yang dikuasai oleh Jerman, Prancis, Austria dan Spanyol. Sementara keadaan masyarakat Italia terbagi dalam beberapa kelas, yakni para bangsawan, para klerus, dan rakyat biasa yang miskin. Situasi ini tentunya menimbulkan kemiskinan dan penderitaan bagi kebanyakan orang, terutama rakyat biasa.

Situasi ini tentunya juga mempengaruhi cara pikir dan tindakan Paulus. Paulus selama hidupnya, hidup sederhana dalam kemiskinan, terutama setelah ia mendapat karunia untuk merenungkan sengsara Yesus Kristus. Paulus ingin mati miskin seperti Kristus tersalib, yang tidak punya apa-apa. Pandangan Paulus mengenai kemiskinan sangat ketat. Silahkan baca sendiri dalam regula yang dirumuskannya (lih. Regula Kongregasi Pasionis Bab XIII). Paulus berpesan kepada kita, supaya kita sebagai pasionis senantiasa menghidupi dan menghayati semangat kemiskinan itu dalam hidup berkomunitas maupun dalam hidup masing-masing. Kemiskinan merupakan panji bagi para pasionis. Menurut Paulus jika kemiskinan hilang dari kehidupan kongregasi atau komunitas, itu pasti disebabkan oleh kerakusan. Kehilangan kemiskinan ini akan menghancurkan jadwal harian komunitas.

Para saudara yang terkasih... semangat kemiskinan Paulus ini masih aktual untuk dihidupi oleh para pasionis pada zaman modern ini. Lalu bagaimana mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari?

Kita di sini memilih hidup miskin bukan karena dipaksa. Kita miskin bukan karena ketidakberdayaan, penindasan ataupun karena keterbatasan fisik. Kita memilih hidup miskin dengan suka rela, untuk mengikuti Kristus yang miskin; ikut serta merasakan kemiskinan bersama mereka yang terlantar dan disingkirkan dalam kehidupan masyarakat; miskin demi kerajaan Allah. Untuk itu dalam keseharian kita hendaknya kita menghidupi semangat kemiskinan itu dengan rajin bekerja, rajin belajar, bertanggung jawab atas pekerjaan atau atas segala sesuatu yang dipercayakan kepada kita. Mau menolong atau membantu sesama yang sedang membutuhkan bantuan kita, terutama mereka yang miskin dan tersisihkan.

Pada zaman modern ini, kebutuhan dan tuntutan hidup memang berbeda dari masa Paulus dulu. Perkembangan zaman ini hendaknya dapat kita terima dengan belajar menyesuaikan diri dan menuhi kebutuhan hidup yang memang dianggap perlu. Hal ini tentunya tetap tidak menghilangkan semangat kemiskinan kita. Untuk itu, hendaklah hindari mode dan cara hidup yang mewah, seperti konsomerisme, hedonisme dan materialisme.

Paulus ingin mati miskin seperti Kristus tersalib, yang tidak mempunyai apa-apa. Semangat Paulus ini tentunya mengingatkan kita, baik secara sadar maupun tidak sadar, bahwa ketika mati nanti kita tidak akan membawa apa-apa dari harta duniawi yang kita kumpulkan. Harta benda duniawi memang berguna bagi kita untuk bertahan hidup di dunia fana ini, tetapi jangan sampai kita terpikat dan melekat padanya, sehingga dapat menjadi penghalang dalam pelayanan dan penghambat hubungan kita dengan Tuhan dan sesama, seperti kisah seorang pemuda dalam Injil tadi (Mat. 19:16-22). Jangan sampai harta benda membuat kita terasing dari Tuhan dan sesama.

Marilah kita memohon, semoga St. Paulus mendoakan kita dan Tuhan dengan rahmat-Nya membantu kita melepaskan segala kecenderungan dan kelekatan kita pada harta benda duniawi. Amin.

 

 

Salam Passio!

 

 

“SEMOGA SENGSARA YESUS SELALU HIDUP DI HATI KITA”

Leave a comment