Pesan Kasih dari Salib - Renungan Hari Jumat Agung

Author | Jumat, 14 April 2017 09:58 | Dibaca : : 6422
Yesus mengambil pecahan-pecahan dari diri kita dan membuat kita menjadi sesuatu yang baru. Yesus mengambil pecahan-pecahan dari diri kita dan membuat kita menjadi sesuatu yang baru. Credit : Fr. Chris Monaghan,CP - Yarra Theology Union Melbourne.

Paus Fransiskus membuka secara resmi Tahun Kerahiman Ilahi bulan Desember 2015 lalu dengan kata-kata ini : “Yesus adalah Wajah Manusia dari Allah Yang Murah Hati.” Kata-kata ini juga meringkas misteri iman Kristen. Kebenaran Kristen yang paling mendasar terungkap secara jelas pada diri  Yesus yang memberikan hidup-Nya demi cinta dan kasih sayang-Nya kepada kita. Ini adalah pesan utama dari Injil Yohanes : Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia mengirim anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, bukan untuk menghakimi dunia melainkan supaya dunia selamat melalui Dia” (Bdk. Yohanes 3: 16-17).

Cinta dan kasih sayang yang begitu besar itulah yang kita rayakan pada hari ini. Jumat Agung begitu bermakna bagi kita sebagai orang Kristen, dan itu adalah jantung dari panggilan Pasionis. Pendiri Kongregasi Pasionis, Santo Paulus dari Salib menyatakan: “Salib Kristus adalah sebuah karya cinta, keajaiban dari sebuah cinta, karya paling agung dari cinta Allah, lautan terdalam kasih Allah, di mana kebajikan ditemukan, di mana seseorang dapat kehilangan dirinya dalam cinta dan penderitaan, cara yang paling menguntungkan meninggalkan dosa dan bertumbuh dalam kebajikan, dan kekudusan.”

Empat tahun lalu terjadi kecelakaan yang melibatkan sebuah kapal di sebuah daerah (maaf, demi menjaga privasi maka nama daerahnya tidak bisa kami sebutkan di sini). Kapal itu membawa tiga puluh orang yang baru saja menghadiri perayaan ekaristi pemberkatan sebuah Gereja baru. Sepuluh penumpang tewas. Salah satunya adalah seorang katekis yang selamat dari kecelakaan tetapi mengorbankan hidupnya sendiri untuk seorang imam muda yang bertugas di parokinya. Imam muda itu tidak bisa berenang dan ia tidak memiliki jaket pelampung. Melihat imam muda itu mulai tenggelam, katekis itu berenang ke arahnya dan memberikan jaket pelampungnya sendiri sehingga imam itu bisa memakainya sebagai gantinya. Pada saat itu gelombang susulan yang sangat kuat muncul dan menyeret katekis itu jauh dari imam itu. Ketika gelombang menyeretnya pergi, katekis itu berteriak kepada imam muda itu: "Pastor, kita akan bertemu lagi di surga!" Katekis itu tenggelam dan meninggal, sedangkan imam muda itu selamat.

Itu adalah sebuah tindakan heroik. Sebuah tindakan yang harus membuat imam muda itu selalu bersyukur! Katekis itu tidak terpusat pada dirinya sendiri. Seperti Yesus, pengorbanan tertinggi dirinya adalah memberikan hidupnya untuk keselamatan orang lain. Ini adalah pesan dari salib.

Kisah Sengsara Yesus yang kita dengar hari ini adalah salah satu kisah yang sangat saya suka  ketika saya masih kecil. Saya suka mendengar cerita luar biasa ini. Tetapi harus saya akui bahwa pada saat saya pertama kali mendengar itu saya percaya cerita itu hanya semacam dongeng yang dibuat untuk menghibur kami anak kecil. Sekarang saya percaya bahwa cerita ini dipenuhi dengan kebenaran dan kekuatan makna. Saya sekarang sadar bahwa ada banyak orang seperti katekis di atas yang hidup, bekerja, bersaksi dan mengorbankan segalanya untuk orang lain di paroki kita, di negara kita dan di seluruh dunia.

Sebagai tanda duka yang mendalam kita bersama atas kematian Yesus, tidak ada Ekaristi dirayakan hari ini. Sebagai gantinya, kita telah mendengarkan Kisah Sengsara dalam Injil Yohanes yang menyatakan begitu kuat dan meyakinkan bahwa kematian Yesus dengan semua rasa sakit dan siksaan, sebenarnya pertama-tama adalah tanda kasih Allah bagi dunia dan orang-orang di dunia ini. Seperti Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya pada Perjamuan Terakhir : “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13).

Yohanes 13:1 melukiskan lebih lanjut kasih itu untuk mengantar kita ke dalam Sengsara Yesus : Sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus tahu bahwa saat-Nya telah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Ia senantia mencintai murid-murid-Nya di dunia dan Ia mencintai mereka sampai akhir,”  dengan cinta tanpa batas.

Pada saat Yesus memberikan hidup-Nya, Ia berseru, “Sudah selesai.” Cinta dan kasih sayang yang telah membawa Yesus sebagai Sabda Kasih Allah kepada dunia diungkapkan dalam tindakan akhir dari cinta: memberi hidup bagi orang lain. Dalam pemberian diri yang total ini, Yesus menyelesaikan misi yang diberikan kepada-Nya oleh Bapa-Nya. Ini adalah jantung dari Injil dan di sini setiap murid Yesus dipanggil untuk meneladani hal ini.

Yesus mati dengan cinta dan kemurahan hati, dengan kasih sayang dan pengampunan di dalam hati-Nya. Bagaimana Dia meninggal adalah ringkasan dan puncak dari bagaimana Ia hidup. Bagaimana Dia meninggal adalah penyelesaian dan pemenuhan misi-Nya untuk mencintai, misi-Nya untuk membawa kasih Allah turun ke bumi, misi-Nya untuk membawa harapan kepada dunia. Misi-Nya tidak hanya untuk memberitahu semua orang bahwa Allah adalah kasih, tetapi juga untuk menunjukkan kepada semua orang puluhan cara yang berbeda, betapa nyata dan hangat, seberapa kuat dan konstan, bagaimana baik dan peduli, bagaimana sabar dan abadi kasih Allah bagi mereka!

Jadi, kisah sengsara Yesus adalah kisah cahaya yang bersinar dalam kegelapan, kebaikan yang menang atas kejahatan, cinta yang mengalahkan kebencian dan kebangkitan yang mengubah kematian dan kehancuran. Tidak heran, kemudian, St Paulus dari Salib, seperti yang saya sebutkan di awal refleksi kita, mewartakan bahwa ‘Sengsara Yesus adalah karya yang paling besar dari cinta kasih Allah’.

Kisah Sengsara adalah sebuah kepastian tentang kisah cinta abadi Yesus - mati untuk apa yang Dia percayai, mati untuk apa Ia hidupi, mati karena Ia telah menghidupi, mati dengan kata-kata kasih dan pengampunan di bibirnya. Hari ini kemenangan kebaikan-Nya atas kejahatan terus berlanjut di dalam diri Anda dan saya - berlangsung dalam siapa kita, apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan.

Mengakhiri refleksi ini saya memberikan penjelasan tentang dua gambar yang saya tampilkan dalam artikel ini untuk memperkuat permenungan kita. Saya tampilkan kembali dalam bentuk thumbnail dibawah ini. Silahkan di-klik untuk memperbesar gambar.

Gambar pertama saya ambil tahun lalu di Biara Pasionis di Sydney. Gambar itu dibuat oleh Pastor Chris Monaghan, CP, seorang Doktor Kitab Suci dan Rektor Yarra Theology Union di Melbourne. Ia membuatnya dari potongan-potongan pecahan kaca. Gambar ini menyoroti bagaimana Kisah Sengsara Yesus adalah Kisah tentang Kasih Allah bagi kita. Kita menyadari bahwa kita semua lemah, tetapi dalam tangan kasih Allah kita semua kuat. Cinta dan kasih Allah terus mengangkat kita ketika kita jatuh. Sungguh diberkati dan beruntungnya kita! Yesus mengambil pecahan-pecahan dari diri kita dan membuat kita menjadi sesuatu yang baru.

Gambar kedua adalah “Gadis dengan Balon Berbentuk Hati Berwarna Merah” yang dibuat oleh Banksy, seorang seniman grafiti terkenal. Kita melihat bahwa balon berbentuk hati berwarna merah itu terbang menjauh dari gadis kecil itu. Ini menggambarkan situasi di banyak bagian dari dunia kita saat ini, di mana sebuah hati, mimpi, aspirasi, harapan dan cinta terbang menjauh dari kita. Tetapi Banksy menyiratkan bahwa bagi “Gadis dengan Balon Merah” itu "selalu ada harapan". Baginya balon itu tidak akan pergi terlalu jauh.

Jadi, bagi kita gambar ini mengaskan bawa Kisah Sengsara Yesus adalah Kisah Tuhan yang selalu memberi harapan untuk dunia. Dalam setiap kesedihan, kesulitan, atau tindakan kejam kekerasan, kita diingatkan melalui salib, bahwa rasa sakit kita juga adalah rasa sakit Allah. Jumat Agung mengingatkan kita bahwa tidak ada rasa sakit, tidak ada kesedihan, tidak ada penyiksaan, tidak ada penderitaan yang akan mengalahkan kita. Salib berdiri sebagai tanda bahwa kesengsaraan kita dapat menjadi bekas luka penyembuhan yang membawa kehidupan kepada orang lain. Ini adalah hadiah Yesus yang diberikan kepada kita masing-masing.

Hari ini kita mengenang kematian-Nya; tetapi keyakinan terdalam kita adalah bahwa Allah yang adalah Hidup ingin terus hidup dalam diri kita dan melalui kita, dan ini akan terus terjadi, hanya karena kasih Allah telah dicurahkan ke atas kita dalam pengorbanan Yesus Kristus, akan selalu menjadi sumber terbesar kita dalam berharap. Harapan untuk diri kita sendiri dan untuk seluruh dunia bahwa Allah mengasihi kita!

Salam Passion.

“Semoga Sengsara Yesus Kristus Selalu Hidup di Hati Kita”

P.Avensius Rosis,CP

Ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Pasionis pada 18 Agustus 2009 di Gereja Katedral Jakarta. Februari 2016 - Juli 2017 berada di Melbourne, Australia. Sekarang bertugas mendampingi para Novis Pasionis di Biara Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita, Batu, Malang. | Profil Selengkapnya

www.gemapasionis.org | Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Leave a comment