Don't wait for truth to come and blind us Let's just believe their lies Believe it, I see it I know that you can feel it No secrets worth keeping So fool me like I'm dreaming Take me through the night Fall into the dark side We don't need the light We'll live on the dark side.
Alan Walker-Darkside
Dalam buku berjudul Sejenak Bijak, Antony de Mello menulis sebuah kisah pendek yang lucu, menggelitik dan sarat akan kritik. Ada sebuah dialog antara seorang pejabat negara yang hidup mewah dengan seorang filsuf yang setiap harinya makan hanya dengan ubi. Pejabat negara itu berkata kepada filsuf, “coba kau belajar taat pada raja pasti kau tidak harus makan ubi setiap hari”. Filsuf itu menjawab “coba kau belajar untuk tidak menjilat raja pasti kau akan belajar bahagia walau hanya makan dengan ubi”. Anekdot dari de Mello di atas menyerang orang-orang yang telah melelang kebebasannya untuk mendapatkan tempat dalam zona aman. Mereka tidak peduli bahwa hidup mereka nantinya akan bergantung pada orang lain dan menjadi ketergantungan. Sir Roger Bacon berkata natura non ninsi parendo vinicitur (alam semesta dapat ditaklukkan dengan cara mematuhinya). Saya menggaris bawahi kata mematuhinya yang berarti bertindak sturut keinginannya (alam semesta).
Saat seseorang mematuhi suatu peraturan maka ia akan mendapat kepercayaan orang lain misalnya seorang ulama yang sangat taat pada aturan kitab suci serta agamanya akan mendapatkan kepercayaan oleh jemaatnya atau seorang bawahan yang tidak pernah berkata “tidak” terhadap semua tugas dan perintah yang diberikan atasannya akan mendapatkan kepercayaan dari atasannya sehingga ia mendapatkan kenaikan pangkat atau gaji yang tinggi. Singkat kata ketaatan adalah jalan termudah menuju kesuksesan. Baik mungkin kedengarannya namun ketaatan juga dapat menjadi ruang tempat persembunyian bagi kemunafikan, penipuan, akal bulus, kelicikan, keculasan, kebencian serta biang dosa. Seperti yang dikatakan oleh Bacon, dengan kepatuhan kita akan mendapatkan simpati dari atasan, masyarakat bahkan kawan sendiri sehingga ketaatan juga bisa bersifat manipulatif untuk menguasai kepercayaan orang lain demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Alkitab Perjanjian Baru menunjukkan gambaran situasi pola hidup kemasyarakatan bangsa Israel zaman itu. Orang-orang Farisi tampil sebagai pemuka agama sekaligus sosok pemimpin. Mereka yang mengatur tata kehidupan masyarakat yang bercorak relijius supaya dalam situasi terjajah bangsa Israel tidak melupakan identitas mereka sebagai bangsa pilihan Allah serta selalu berharap akan datangnya mesias yang telah diramalkan oleh para nabi. Mereka memanfaatkan alkitab, agama, budaya serta adat-istiadatnya, berpura-pura taat untuk mengambil simpati rakyat sehingga dapat meronggoh keuntungan. Entah masyarakat itu tahu atau tidak bahwa alkitab, praktik agama, budaya serta adat istiadat telah diselewengkan oleh orang-orang Farisi demi mendapatkan keuntungan atau mereka enggan mencari masalah dengan para pemegang otoritas ini tetapi masyarakat Israel terlihat adem ayem dan taat menjalani semua peraturan. Sampai munculah Yesus orang Nazareth yang muncul sebagai pembaharu mendobrak semua kebiasaan-kebiasaan orang-orang Farisi bahkan ia mengambil langkah berani dengan menentang peraturan yang mereka buat. Salah satu sabdanya yang paling berani ialah bahwa bahwa hari Sabat ada untuk manusia bukan manusia untuk hari Sabat. Revolusi yang dibawa oleh Yesus dengan menekankan sisi humanitas daripada praktek-praktek agama ini menyebabkan Ia dihukum mati secara mengenaskan.
Siapa yang benar? Yesus? Orang-orang Farisi? Untuk menjawabnya kita harus tahu terlebih dahulu definisi kebenaran. Kebenaran adalah kesesuaian intelek dengan obyek. Jika demikian kita harus mengakui bahwa kebenaran adalah milik orang-orang Farisi. Praktek hidup zaman ini lebih dominan meniru gaya orang-orang Farisi. Hidup adalah sebuah audisi yang dimana kita dipaksa untuk ikut berlomba di dalamnya. Perlu ditekankan bahwa kenyataanya dunia tidak memerlukan orang jujur tetapi orang cerdik. Mereka yang menang adalah mereka yang mampu menguasai permainan, bukan mereka yang beremain dengan baik bahkan para pemenang adalah mereka yang mampu mempermainkan permainan itu sendiri. Apa yang Yesus lakukan serta ajarkan mungkin tidak sesuai dengan kondisi dunia. Ajarannya terlalu idealis dan terdengar utopis. Kenyataannya sulit bagi orang-orang untuk hidup di dalam zaman yang penuh tipu daya ini dengan mempraktekkan ajaran Yesus. Semuanya halal dilakukan seperti saling menjegal, manipulasi, persaingan tidak sehat, menjilat, bermuka dua dan cara curang lainnya. William Shakespare pernah berkata “bahkan iblis pun mengutip ayat kitab suci untuk mencapai tujuannya”, artinya apapun telah dimanipulasi dan tidak ada prinsip halal dan haram. Cara-cara yang dilakukan orang Farisi inilah yang digemari oleh kebanyakan orang bukan ajaran Yesus. Tetapi manusia memiliki kehendak bebas untuk memilih jati dirinya. Mungkin juga ajaran Yesus ini memang benar bahwa bahwa dalam lubuk hati terdalam manusia juga mendambakan hidup. Jika demikian manusia harus mampu menerapkan hukum cinta kasih-Nya dan konsekuensinya untuk hidup dalam kebenaran maka ia harus siap dijauhi, dimusuhi, dikucilkan bahkan berani menghantar nyawanya karena orang yang berani mengatakan kebenaran pasti aneh sendiri, berbeda sendiri, lain daripada yang lain.
Cuplikan lagu Alan Walker yang berjudul Darkside di atas menjadi ide refleksi saya. Arti lirik tersebut adalah ajakan untuk meninggalkan cahaya (kebenaran) dan tinggal dalam sisi gelap kehidupan (kenyataan hidup). Percaya saja dengan semua kebohongan tanpa perlu menunggu kebenaran tiba, maka semua masalah kehidupan akan beres, persis dengan situasi manusia sekarang. Ajaran Yesus yang terdengar teralalu sulit untuk dilakukan karena konsekuensinya hidup kita akan selalu dihadapkan dengan cobaan dan tantangan. Mungkin banyak orang yang mencela orang Farisi dan membenarkan Yesus namun pada prakteknya lebih banyak dari mereka untuk menjalani hidup seperti orang Farisi daripada jalan kebenaran Yesus tetapi itu juga bagian dari manipulasi kebenaran. Semua manusia memiliki kehendak bebas untuk memilih cara hidupnya. Pertanyaannya jalan hidup mana yang kita pilih? Jalan termudah dengan meninggalkan cahaya dan tinggal dalam kegelapan seperti lagu Alan Walker atau jalan terjal menuju cahaya kebenaran Kristus? Ingat jawabannya bukan hanya sekedar kata-kata tetapi dari praktek hidup nyata. Amin