Injil hari Senin Pekan Suci ini diambil dari Injil Yohanes 12: 1-11 yang menyampaikan kepada kita kisah menarik tentang pengurapan Yesus oleh Maria di Betania. Enam hari sebelum hari raya Paskah, Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk pergi makan malam di rumah sahabat-sahabat-Nya tercinta Lazarus, Maria dan Marta. Ketika mereka sedang makan, Maria mengambil sebotol minyak yang sangat mahal dan mengurapi kaki Yesus dan mengeringkannya dengan rambutnya, sebagai tanda cintanya yang mendalam kepada Sang Guru dan Sahabatnya. Aroma minyak semerbak memenuhi rumah itu. Tetapi Yudas Iskariot memprotes dan menyindir tindakan itu dan berkata alangkah baiknya jika minyak narwastu itu dijual dan hasilnya diberikan kepada orang miskin.
Yesus melihat makna yang lebih dalam dari apa yang dilakukan Maria : “Biarkan dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada-Mu.”
Maria menyadari bahwa kematian Yesus telah mendekat dan dia melakukan pengurapan ini sebagai tanda cintanya yang abadi kepada sang guru dan sahabatnya. Tentu Maria telah membicarakan hal ini bersama dengan saudaranya Lazarus dan saudarinya Martha. Maka tindakan ini menjadi bentuk dukungan kepada Sang Guru dan sahabat mereka pada saat-saat terakhir kebersamaan mereka sebelum penderitaan berat harus Ia alami.
Sinisme Yudas si pengkhianat dan ancaman dari para pemimpin agama Yahudi merupakan catatan mengerikan dalam Pekan Suci ini, namun cinta penuh kasih yang ditunjukkan oleh sahabat-sahabat-Nya tercinta Lazarus, Maria dan Marta harus lebih bergema untuk kita selama pekan suci, pekan penuh cinta ini.
Gema tindakan cinta Lazarus, Maria dan Marta mengundang kita mengisi pekan suci, pekan cinta ini untuk mengasihi Yesus dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan” (bdk. Mrk. 12:30). Dan gema kata-kata Yesus : “Orang-orang miskin selalu ada padamu” mengajak kita untuk meningkatkan perbuatan baik kita dan berbelarasa dengan sesama serta memperlakukan mereka seperti kita memperlakukan diri kita sendiri.
Mungkin kita berpikir sangat susah atau tidak mudah mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan; dan tidak mudah mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri sendiri. Sebagai manusia pikiran seperti itu adalah wajar. Namun, kita tidak perlu berkecil hati, sebab Tuhan akan menyempurnakan yang kurang dari usaha kita dalam mengasihi-Nya dan sesama. Yang terpenting bagi kita saat ini adalah melakukan apa yang terbaik yang bisa kita lakukan dan memberikan yang terbaik yang bisa kita berikan kepada Tuhan dan sesama. Sebab mengasihi Tuhan dan sesama dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan berarti mengasihi dengan segala milik kita dan dengan segenap keberadaan kita. Segalanya…
Salam Passion!