Pengalaman hidup manusia dibagi menjadi 2 yaitu Kebahagiaan dan penderitaan. Kedua pengalaman ini sifatnya mutlak, pasti ada dan nyata, karena itulah dinamika kehidupan manusia. Terkadang kedua bagian tersebut dapat kita analogikan dengan rasa manis dan pahit. Manis itu sukacita dan pahit itu penderitaan. Bagian pahit yang adalah penderitaan inilah yang selalu dihindari karena tidak mengenakan bagi semua orang tanpa terkecuali.
Berbicara mengenai penderitaan, pada umumnya penderitaan itu selalu dicap orang sebagai sebuah kesialan, kutukan atau Azab. Penderitaan yang kerap kita rasakan, entah itu bersifat permanen (cacat), dari alam dan yang terakhir mungkin disebabkan oleh orang lain dan bisa jadi disebabkan oleh diri kita sendiri. Kerapkali membuat kita lepas kendali karena tertekan oleh situasi yang tidak mengenakan atau tertekan oleh emosi itu dan dapat membuat kita “lupa daratan” sehingga kita menghujat Tuhan dengan anggapan serta beberapa pertanyaan seperti “Dimana Tuhan, saat saya menderita?, “Kenapa Tuhan tidak menolong saya?” Atau Kenapa Tuhan tidak menolong saya disaat saya mengalami penderitaan?”. Asumsi-asumsi dan pertanyan seperti itu kerap muncul dari orang-orang yang sedang mengalami kesusahan dan penderitaan. Namun, apakah kita pernah berpikir dan dan bertanya “apakah ada sesuatu di balik penderitaan tersebut?” atau “apakah Allah mempunyai rencana di balik penderitaan yang saya hadapi?”
Sebagai orang yang beriman, dalam menjawab beberapa pertanyaan tersebut kita bisa bercermin kepada salah satu tokoh dalam Kitab Suci yaitu Ayub. Kita tahu bahwa dalam Kitab Suci, Ayub adalah seorang yang bijaksana dan ia juga disebut sebagai seorang hamba Allah yang setia. Kesetiaan dan kepatuhannya pada Allah inilah yang membuat imannya diuji oleh Allah melalui iblis. Melalui iblis inilah, Ayub mendapat cobaan yang begitu besar, mulai dari kematian seluruh anaknya, kekayaannya yang hancur serta penyakit yang menimpanya. Dalam cobaan yang begitu besar ini tidak membuat iman Ayub luntur. Sebaliknya iman Ayub akan Tuhan semakin teguh sesuai dengan perkataannya: “Tuhan yang telah memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan! (Bdk. Ayb 1:21-22) Ketaatan dan imannya yang besar membuat Ayub berhasil menghadapi cobaan dari Allah melalui penderitaan yang diberikan kepadanya dan berkat kesetiaan dan iman yang kuat dalam menghadapi cobaan itu pula membuat Allah mengaruniakan rahmat yang besar melalui pemulihan dalam hidupnya dengan memberikan kepada ayub dua kali lipat segala kepunyaannya yang dahulu (Bdk. Ayb 42:7-17).
Pengalaman iman yang Ayub rasakan tentunya menjadi sebuah jawaban atas pertanyaan kita selama ini akan arti sebuah penderitaan, bahwa ada rencana Allah yang Ia kerjakan dalam diri kita. Dengan kata lain, Allah mau membuat kita paham dan sadar supaya kita terus berefleksi dan terus membaharui diri menjadi lebih baik, melalui cobaan berupa penderitaan. Cobaan dan ujian yang Allah berikan kepada kita mau menjadikan kita sebagai “Ayub-Ayub” lain yang selalu dikuatkan dalam iman serta ditumbuhkan dalam kebijaksanaan agar mampu menghadapi segala persoalan dalam hidup kita, serta agar kita selalu peka melihat makna dibalik sesuatu yang “Pahit”, yang mungkin ada “manis” dibaliknya. Kemampuan itulah yang dapat membuat kita percaya kepada Allah yang selalu hadir dalam hidup kita terutama dalam setiap situasi yang kita hadapi entah itu suka atau duka nestapa yang melanda hidup kita. Yakin dan percaya bahwa Yesus hadir dan menyejarah dalam hidup secara khusus dalam setiap penderitaan kita.
Salam Passio!
“SEMOGA SENGSARA YESUS SELALU HIDUP DI HATI KITA”