Kurang lebih dua ribu tahun yang lalu, telah terjadi suatu peristiwa besar yang pengaruhnya masih bisa dirasakan hingga saat ini. Peristiwa tersebut ialah peristiwa penyaliban terhadap Yesus dari Nazaret. Bagi orang Kristen, peristiwa ini diyakini sebagai suatu peristiwa besar dan riil. Akan tetapi, ada beberapa kelompok yang mengatakan bahwa Yesus tidak benar-benar mati di salib. Mana pendapat yang benar?
Benarkah Yesus Mati di Kayu Salib?
Sudah bukan rahasia lagi bahwa ada beberapa kelompok yang tidak percaya kepada keotentikan peristiwa kematian Yesus di salib. Umumnya, mereka percaya bahwa peristiwa penyaliban itu benar-benar ada. Namun, tentang Yesus yang benar-benar mati di salib inilah yang ditolak. Seringkali yang menjadi sumber penolakan ialah aliran “gnostisisme”. Gnostisisme merupakan suatu aliran yang meyakini bahwa manusia harus membebaskan diri dari berbagai bentuk keterikatan terhadap apa pun yang jasmani. Untuk membebaskan diri, manusia harus mencari pengetahuan (gnosis) yang benar (bdk. Magnis-Suseno, 2017:108).
Aliran gnostisisme muncul dalam berbagai bentuk. Salah satunya ialah “doketisme”. Doketisme adalah aliran yang menolak bahwa Sabda Allah betul-betul menjadi manusia, karena dianggap tidak pantas (Magnis-Suseno, 2017:108). Dengan demikian, aliran doketisme meyakini bahwa Yesus bukanlah manusia, melainkan roh. Yesus hanya kelihatan sebagai manusia. Maka, Yesus pasti tidak mati di kayu salib.
Selain aliran gnostisisme, penolakan terhadap kematian Yesus di kayu salib juga muncul di kalangan para teolog Islam. Umumnya, posisi Islam terekam dalam Q.S 4:157, yang terjemahannya kurang-lebih seperti ini, “Orang-orang Yahudi sebenarnya tidaklah membunuh dan menyalibkan Yesus melainkan tampak seolah demikian”. Kutipan ini mau mengatakan bahwa Yesus tidak benar-benar mati di salib. Dari pernyataan di atas, muncullah tiga (3) teori tafsir terhadap proses penyaliban di kalangan para teolog Islam (lih. https://bincangsyariah.com/khazanah/riwayat-penyaliban-yesus/). Berikut adalah tiga tafsir tersebut.
- Teori Substitusi
Dalam teori ini, diyakini bahwa Yesus tidak benar-benar disalibkan. Yang disalibkan ialah orang lain. Menurut berbagai pendapat, orang yang disalibkan ialah Yudas Iskariot, orang yang mengkhianati Yesus. Selain itu, sumber lain mengatakan bahwa yang sebenarnya disalibkan ialah Simon dari Kirene, orang yang membantu Yesus memikul salib. Menurut teori ini, peristiwa penyaliban memang suatu peristiwa yang riil atau benar-benar terjadi. Akan tetapi, orang yang disalibkan bukanlah Yesus, melainkan ada pribadi lain yang menggantikan Dia.
- Teori Pingsan (Swoon Theory)
Menurut teori ini, Yesus benar-benar mengalami peristiwa penyaliban. Namun, penyaliban itu tidak membuat Yesus sampai mati. Yesus hanya pingsan atau pura-pura mati. Maka, setelah tiga hari diletakkan di sebuah gua, Yesus sembuh dan bangkit. Yesus yang sembuh itu kemudian pergi menemui para muridnya di Galilea secara diam-diam karena takut bahwa identitas-Nya diketahui sehingga Dia nantinya bisa ditangkap lagi.
- Teori Mitraistik
Menurut teori ini, Yesus memang mati disalib dan bangkit. Setelah sekian lama, muncullah keyakinan di kalangan Kristen mengenai dosa asal yang hanya dapat ditebus lewat kematian Yesus di salib. Teori ini mengadopsi keyakinan agama mitraistik yang sangat dominan muncul di Kerajaan Romawi waktu itu. Menurut keyakinan agama mitraistik, ada suatu tradisi pengorbanan manusia sebagai penebusan dosa.
Demikianlah berbagai teori yang meragukan bahwa Yesus benar-benar mati di kayu salib.
Peristiwa Penyaliban Yesus Sebagai Suatu Peristiwa Historis Riil
Iman Katolik mengakui bahwa Yesus sungguh-sungguh merupakan seorang tokoh historis. Yesus benar-benar pernah ada di dunia ini. Dia pernah lahir, berkarya, wafat, dan bangkit kembali. Apa yang pernah diajarkan oleh Yesus sungguh merupakan sesuatu yang benar-benar riil adanya. Walaupun demikian, tidak sedikit juga orang yang beranggapan bahwa Yesus merupakan tokoh fiksi belaka. Lebih-lebih mereka mendasarkan argumentasi mereka pada suatu fakta bahwa Injil bukanlah buku sejarah, melainkan buku iman.
Kitab Suci (khususnya Injil) memang bukan buku sejarah, tetapi tidak berarti bahwa semua yang tertulis di dalamnya merupakan fiksi belaka. Kitab Suci juga memuat peristiwa-peristiwa yang sungguh benar-benar terjadi. Maka, Yesus bukanlah tokoh fiksi belaka. Dia adalah tokoh historis. Hal ini mencakup kebenaran akan kelahiran, hidup, karya, sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Yesus sungguh mengalami semua itu, secara khusus perihal sengsara dan wafat yang dialami-Nya. Pelbagai anggapan bahwa Yesus tidak mati di salib, bahwa orang yang mati di salib adalah orang lain, dll., tidak berdasarkan dokumen historis apa pun dan murni dibentuk karena mereka tidak mau menerima bahwa Yesus mati di salib (Magnis-Suseno, 2017:83). Peristiwa ini dapat dikonstruksi dari bingkai sejarah sekular. Yesus wafat pada masa pemerintahan procurator Pontius Pilatus yang menjadi penguasa wilayah Caesarea (Bala, 2018: 57).
Dari keempat Injil kita tahu bahwa Yesus ditangkap di taman Zaitun setelah merayakan perjamuan bersama kedua belas rasul. Di situ Ia ditangkap oleh serombongan petugas dan dibawa ke rumah Imam Agung (Magnis-Suseno, 2017:95). Setelah itu, Yesus di bawa ke pengadilan Pilatus. Walaupun tidak menemui kesalahan pada Yesus, Pilatus menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus. Setelah Yesus diadili, Yesus disesah, kemudian dipaksa memikul salib ke Golgota (Bala, 2018: 57). Sesampai-Nya di Golgota, Yesus disalibkan.
Penderitaan atau sengsara yang dialami Yesus sangat berat. Karena beratnya penderitaan tersebut, Yesus mengalami suatu kematian yang sangat cepat di kayu salib. Yesus sungguh cepat wafat di atas salib dikarenakan oleh perlakuan brutal yang diterima-Nya (Keene, 2007:124). Dari Injil Sinoptik kita tahu bahwa Yesus wafat setelah tergantung di salib selama enam jam. Bahkan, Pilatus menjadi heran atas peristiwa tersebut.
Injil-injil telah melukiskan bahwa Yesus sungguh mengalami suatu penderitaan yang hebat. Selain Injil-injil, data-data non-biblis juga menunjukkan bahwa Yesus wafat di salib, seperti yang dicatat oleh Yosefus dalam bukunya “Antiquates”. Kesaksian-kesaksian di ataslah yang mematahkan argumen-argumen yang menyangkal historisitas sengsara Yesus. Dalam hal ini, kita harus yakin dengan apa yang ditulis oleh Yohanes penginjil, “Dan orang yang melihat hal itu sendiri memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya” (Yoh 19:35).
Bagaimana Tanggapan Kita?
Ulasan dalam artikel sederhana ini memperlihatkan dua bentuk tanggapan terhadap peristiwa penyaliban Yesus. Dua tanggapan tersebut ialah menolak atau menerima. Manusia memiliki kemampuan akal budi untuk mempertimbangkan kedua jenis tanggapan tersebut. Manusia bebas memilih. Namun, hendaklah harus diakui bahwa untuk memahami peristiwa ini, manusia tidak dapat hanya mengandalkan akal budi semata. Hal ini harus diterangi oleh iman. Bukti biblis menunjukkan bahwa peristiwa ini sungguh benar-benar terjadi. Selain itu, banyak bukti non-biblis pun menunjukkan hal yang sama.
Sebagai penutup artikel ini, penulis mengutip kembali tulisan dari Rm. Magnis-Suseno, “Pelbagai anggapan bahwa Yesus tidak mati di salib, bahwa orang yang mati di salib adalah orang lain, dll., tidak berdasarkan dokumen historis apa pun dan murni dibentuk karena mereka tidak mau menerima bahwa Yesus mati di salib” (Suseno, 2017:83).
Daftar Rujukan
Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2013.
Bala, Kristoforus, SVD. Diktat Kristologi. Malang: STFT Widya Sasana, 2018.
https://bincangsyariah.com/khazanah/riwayat-penyaliban-yesus/, diakses tanggal 1 Desember 2020.
Keene, Michael. Yesus. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Magnis-Suseno, Frans. Katolik Itu Apa? Sosok-Ajaran-Kesaksiannya. Yogyakarta: Kanisius, 2017.
Salam Passio!
“SEMOGA SENGSARA YESUS SELALU HIDUP DI HATI KITA”