Peringatan 300 tahun pendirian Kongregasi Pasionis adalah kesempatan untuk merenungkan dasar-dasar spiritualitas kita dan komitmen kita terhadap misi. Karena alasan ini, kita bersyukur atas Karisma Pendiri kita, Santo Paulus dari Salib, yang kepadanya Allah telah mempercayakan karya khusus di dalam Gereja-Nya.
Tidak seorang pun dari kita yang dapat menjadi Paulus dari Salib kedua. Setiap orang adalah makhluk yang unik, yang secara pribadi telah menerima keutamaan dan bakat masing-masing dari Tuhan. Namun, dalam Karisma yang diterima Paulus Fransiskus Danei di Italia pada abad ke-18, ada beberapa elemen dasar yang sangat penting bagi kehidupan Komunitas yang telah ia dirikan. Tanpa "Pilar-pilar" itu, seluruh bangunan Kongregasi kita akan runtuh. Di sini saya ingin mempersembahkan refleksi tentang "doa, kemiskinan, keheningan dan matiraga", elemen-elemen kunci yang kita sadari sebagai pilar-pilar utama dari Kongregasi.
Pertama-tama, saya akan menunjukkan akar dari pilar-pilar dalam Karisma sang Pendiri, untuk kemudian bertanya pada diri saya sendiri tentang makna bahwa konsep-konsep ini masih berlaku dalam kehidupan para Passionis di seluruh dunia pada awal abad ke-21.
Dalam pengantar Regula versi aslinya, Paulus Fransiskus, pada tahun 1720, menjelaskan beberapa sumber inspirasi mendasar yang diberikan Tuhan kepadanya: "kira-kira dua tahun setelah Allah yang saya cintai mengilhami saya untuk melakukan pertobatan kepada hidup matiraga", dan ia melanjutkan, “Saya diberi inspirasi untuk mengenakan jubah hitam yang kasar (...) dan berjalan tanpa alas kaki, hidup dalam kemiskinan, singkatnya dengan rahmat Allah saya hidp dalam penghayatan akan matiraga”.
Selain itu, ia berulang kali menyebut keinginan kuat untuk hidup dalam kesunyian. Dia mendefinisikannya secara harfiah, "Bagi saya cukuplah sekiranya saya tinggal dalam kesunyian di tempat itu, atau di tempat lain, untuk mengikuti undangan penuh kasih dari Allahku, yang dengan kebaikan-Nya yang tak terbatas telah memanggil saya untuk meninggalkan dunia".
Panggilan untuk hidup dalam kemiskinan, matiraga dan dalam kesunyian bersama Allah! Inilah hal pertama yang dengan kuat menggerakkan Pendiri kita untuk memulai kehidupan spiritualnya. Berikutnya, ia menerima inspirasi batin: “untuk mengumpulkan rekan-rekan, untuk tinggal bersama, untuk mewartakan kepada jiwa-jiwa ketakutan suci akan Allah; seraya merangkul hal-hal ini (kemiskinan, matiraga dan kesunyian) sebagai keinginan yang utama".
Danei muda menemukan sumber-sumber inspirasi dasar yang telah diuraikan di atas, dalam gambaran Alkitab tentang "Pola hidup Para Rasul". Dalam “Catatan-Catatan” tahun 1747, di mana Paulus dari Salib menjelaskan tujuan dan struktur pendirian Kongregasi, ia menulis: “Kehidupan mereka (para Pasionis) tidak berbeda tetapi sepenuhnya selaras dengan pola hidup para Rasul. Pola hidup demikian ditata oleh aturan-aturan dalam Konstitusi yang akan membentuk manusia seutuhnya bagi Allah dan bagi kerasulan, manusia pendoa, terpisah dari dunia, dari kelekatan pada harta benda serta diri sendiri; sehingga benar-benar dapat menyebut dirinya sebagai murid Yesus Kristus, yang cakap dan sanggup melahirkan anak-anak bagi surga, dan yang memulihkan kemuliaan dan keluhurannya.”
Bagi Paulus, kehidupan kerasulan yang ideal akan mendamaikan secara harmonis aspek kontemplasi dan aksi. Dalam kaitan erat dengan rujukan dalam Injil menurut Markus, yang menggambarkan kembalinya para murid dari misi mereka, Paulus menulis dalam “Catatan” tahun 1768: “Ketika kembali ke Retret (biara) setelah pelayanan kerasulan, para ‘pekerja’ menarik diri ke dalam kesunyian mendalam untuk menimba semangat baru dalam latihan rohani yang suci sesuai dengan nasihat yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada para rasul: requiescite pusillum (beristirahatlah sejenak)” (Mrk 6:31).
Kehidupan para Pasionis, seperti kehidupan setiap orang yang dikuduskan bagi Allah, adalah suatu usaha untuk meneladani kehidupan Kristus. Beberapa elemen mendasar dari kehidupan para murid pertama Kristus adalah: tinggal bersama Tuhan dalam kesunyian, doa, kemiskinan rasuli, matiraga, serta kerasulan.
Saat ini ketika kita merenungkan empat “pilar” Kongregasi kita: kesunyian, doa, kemiskinan, dan matiraga, pada akhirnya, kita merujuk pada hakikat sejati sebagai murid Yesus Kristus. Moto Yubileum "Memperbarui misi kita" dimaksudkan sebagai titik awal untuk proses pembaruan dalam Kongregasi kita, sebuah proses yang mendukung revitalisasi Karisma kita dan menjadikan kita komunitas para murid dan misionaris di seluruh dunia.
Kesunyian, bukan dalam pengertian terisolasi, melainkan sebagai tempat untuk membangun keintiman dengan Tuhan dalam doa.
Kemiskinan, bukan dalam pengertian melarat, melainkan sebagai pengalaman kebebasan dan sebagai dasar bagi pelayanan pewartaan yang otentik.
Matiraga, bukan dalam pengertian penyiksaan diri, melainkan suatu uangkapan dari sikap pertobatan yang terus menerus dan tulus.
Masing-masing pilar kehidupan kita sebagai Pasionis akan membantu kita dalam proses pembaruan ini dan karena alasan inilah keabsahan pilar-pilar tersebut masih bertahan secara abadi. Bukan kebetulan bahwa Pendiri kita dalam Wasiat Rohani, menjelang akhir hidupnya, mengingatkan sekali lagi tentang pilar-pilar yang telah membentuk jalan hidupnya dan akan terus membentuk Komunitasnya: “Selanjutnya, saya merekomendasikan kepada semua [...] agar di dalam Kongregasi semakin berkembang semangat doa, semangat kesunyian, dan semangat kemiskinan; dan yakinlah bahwa jika ketiga hal tersebut dipertahankan maka Kongregasi akan bersinar di hadapan Allah dan manusia".
Salam Passio!