Suatu pembaharuan senantiasa disertai perubahan. Baik pembaharuan maupun perubahan itu baru dirasakan penting hanya ketika orientasi diarahkan pada pencapaian tujuan ke depan. Dalam hal ini, setiap perencanaan dan pelaksanaan sebelumnya dievaluasi dalam situasi terkini. Selanjutnya, meskipun yang menjadi perhatian adalah “cara lama” dalam evaluasi, tetapi yang perlu disasari benar adalah orientasi selanjutnya adalah untuk masa mendatang. Untuk itu, beberapa cara lama yang prinsipal dan tak bisa diperbaharui tetap digunakan sedangkan yang bersifat atribut, dapat ditanggalkan dengan catatan bahwa semangat yang terkandung didalamnya tetap dijaga.
Menarik bahwa perayaan Hari Raya Santo Paulus dari Salib tahun ini dikaitkan dengan tema pembaharuan hidup dalam Kristus tersalib. Bagi saya, ide ini adalah suatu bukti kemajuan dalam komunitas ini. Kesadaran bahwa suatu pembaharuan itu diperlukan sudah merupakan bukti bahwa kita sedang merasa kurang puas dengan “keadaan” yang sekarang. Hanya saja, kesadaran ini tidak boleh hanya berhenti di sini. Kesadaran terhadap kebutuhan pembaharuan hanyalah langkah pertama perubahan. Langkah yang kedua adalah harus ditetapkannya tujuan dari pembaharuan dan arah pembaharuan secara tegas. Pimpinan memegang peran krusial dalam hal ini dan untuk selanjutnya. Langkah yang ketiga adalah pembuktian awali melalui tindakan nyata. Suatu tindakan pertama yang mencerminkan perubahan itu mesti terjadi untuk membuka kesempatan bagi terjadinya tindakan lainnya.
Komunitas dalam menentukan tujuan dan arah pembaharuan mestinya telah mengevaluasi diri sebelum memutuskan terjadinya perubahan baik itu. Evaluasi ini harus terjadi dari dua sudut cara pandang yakni secara outcome maupun income. Outcome berarti mengevaluasi segala hal dari diri sendiri seperti halnya kelebihan anggota, kelemahannya, kesenjangan generasi dan pengaruhnya terhadap pelayanan. Income berarti evaluasi terhadap apa yang menghampiri seperti halnya perkembangan zaman yang mempengaruhi kebutuhan umat dan problem pastoral seperti apa yang mengena terhadap mereka. Terhadap kedua hal tersebut, maka pembaharuan yang akan datang adalah itu yang semakin memberikan ketegasan identitas dan spiritualitas kongregasi yang menampakkan wajah dan menjadi jantung hidup berkomunitas.
Pusat kehidupan kita adalah Kristus tersalib sehingga sudah seharusnya – kita yang terlahir baru berkat air dan darah dari lambung-Nya – senantiasa hidup dalam kebaharuan. Itu adalah idealnya jika kita senantiasa berada dalam keadaan rahmat. Kebutuhan untuk diadakannya pembaharuan sebenarnya bukanlah tuntutan pembaharuan rohani tetapi lebih kepada cara mengekspresikan apa yang rohani itu dalam hidup duniawi kita. Maksud saya ialah pembaharuan itu pada dasarnya tetap untuk membantu dan mendukung kehidupan rohani kita sebagai religius Pasionis yang hidup di dunia. Apa yang menjadi inspirasi dari olah kerohanian Bapa Pendiri itu yakni spiritualitas adalah hal yang tetap. Yang menjadi persoalan adalah manusia yang menjiwai spiritualitas itulah yang tidak tetap. Oleh karena itu akan menjadi lelucon jika yang menjadi patokan perubahan adalah “manusianya” dengan perbandingan antara yang dulu dan yang sekarang. Justru yang menyangkut “manusianya” itulah yang perlu perbaharui seturut spIritualitas dengan orientasi ke depan dan bukan ke belakang.
Hal-hal rohani itu pertama-tama adalah perkara rahmat baru kemudian usaha manusia. Sikap terhadap permbaharuan itu pertama-tama adalah dengan menerima perubahan itu sebagai karya Roh Kudus. Kongregasi atau secara lebih khusus komunitas hidup ditengah perubahan dan sangat tidak mungkin jika mngharapkan dunia yang merubah dirinya demi kita. Sebagai mana ajaran Gereja, kita harus meyakini bahwa kita dipimpin oleh Roh kudus yang adalah penggerak sejarah. Pembaharuan ada bukan untuk ditakuti apa lagi dipandang sebagai yang mengancam. Menurut saya, menyikapi pembaharuan dengan lebih fleksibel dan kreatif tanpa melanggar prinsip utama membuat kita selangkah berada di depan.
Pembaharuan sebenarnya juga adalah perkara kesiapan diri yang berpacu dengan waktu. Semakin lama kita menunda pembaharuan maka akan semakin sulit kita beradaptasi dengan semakin banyaknya perubahan yang memang tak terhentikan. Oleh karena itu sangat penting menerima pembaharuan itu dengan kesiapan yang memadai. Dengan berani melakukan pembaharuan maka kita melangkah dengan orientasi ke masa depan dan tidak lagi tertinggal terlalu jauh. Di akhir refleksi ini, perlulah dipahami benar bahwa perubahan itu adalah prinsip dari penciptaan. Untuk menghasilkan sesuatu kita harus bergerak bukannya diam. Memang perubahan tidak selalu menjamin kemajuan, tetapi kemajuan selalu dijamin oleh perubahan.
Salam Passio!