"Terus mencintai, bahkan ketika sulit, ketika hatiku mengeluh, ketika aku merasa ditolak! Ya, ini adalah keinginan Tuhan! Aku akan mencoba; aku akan memulai walaupun aku bisa gagal, hingga aku pantas mencintai. Tuhan Allah telah memberiku kasih karunia dan aku harus bekerja dengan rahmat itu.”
Maria Josephine Teresa Marcucci (Maria Maddalena) lahir pada tanggal 24 April 1888 di San Gemignano di Moriano, Lucca dekat kota Italia. Ia berasal dari keluarga Katolik tulen dan sederhana.Ia bertumbuh dan berkembang menjadi anak yang rajin dan saleh. Keluarga inilah yang mendidiknya mencintai sesama dan Tuhan.
Kesalehan hidup Maddalena tampak sejak ia kecil melalui hidupnya yang selalu ingin dekat dengan Tuhan. Ia menerima komuni pertama pada usia 14 tahun dengan beberapa resolusinya. Salah satu resolusinya ialah ingin mengikuti misa harian dengan rajin, selalu menyisihkan waktu untuk berdoa bersama keluarga dan hidup dalam kasih Tuhan.Kegiatan-kegiatan keluarga tersebut menumbuhkan benih cinta kasih Tuhan dalam dirinya.
Masuk Biara
Maddalena dengan setia memelihara dan merawat benih-benih panggilan dan cinta kasih Tuhan yang terus bertumbuh dalam hidupnya. Sebuah peristiwa yang menakjubkan, kala itu usia Maddalena 17 tahun. Ia mengikuti ibadat Jalan Salib yang diadakan setiap hari Jumat di sebuah Gereja yang jaraknya tidak jauh dari rumah Maddalena. Sore itu yang memimpin ibadat Jalan Salib ialah para suster dari Kongregasi Sengsara Yesus.Ia sangat senang dengan kehadiran para suster terlebih dengan devosi Jalan Salib yang mereka bawakan. Ia tertarik dengan spiritualitas Sengsara Yesus yang sangat mengagumkan. Karena itu ia berjanji untuk selalu hadir tepat waktu ketika mengikuti devosi Jalan Salib. Kekagumannya akan spiritualitas Sengsara Yesus menggiringnya masuk ke dalam sebuah biara yang beranggotakan para suster pasionis.
Pada usia 18 tahun, tepatnya pada tanggal 10 Juni 1906, bersama saudara perempuannya Elisa, ia memasuki biara Pasionis di Lucca yang masih dalam proses didirikan. Pada tanggal 27 Juni 1907, ia menerima nama Maria Maddalena dari Yesus. Hari demi hari ia lalui dengan gembira. Ia selalu setia kepada pimpinan dan taat untuk mematuhi semua peraturan biara. Tahap demi tahap ia lalui dalam proses panggilannya, tanpa mengeluh dan tanpa ada penyesalan sedikitpun meski peraturan biara pasionis kala itu sangat ketat. Pantang dan puasa, penderaan diri, devosi Jalan Salib serta meditasi yang selalu diadakan setiap hari tidak membuatnya jenuh. Malahan ia merasakan seperti berada di sebauh taman yang dihiasi dengan bunga yang indah.
Pengikraran Kaul
Beberapa hari sebelum berkaul, Maddalena menulis dalam catatan harian: “Ya Yesus yang Tersalib, aku tidak akan berada di sini jika Engkau tidak mengulurkan tangan-Mu untukku, membantu dalam semua kekacauan hidupku sebelumnya. Ya Yesus yang Tersalib, terimalah aku dalam kebaikan-Mu! Kristusku, aku adalah milik-Mu selamanya.Tuhan, biarkanlah cinta ini menjadi kekuatan dan menuntunku selamanya.Amin.”
Usai berikrar setia, Sr. Maddalena menerima perutusan pertama untuk menjadi salah satu radaktor utama dalam majalah yang didirikan oleh kongregasi pada tahun 1921.Majaah ini digunakan sebagai sarana pewartaan konggregasi untuk menyebarluaskan misteri keagungaan Allah lewat spiritualitas Sengsara Yesus.
Bertugas sebagai redaktor utama membuat Sr. Maddalena semakin menekuni bidang litterasi.Ia aktif menulis, beberapa artikelnya diterbitkan dalam majalah ini. Ia juga menulis buku yang bertemakan spiritual, mistik dan teologi. Karena itu ia dikenal sebagai penulis yang hebat dan professional. Meskipun terkenal sebagai penulis yang hebat Sr. Maddalena tetap rendah hati dan selalu menyembunyikan identitasnya dengan nama samaran, yaitu “J. Pastor”. Nama samaran ini diberikan kepadanya oleh pembimbing spiritualitasnya yang adalah seorang Dominikan.Kelak, buah penanya itu dikompilasi dalam sebuah buku berjudul “Apostle of Love”.
Siap Diutus
Sesuai hasil pertemuan para pembesar kongregasi di Italia, Sr. Maddalena ditugaskan untuk memimpin misi ke Meksiko. Pada tanggal 18 Maret 1913, pada usia yang masih sangat muda, bersama dengan lima biarawati lainnya, ia meninggalkan Lucca untuk berangkat bermisi ke Meksiko. Sebuah rencana misi yang tidak dapat dilanjutkan karena revolusi dan kondisi saat itu sangat tidak memungkinkan. Akhirnya bersama dengan dua suster lainnya ia bermisi ke Spanyol. Selama dua tahun mereka tinggal di Lezama, sebuah desa beberapa kilometer dari Bilbao dan pada tahun 1918 pindah ke Deusto dekat Bilbao, di mana mereka mendirikan biara Pasionis pertama di Spanyol.
Di tengah perutusan berat itu, ia tetap meluangkan waktu untuk menulis. Di sisi lain ada masalah menghadapinya. Pimpinanya meragukan panggilan dan menundanya untuk mengikrarkan kaul kekal.Ia amat terpukul atas peristiwa ini.
Meski demikian, Maddalena tetap hidup sebagai biarawati yang taat dan setia.Berbagai rintangan itu justru memurnikan cintanya kepada Yesus Tersalib dan kepada anggota komunitasnya. Pada masa sulit ini, ia menulis demikian, “Terus mencintai, bahkan ketika sulit, ketika hatiku mengeluh, ketika aku merasa ditolak! Ya, ini adalah keinginan Tuhan! Aku akan mencoba; aku akan memulai walaupun aku bisa gagal, hingga aku pantas mencintai. Tuhan Allah telah memberiku kasih karunia dan aku harus bekerja dengan rahmat itu.”
Cinta kepada Allah yang bergelora itu membuatnya siap diutus dan ditugaskan di mana saja.Maka, ketika para suster pasionis yang berkarya di Lucca meminta tenaga, Sr. Maddalena siap diutus. Pada tanggal 10 Juli 1920 sebelum keberangkatannya kembali ke Lucca, ia menulis, “Aku ingin mengikuti-Mu di manapun Kau membawaku, dalam kebebasan, dengan suka rela dan suka cita. Patahkanlah kehendakku! Biarkan kehendak-Mu di dalamku! Aku tak ingin membuat rencana sendiri…. Biarkan rencan-Mu terjadi dan melalui aku, tak peduli seberapa sulitnya nanti! Aku ingin mencintai kehendak-Mu, kekasihku, mempelaiku.”Pada hari Pesta Salib Suci 1921, ia mendapat kesempatan berkaul kekal. “Inilah aku Tuhan, utuslah aku!”Itulah yang menjadi motto kaul dan sekaligus motto hidupnya.
Pada tahun 1935 ia diminta oleh kongregasi untuk mengambil peran sebagai pimpinan komunitas di Lucca. Selama lima tahun ia memegang posisi ini. Sr. Maddalena adalah penduduk asli Lucca, ia memiliki kegembiraan dan kehormatan untuk membangun biara Pasionis yang baru serta kapel rekan senegaranya, yaitu St. Gemma Galgani di daerah kota yang dikenal sebagai “Fuori Porta Elisa.” Ia juga menyiapkan perayaan untuk kanonisasi St. Gemma Galgani yang berlangsung pada tanggal 2 Mei 1940.
Akhir hidupnya
Melalui doa, karya dan persembahan hidupnya, Suster Maddalena berupaya menjadi silih bagi sesamanya, “satu-satunya impianku adalah bisa mengantarkan saudara-saudaraku kedalam pangkuan Surga, menikmati keselamatan dan kekudusan dari Allah Bapa,” ujarnya suatu ketika.
Pada tanggal 15 Juli 1941, ia meninggalkan Lucca untuk kembali ke Spanyol. Ia didorong oleh semangat yang mengebu-gebu dan cinta yang kuat untuk mewartakan Sengsara Yesus melalui cara hidupnya dan untuk keselamatan dan kekudusan umat-Nya. Sr. Maddalena menghembuskan nafas terakhir di Madrid, pada tanggal 10 Februari 1960 di biara pasionis yang ia dirikan. Sepanjang hidupnya Sr. Maddalena menunjukkan ketaatannya pada kehendak Allah.Ia hidup bersemangatkan misi perutusan dan ketabahan seorang religius. Ketabahannya dalam menghadapi penderitaan dan tugas-tugas baru merupakan teladan mulia bagi para religius, klerus, biarawan-biarawati dan kaum awam yang juga menerima perutusan dan menderita.
Kesaksian
Sr. Maddalena menulis sangat indah untuk menjelaskan tentang cara mencapai kekudusan hidup. Autobiografinya berjudul “Apostel of Love” atau “Rasul Cinta”. Buku ini digambarkan oleh para teolog Dominikan dari Salamanca, Spanyol sebagai “karya paling agung yang pernah ditulis tentang cinta Tuhan untuk semua makhluk.” Dalam pengantar bukunya, “La santita e amore” (Kekudusan adalah Cinta), Pastor Max Anselmi (CORM) menulis: “Satu hal yang cukup mengejutkan para teolog tentang kerohaniannya ialah jumlah dan kualitas karya yang ditulis Sr. Maddalena untuk mewartakan kebaktian akan Sengsara Kristus dan semangat kekudusan yang penuh sukacita. Dia melakukan ini tanpa sepengetahuan orang lain. Pembimbing rohaninya memberi kesaksian atas Sr. Maddalena, bahwa ia menulis tanpa kenal lelah, tetapi semua rahasia terjaga sampai pada kematiannya. Dia dapat dianggap sebagai salah satu penulis terbesar dari Mistik Sengsara dan Spiritualitas Pasionis.Ia adalah mutiara di antara penulis mistikus abad kedua puluh, sebuah fenomena yang sangat langka dan istimewa. Tulisan-tulisannya sangat mengesankan dan menakjubkan sehingga para teolog besar setelah kematiannya terdorong untuk meneladani hidupnya.Mereka sangat yakin bahwa Sr. Maddalena pantas diberi gelar ‘doctor of the Church’ atau (doktor Gereja).”
Salam Passio!