1. Pengantar
Berbicara mengenai penderitaan, pada hakikatnya setiap orang tidak ada yang ingin menderita. Ketika penderitaan datang menghampirinya dengan spontan orang akan bertanya-tanya dimanakah Tuhan? Apakah Tuhan itu ada? Mengapa Tuhan tidak adil? Pertanyaan-pertanyaan demikian merupakan bentuk protes atas penderitaan yang ia terima.
Penderitaan itu selalu dipandang dan dianggap sebagai suatu kutukkan atau sial. Memang harus kita akui bahwa tidaklah mudah untuk menerima keadaan hidup yang ditimpa berbagai penderitaan. Namun realitas ini harus kita sadari bahwa penderitaan itu ada bukan rahasia, setiap orang pasti mengalaminya. Hidup kita nyaris tak pernah bisa dipisahkan dari misteri yang satu ini.
Tulisan sederhana ini mencoba untuk mengungkapkan bahwa dibalik penderitaan yang dialami itu, ada berkat yang sangat bernilai bagi manusia. Dan berkat itu membuat manusia menjadi pribadi yang tangguh ketika berhadapan dengan kesulitan dan penderitaan dalam hidupnya.
2. Penderitaan Merupakan Suatu Realita
Kalau mau merefleksikannya secara jujur, tentu jawabannya kita semua tidak ingin menderita. Namun kenyataan berbicara lain. Dan setiap orang pasti mengalaminya. Manusia tidak bisa mengelak dari misteri yang satu ini. Penderitaan itu setua usia manusia sendiri, selama manusia masih hidup selama itu juga ia akan bergumul dengan mangsa yang bernama penderitaan. Hal ini menunjukkan, bahwa penderitaan itu merupakan suatu “realita.” Dikatakan demikian karena penderitaan itu sendiri ada bersama manusia dan melekat pada kodrat kemanusiaan kita. Penderitaan itu tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia di dunia ini.
Dalam hidup manusia, penderitaan yang dialami itu bisa fisik (Kel 1: 11; Sir 40: 8-9; Mzm 22) dan bisa juga rohani (Kej 43: 38; 2 Sam 19: 1; 2 Raj 4: 27). Dan penderitaan itu kadang-kadang membuat orang bersikap pesimis terhadap hidupnya. Memang penderitaan yang dialami itu kalau tidak dipahami dan dihayati dengan sungguh-sungguh tentu akan nampak selalu merugikan manusia. Namun, kalau penderitaan itu mampu diterima dan dihayati dengan sungguh-sungguh, justeru akan menjadi suatu keberuntungan bagi manusia. Sebab penderitaan itu kaya akan berkat.
3. Berkat Dibalik Penderitaan
3.1. Menyadarkan Manusia Akan Kelemahannya
Pergumulan manusia dalam penderitaan kalau direfleksikan secara mendalam akan menghantar pada suatu kesadaran, bahwa manusia itu lemah. Hal ini terlihat dengan jelas ketika manusia berhadapan dengan kesulitan dan penderitaan dalam hidupnya. Dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan itu, manusia tidak bisa berbuat banyak. Manusia tidak bisa mengatasi penderitaannya seorang diri, di sinilah manusia disadarkan akan kelemahan, keterbatasannya. Oleh sebab itu, ia membutuhkan sesama dan Tuhan Maha Pengasih. Ketergantungannya terhadap sesama dan Tuhan terungkap dengan jelas dalam kebutuhannya meminta bantuan terhadap sesama dan permohonan belaskasihan kepada Tuhan. Dengan demikian, penderitaan yang dialami telah membuka mata iman manusia untuk mau terbuka kepada sesama terlebih kepada Tuhan. Dan juga menyadarkan manusia bahwa selama ada kehidupan di dunia ini, selama itu juga akan ada penderitaan.
3.2. Mematangkan Pribadi Manusia
Pencobaa-pencobaan yang Allah berikan kepada manusia itu bermacam-macam. Dan salah satunya ialah melalui “penderitaan.” Allah membiarkan manusia menderita dengan tujuan tertentu, yakni selain untuk menguji kesetiaan dan ketaatan manusia pada kehendak-Nya, juga bertujuan untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang matang dan dewasa. Penderitaan juga memberi hikmah kepada manusia untuk lebih bijaksana.
Oleh sebab itu, penderitaan yang dialami hendaknya menjadi pemacu semangat untuk terus membangun pribadi agar semakin menjadi pribadi yang mandiri, matang dan dewasa. Dan dalam kutipan Kitab Suci dari 1 Kor 10:13 ini, kita menemukan jawaban bahwa dalam menghadapi penderitaan dan kesulitan ternyata manusia tidak sendiri, sebab Allah yang setia tidak menghendaki manusia menderita namun Allah menghendaki agar manusia sempurna seperti diri-Nya sendiri (bdk. Mat 5: 48).
3.3. Manusia Semakin Dekat dengan Tuhan
Penderitaan yang sarat menimpa manusia akhirnya kalau direfleksikan dengan iman akan menyadarkan manusia bahwa penderitaan merupakan suatu berkat baginya. Karena penderitaan yang dialami manusia merupakan “sarana” pemurniaan untuk masuk kekemuliaan Allah. Penderitaan yang dialami telah membuka mata iman manusia dan menyadarkannya bahwa Tuhan Sang Tak Terbatas dapat mengatasi keterbatasan derita. Hanya Tuhanlah yang mampu menolong dan melepaskan manusia dari penderitaannya. Dengan demikian penderitaan yang dialami membuat manusia semakin dekat dengan Tuhan. Penderitaan yang dialami memberi manusia banyak pelajaran. Melalui penderitaan itu, manusia bisa mengenal siapa dirinya. Dan yang paling istimewa manusia bisa mengenal Tuhan secara mendalam melalui penderitaan yang dialaminya.
4. Penderitaan Jalan untuk Mengikuti Kristus
Mungkin ada yang mengira bahwa hidup orang yang mengikuti Kristus merupakan suatu perjalanan yang nyaman dan lepas dari guncangan, pencobaan, kesulitan dan penderitaan seperti berada di tengah-tengah taman berbunga yang harum mewangi. Pandangan yang demikian tidaklah benar. Sebab Yesus sendiri mengatakan bahwa “Setiap orang yang mau mengikuti Aku,ia harus menyangkal diri, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku” (Luk 9 :23; 14: 27; Mat 10: 38).
Pernyatan Yesus jelas bahwa untuk mengikuti-Nya harus memikul salib. Dan memikul salib berarti harus menanggung penderitaan dan penganiayaan. “Jika mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu (Yoh 15: 20). Memikul salib atau menderita seperti yang Yesus maksudkan merupakan konsekuensi logis menjadi pengikut-Nya. Memang mengikuti Kristus tidaklah mudah. Mengapa? Karena untuk mengikuti Kristus harus melalui jalan salib, jalan penderitaan. Dan penderitaan-penderitaan yang diberikan Allah ini memurnikan jiwa secara pasif dan membentuk salib yang harus dipikul setiap murid yang mau mengikuti-Nya. “Barang siapa tidak memikul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat 10: 39). Pernyataan Yesus dalam Matius 10:39 ini mau menunjukkan bahwa menderita itu merupakan syarat utama untuk mengikuti-Nya.
Menderita bersama Kristus dan memikul salib bersama Dia dan sebagaimana Dia memikul-Nya, mutlak untuk menjadi murid-Nya dan untuk mengambil bagian dalam kemuliaan surgawi bersama-Nya pula. Karena yang akan dimuliakan adalah hanya mereka yang telah menderita dan memikul salib bersama Kristus (Rm 8: 17). Jadi, setiap orang yang ingin mengikuti Kristus harus berani menderita dan siap untuk dianiaya. Karena menderita bersama Kristus berarti percaya kepada kekuatan cinta Allah yang menang sebagaimana dinyatakan dalam sengsara Putra-Nya (bdk. Rm 8:3-39).
5. Penutup
Pada akhirnya kita dapat mengatakan bahwa penderitaan yang dialami manusia itu apabila diterima dan direnungkan secara mendalam ternyata tidak selamanya merugikan, menakutkan dan membuat manusia sengsara. Penderitaan itu bila dipahami, diterima dan dihayati dengan sungguh-sungguh ternyata penuh dengan berkat. Berkat yang diterima manusia membentuknya menjadi pribadi yang lebih tangguh, kuat, mandiri, matang dan dewasa dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan dalam hidupnya. Selain itu, penderitaan juga membuat manusia untuk semakin dekat dengan Tuhan. Dengan demikian, penderitaan yang hadir dalam kehidupan manusia itu telah memberinya banyak pelajaran. Dan pelajaran itu sangat bernilai bagi manusia.
Sumber:
Alkitab Deuterokanonika. Konferensi Waligereja Indonesia. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2014.
Salam Passio!
"SEMOGA SENGSARA YESUS SELALU HIDUP DI HATI KITA"