8Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. ….16 Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada dalam Allah dan Allah di dalam dia. (1Yoh 4:8,16)
Dalam kehidupan kita sehari-hari, cinta kasih Allah selalu bersama kita. Cinta kasih itulah yang memampukan kita untuk berelasi dengan orang lain. Tanpa cinta kasih Allah, kita sulit untuk hidup damai, bergerak bebas dan sulit juga menjadi pribadi yang matang dalam segala hal. Tanpa cinta kasih Allah, kita akan terkungkung dalam pemikiran eksklusif. Tanpa cinta kasih Allah, kita akan menjadi pribadi yang egosentris. Tanpa cinta kasih Allah, kita bagaikan mobil tanpa bensin, sumbu lilin tanpa api, sayur tanpa garam dan menulis dengan bolpoin tanpa tinta. Selama masa Prapaskah ini, kita diajak untuk merefleksikan RELASI antara AKU dan CINTA KASIH ALLAH dalam kehidupan sehari-hari. Kerapkali kita hidup dalam kekhawatiran yang luar biasa. Akibatnya, cinta kasih Allah sulit untuk dirasakan dan bahkan untuk dimaknai. Henri J. M. Nouwen dalam bukunya yang berjudul; “Making All Things New: An Invitation to the Spiritual Life” (1981), mengajak kita semua untuk tidak khawatir terhadap segala sesuatu. Jika kita percaya bahwa Allah adalah kasih, maka tidak perlu khawatir. Lakukan apa yang seharusnya orang beriman lakukan. Selama masa retret agung ini, kita diajak untuk merenungkan kebaikan-kebaikan yang telah kita terima sendiri dari Allah, entah itu berupa keberhasilan maupun kegagalan, suka maupun duka, tangis dan tawa, dan semua yang telah kita alami. Sadarilah bahwa itu pun merupakan salib hidup yang Allah berikan kepada kita oleh karena kasih-Nya.
Masa Prapaskah juga mengajak kita untuk menjadi seorang Kristiani yang lebih solider dengan mereka yang menjadi korban virus Covid-19, mereka yang menjadi korban bencana alam, dengan mereka yang terperangkap dalam spiritualitas hedonis. Bapa suci, Paus Fransiskus mengajak kita semua untuk mewujud-nyatakan cinta Allah dalam tindakan pemulihan dari pandemi ini. Semua itu dimulai dari; “kasih yang nyata, sebagaimana dikatakan oleh Injil, berlabuh pada harapan dan didasarkan akan iman, dunia yang lebih sehat akan mungkin. Atau sebaliknya, kita akan mengakhiri krisis ini lebih buruk. Semoga Tuhan membantu kita, dan memberi kita kekuatan untuk keluar dari situasi ini dengan lebih baik, menanggapi kebutuhan dunia dewasa ini” (Paus Fransiskus, Ajaran Sosial Gereja di Masa Pandemi, terj Krispurwana Cahyadi, SJ). Kita diajak untuk menumbuhkan rasa kepekaan kita terhadap panggillan sebagai seorang Kristiani dalam membangun Kerajaan Kasih Allah dalam dunia ini. Solider tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk batin (dimensi kerohanian). Tindakan inilah yang harus terus-menerus dipertajam dengan semangat Injil, sebagaimana Jemaat Perdana telah memulainya (Bdk; Cara Hidup Jemaat Perdana, Kis 2:41-47, 4:32-37) dalam kehidupan mereka sehari-hari.