MEWARTAKAN SENGSARA YESUS DI ERA MULTIMEDIA (Refleksi Teologis dan Relevansinya Menurut St. Paulus dari Salib)

Author Fr. Krisantus Murdiono, CP | Selasa, 03 November 2020 09:53 | Dibaca : : 2051
MEWARTAKAN SENGSARA YESUS DI ERA MULTIMEDIA (Refleksi Teologis dan Relevansinya Menurut St. Paulus dari Salib)

1. Pengantar

Kongregasi Pasionis yang dengan rahmat Allah didirikan untuk menyandang Sengsara Yesus sebagai semangat hidup bersama. Semangat hidup yang berlandaskan sengsara bukanlah perkara mudah. Semangat ini merupakan pedoman arah dan sumber dari segala rahmat. Sebab kehadiran Yesus ke dunia yang membawa keselamatan dari Allah melimpahkan rahmat-Nya melalui perjalanan sengsara dan wafat di kayu salib.

Dalam regula tak henti-hentinya St. Paulus dari Salib menghimbau agar setiap religius Pasionis sungguh mewartakan dan mendorong seluruh umat beriman untuk merenungkan misteri sengsara dan wafat Yesus dengan penuh iman.[1] Hal ini ingin menegaskan bahwa sengsara Yesus bukan hanya semangat bagi para religius Pasionis melainkan realitas konkrit kehidupan umat di zaman ini.

Oleh sebab itu peran serta para religius Pasionis sangat diharapkan. Mereka diharapkan untuk mampu memberikan peneguhan dan kekuatan agar seluruh umat dapat melihat misteri sengsara dunia ini seperti sengsara Yesus yang menyelamatkan.

Dalam karya tulis ini penulis akan membagikan pandangan dan refleksi tentang mewartakan sengsara Yesus di era multimedia ini. Ada pun karya tulis ini disusun sebagai berikut: (1) Pengantar, (2) Mewartakan sengsara Yesus di era multimedia, (3) Refleksi Kritis dan relevansinya (4) Penutup.

2. Mewartakan Sengsara Yesus

Dalam refleksinya St. Paulus dari Salib mengatakan :

 

“hendaklah kamu lahir kembali dalam sabda ilahi yang menjadi manusia, supaya mereka menjadi pekerja yang giat di kebun anggur Tuhan dan nafiri nyaring untuk mewartakan kepada seluruh dunia cinta kasih tak terbatas Yesus Kristus yang dinyatakan kepada kita terutama dalam Sengsara dan wafat-Nya”.[2]

Pernyataan ini merupakan himbauan bagi para religius Pasionis agar menyadari rahmat Allah yang melimpah dalam diri mereka. Ketika mereka hadir dan menyandang nama tersuci Yesus dengan sendirinya mereka akan mengemban tugas suci untuk mewartakan sengsara Yesus ke seluruh dunia. Allah mempunyai ladang dan kebun anggur yang tidak terbilang jumlahnya. Tetapi pekerja untuk menyadap semuanya itu sedikit. Maka dari itu, bagi mereka yang dengan rendah hati mau bekerja dengan-Nya akan menerima rahmat yang berlimpah. Rahmat itu bukan hanya diberikan kepada para pekerja melainkan bagi hasil tuaian. Sebab tuaian yang berhasil tidak lepas dari campur tangan Allah sebagai yang empunya tuaian.

Dalam memaknai dan mewartakan sengsara bukan semata-mata tugas para religius Pasionis. Meskipun para religius Pasionis secara sah dari tahta suci menyandang sengsara Yesus sebagai semangat hidup. Akan tetapi sengsara Yesus sangat terbuka bagi Gereja universal. Gereja juga memiliki tugas yang sama dalam mewartakan sengsara Yesus hanya saja porsinya yang berbeda. Hal itu ditegaskan oleh Clement XIV:

mereka dengan pewartaan dan teladannya berusaha untuk mendorong dan menyalakan semua orang Kristiani akan kesatuan dengan kesengsaraan Kristus.[3]

Para religius Pasionis memang hidup dan berpedoman dengan sengsara Yesus. Paus Pius VI juga mendesak agar mereka menjalankan aktivitas di atas sesuai dengan regula tarekat, sebab Gereja telah mempercayakan pengikut St. Paulus dari Salib ini untuk menanamkan cinta Kasih Kristus dalam sengsara-Nya.[4]

St. Paulus dari Salib melihat sengsara ini sebagai obat yang menyembuhkan luka-luka jiwa yang tidak tersentuh. Obat yang ia maksudkan ialah ketika seseorang mampu menyerahkan diri secara total dalam sengsara Yesus niscaya ia akan memperoleh rahmat kesembuhan. Sengsara ini secara fisik memang tidak menyenangkan. Namun dalam hal ini seluruh umat diajak untuk melihatnya dalam kaca mata iman. Sebab Yesus tidak menawarkan bentuknya, tetapi Dia memberikan isinya. Hal ini ia lakukan agar seluruh dapat berpartisipasi dalam sengsara-Nya yang menyelamatkan.

Sengsara Yesus adalah karya cinta kasih. Mujizat dari segala mujizat. Keajaiban dari segala keajaiban. Sengsara itu menjadi inti dari hidup dan segala kerasulannya. Sengsara itulah yang memberi inspirasi untuk hidup dan kegiatan kerasulan. Adapun waktu itu St. Paulus dari Salib menggunakan beberapa model pewartaan seperti: misi populer, surat, retret dan pemberian sakramen tobat.[5] Semua model ini tidak pernah terlepas dari makna sengsara Yesus Kristus. Dengan cara yang sedemikian rupa ia memberi isi dan pengertian yang berbeda. Melalui cara tersebut ia yakin bahwa banyak jiwa yang diselamatkan.

Pewartaan ini bersumber langsung dari Yesus tersalib. Paulus dari Salib mencoba menyederhanakan makna yang tersirat di dalamnya. Dengan cara tersebut pewartaan yang diberikannya menghasilkan buah. Kendati demikian perlu disadari bahwa tahun dan zaman tidak lagi sama. Pewartaan sengsara ini harus dipahami dan disederhanakan sesuai dengan zaman yang berkembang. Jika tidak pewartaan tersebut mandek dan tidak menyentuh kebutuhan umat zaman ini. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi religius Pasionis.

Arus modernisasi dan kemajuan zaman menjadi tantangan baru bagi para religius Pasionis. Dalam hal ini para Pasionis harus melek teknologi. Aturan dan batasan dalam penggunaan alat-alat komunikasi perlu dibenahi. Hal ini dilakukan dalam usaha pewartaan sengsara di era multimedia dan teknologi. Pewartaan ini akan berhasil bila para pewarta mampu menguasai sarana yang digunakan.

3. Refleksi Teologis Sengsara Yesus di Era Multimedia

Di era multimedia dan kemajuan teknologi ini memberikan dampak yang signifikan dalam pewartaan. Khususnya dalam pewartaan sengsara Yesus oleh para religius Pasionis. Meskipun menyandang sengsara Yesus sebagai inti pewartaan, namun hal itu bukan berarti membatasi penggunaan teknologi. Justru sarana yang diberikan zaman sudah sangat sederhana dan mudah. Sebab manusia zaman ini tidak pernah lepas dari sosial media. Secara tidak langsung dunia menawarkan sarana yang lebih tepat dengan kebutuhan umat zaman ini. Sebab Allah tidak pernah secara eksplisit melarang segala macam sarana pewartaan keselamatan-Nya.

Para pewarta sengsara harus lebih terbuka lagi dengan sarana yang ditawarkan dunia. Sebab pewartaan sengsara zaman ini akan lebih relevan apabila para pewarta menggunakan sarana teknologi dengan penuh tanggung jawab. Pewartaan sengsara itu dapat menyentuh umat apabila para religius Pasionis memahami kebutuhan zaman ini. Teknologi dan multimedia merupakan sarana. Dalam hal ini sarana tidak pernah mengubah isi pewartaan. Sengsara Yesus tetaplah sengsara yang menyelamatkan. Hanya saja sengsara itu dimodifikasi dengan tampilan yang lebih kekinian. Tujuannya agar nilai yang disampaikan sungguh-sungguh menyentuh umat.

 4. Penutup

Pewartaan sengsara Yesus adalah inti pokok dari kerasulan St. Paulus dari Salib. Sebab Bunda Maria Tersuci memberikan kepercayaan kepadanya untuk mendirikan tarekat yang secara khusus menyandang nama sengsara Yesus sebagai semangat hidup. Pewartaan ini pada dasarnya merupakan tugas seluruh umat. Tetapi kehadiran para religius Pasionis sangat diperlukan untuk menjelaskan dan menyederhanakan makna sengsara tersebut supaya umat dapat mengerti dengan baik. Kemajuan teknologi di era multimedia ini menuntut agar para Pasionis mampu menyesuaikan pewartaan sengsara dengan kebutuhan zaman.

 

Daftar Pustaka

Antonelli, Gabriel. Paulus dari Salib dan Model Pewartaannya dalam Crucis edisi 2. Th. 1 Agustus. Malang: Lumen Christi, 1994.

Marzialli, Carlo. Regula, Konstitusi dan Statuta Umum Kongregasi Pasionis. Jakarta: Vikariat Regional Jendral “Ratu Damai”. 1990.

____________. Panggilan Pasionis: kharisma Paulus dari Salib. Malang: Dioma, 1990.

 

[1] Carlo Marzialli, Regula, Konstitusi dan Statuta Umum Kongregasi Pasionis. Jakarta: Vikariat Regional Jendral “Ratu Damai”, 1990, 33.

[2] Carlo Marzialli, Panggilan Pasionis: kharisma Paulus dari Salib. Malang: Dioma, 1990, 12.

[3] Marzialli, Panggilan Pasionis…, 18.

[4] Ibid.

[5] Gabriel Antonelli, Paulus dari Salib dan Model Pewartaannya dalam Crucis edisi 2. Th. 1 Agustus. Malang: Lumen Christi, 1994, 21.

 

Salam Passio!

 

"SEMOGA SENGSARA YESUS SELALU HIDUP DI HATI KITA"

 

Leave a comment