1. Dominikus Barberi : Artinya bagi Kita Dewasa Ini
Dominikus Barberi adalah seorang pribadi yang sederhana dan saleh. Seorang yang sederhana dan saleh biasanya memiliki komitmen hidup yang kuat dan utuh. Dominikus berdiri di atas kedua fondasi itu. Dia menghidupi kedua dasar itu dan hal itu tampak dari hidup dan karya kerasulannya. Dominikus lahir di Viterbo, Italia Tengah, pada tanggal 22 Juni 1792, dari keluarga petani miskin. Ayahnya Giusppe Barberi seorang Italia tulen, ibunya Maria Antonia Pacelli adalah seorang wanita yang saleh (Marziali, 1988:3). Pada usia 11 tahun ayahnya meninggal dunia. Lalu ia dibesarkan di bawah asuhan ibunya. Ibu Maria Antonia berusaha keras mendidik anak-anaknya dalam ketakutan suci akan Allah, dalam hormat akan benda suci, dalam kebencian akan segala dosa dan terutama akan kebaktian kepada Bunda Maria. Ia selalu berdoa rosario bersama ibunya.
Air mata kedukaan kembali mengalir dan membasahi pipi Dominikus, tidak lama setelah ayahnya meninggal, ibunya juga meninggal dalam rentan waktu yang relatif singkat. Kini ia menjadi yatim piatu. Boleh dikatakan telanjang bulat tanpa sesuatu untuk hidup. Untung kemudian pamannya bersedia menerima dan membesarkannya.
Sepintas kita soroti riwayat hidup Dominikus Barberi dan kita lihat bahwa masa mudanya sudah menunjukkan tanda nilai-nilai yang akan memberikan arti kepada kehidupannya kelak. Dalam teladan ibunya ia dapat melihat apa artinya mengurbankan segala sesuatu demi cinta. Kemiskinan keluarganya menunjukkan bahwa harta berkelimpahan tidak menjamin cinta dan kebahagiaan. Namun, penderitaan dan jerih payah yang dia alami akibat kemelaratan membuat dia peka akan penderitaan yang dialami oleh orang lain dan siap sedia untuk meringankan beban hidup dan nasib mereka di mana ia mampu.
Ibunya bersikap saleh, taat, tekun dan sederhana. Dominikus mewarisi sikap-sikap seperti itu sepanjang hidupnya, khususnya sikap bakti kepada Maria (Marziali, 1988:13). Kasih sayang yang secara khusus ia pelajari dari ibunya, menjadi sikap tetap dalam perhatiannya untuk orang lain. Ia berani berkurban untuk studi dalam hidupnya, mulai masa mudanya di Viterbo sampai masa-masa terakhir hidupnya di London, Inggris. Cinta yang mendalam akan Allah dan sesama merupakan suatu sifat khusus yang mewarnai seluruh hidup Dominikus Barberi dan itu pula yang menghiasi seluruh karya kerasulannya. Kemiskinan, kasih, kesalehan, studi dan cinta mendalam itu merupakan bagian-bagian tetap dari hidup Dominikus.
Dari pribadi Dominikus yang paling menonjol ialah kesederhanaan hidupnya. Kita bisa belajar dari padanya untuk hidup sederhana, apa adanya. Namun, pada kenyataannya dewasa ini kita hidup di zaman materialisme, konsumerisme dan hedonisme (Broeckx, 1981:41). Oleh kebanyakan orang, pengikraran kaul kemiskinan merupakan suatu kebodohan atau kegilaan. Menurut mereka, orang yang tidak mau kaya adalah orang bodoh atau gila. Masih adakah dewasa ini orang yang bersedia dianggap bodoh atau gila demi Kerajaan Allah, sama seperti Dominikus?
Beato Dominikus Barberi telah memberikan teladan kepada kita bahwa hidup miskin atau sederhana tidak berarti menolak barang-barang duniawi atau bersikap acuh tak acuh terhadap harta, barang dan uang. Apa arti hidup sederhana menurut Beato Dominikus Barberi? Di sini kami tidak memberikan definisi hidup sederhana tapi sebuah refleksi yang harus terus menerus direfleksikan oleh seorang religius. Menurut Dominikus dengan hidup miskin atau sederhana, orang tetap memberi tempat kepada barang-barang duniawi tersebut. Dengan bersikap lepas bebas namun tidak terikat pada materi berupa uang dan barang seorang religius menyatakan nilai relatif dari harta, benda dan uang yang sering menghalangi seorang religius untuk mengabdi Allah dengan sepenuh hati. Sebaiknya sebagai seorang religius kita mesti berprinsip seperti Rasul Paulus, “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah!”
Sebagai seorang manusia biasa yang rapuh dan lemah, Dominikus dan kita tidak dapat lari dan mengingkari dorongan dan kecenderungan hatinya untuk menikmati barang-barang duniawi. Karena itu, kita yang memilih untuk hidup miskin atau sederhana harus senantiasa sadar, bahwa pilihan hidup ini sesungguhnya tidak mudah untuk dijalani. Jika tidak hati-hati kita dapat saja melanggar kaul yang telah kita ucapkan dan terseret oleh badai dan gelombang laut yang ganas berupa dorongan dan kecenderungan hati untuk menikmati barang-barang duniawi, sehingga akhirnya kita jatuh dan terseret oleh gelombang kehidupan yang meruntuhkan fondasi dan pegangan hidup kita sebagai seorang religius. Kita juga tetap berpegang teguh pada ketiga fondasi ini, yaitu tetap setia pada kewajiban-kewajiban kita sebagai seorang religius, jujur dan memelihara semangat doa agar kita tetap berakan dalam iman (Silvestrelli, 1995:20). Supaya kita tetap bertahan terus hidup miskin dan sederhana, kita harus hidup jujur dan rendah hati sembari mempersatukan diri dengan Tuhan, sumber kekuatan dan tujuan hidup kita.
2. Masa Muda Dominikus Barberi
Jika kita memperhatikan drama seorang pemuda yang menghadapi pilihan antara panggilan Tuhan untuk membiara dan tuntutan hati manusiawi, hati kita merasa tersentuh, melihat bahwa orang-orang kudus lahir tidak kudus tetapi menjadi kudus. Di dalam diri Dominikus ada pertentangan, ada pergulatan, pertarungan sengit melawan godaan, ada kontradiksi namun ada juga kebaikan serta kekurangan. Seperti pada diri kita masing-masing! Kalau dia berhasil mengapa kita tidak?
Dominikus hampir kehilangan “haluan.” Pada waktu itu ia berumur kurang lebih 18 tahun. Hidupnya cukup sembrono. Memang benar ia menerima sakramen-sakramen, mengaku dosa dan menerima komuni setidak-tidaknya sekali sebulan. Tetapi kesemuanya itu ia lakukan, boleh dikatakan karena kebiasaan belaka. Ditambah lagi Dominikus memiliki seorang kekasih, ini sangat berpengaruh dengan panggilannya, tetapi Allah telah terlebih dahulu menangkapnya.
Pada suatu hari Dominikus berbicara dengan kekasihnya dan mereka sepakat agar keesokan harinya Dominikus datang menuai di ladangnya, kemudian tinggal beberapa hari bersama-sama dan mereka dapat bercakap-cakap panjang lebar. Sorenya ia pergi tidur sambil menghayalkan maksud itu (Marziali, 1988:36). Dalam mimpi ia melihat seseorang mendekatnya, yang menyuruh Dominikus mendekati dia. Dominikus mengerti dengan baik bahwa orang itu adalah malaikat pelindung dalam rupa manusia. Kemudian malaikat itu membawa Dominikus ke lembah yang tandus dan mengerikan. Dominikus menanyakan apa nama tempat itu dan malaikat itu menjawab, “ ini neraka. Ini tempat yang tersedia untukmu, kalau kamu masih menolak panggilan Allah dan tidak memutuskan untuk meninggalkan sama sekali berhala yang jahat itu!” (Marziali, 1988:37).
Mulai saat itu Dominikus memikirkan sungguh-sungguh untuk memutuskan hubungan dengan kekasihnya. Tetapi ia telah terlanjur berjanji untuk berada bersama kekasihnya esok hari. Namun, begitu akhirnya ia sampai pada keputusan untuk meninggalkan kekasihnya Dominikus berkata kepada dirinya sendiri, “hari ini saya akan pergi untuk menuai sambil menyatakan kepadanya hendaklah ia mengurus dirinya sendiri dan jangan memikirkan saya lagi karena saya pun tidak lagi memikirkannya!” Rasanya tidak ada keputusan yang lebih bodoh dari pada itu. Maka hati Dominikus masih terus buta sehingga ia tidak dapat melihat apa yang mungkin dilihat oleh seorang buta sekalipun, yaitu dengan pergi menemui sang pujaan hati, berarti ia akan berbuat kebalikan dari apa yang pernah ia janjikan.
Memang begitulah adanya. Dominikus pergi menuai dengan kekasihnya dan mereka tinggal bersama-sama dua-tiga hari. Pada kesempatan itu bukannya mengatakan kepada sang pujaan hati agar jangan lagi memikirkannya, tetapi ia justru mengulang janji-janjinya dulu (Marziali, 1988:38). Dominikus mengatakan bahwa tidak akan pernah meninggalkan kekasihnya. Inikah hasil yang dia peroleh dari melihat neraka dalam mimpi itu? Dapatkah dibayangkan bahwa kekerasan hati lebih tegar terhadap panggilan ilahi?
Namun mimpi itu selalu menggelisahkan hatinya sehingga ia tidak melihat jalan keluar. Akhirnya rahmat memberikan dorongan yang terakhir dengan mempergunakan rasa hormat manusiawi kepada abangnya. Tidak dapat dibayangkan betapa berat dan hebatnya pertentangan yang ia alami! Persendian tangan dan kakinya bergetar dan rasanya ia hampir tidak dapat berdiri!
Sejak itu ia mulai lebih bisa menguasai diri. Memang nyala cinta kasih ada tapi tidak sekuat dulu. Dominikus masih datang berbicara dengan kekasihnya, tetapi ia juga mulai berani berlaku kasar di depan kekasihnya dan menyatakan terus terang bahwa ia akan memutuskan hubungan dengan sang pujaan hati.
Dominikus mohon agar Tuhan memutuskan sama sekali rantai-rantai yang keras itu (Marziali, 1988:40). Dengan pertolongan-Nya semua dapat menjadi ringan. Ia lebih banyak berdoa. Di situ ia tidak lagi mengalami pertentangan yang sangat hebat seperti yang pernah ia alami sebelumnya. Bahkan Tuhan mulai memberinya kenikmatan rohani! Supaya oleh karena tertarik pada kenikmatan itu yang melebihi nikmatnya anggur cinta duniawi, Dominikus dapat melepaskan diri dan menyatukan diri dengan Allah.
3. Mengenal Kongregasi Pasionis dan Karya Kerasulan
Benih panggilan itu tumbuh ketika Dominikus mengaku dosa kepada salah seorang Pater Pasionis. Berkat bimbingan dan nasihat baik yang ia terima, Dominikus merasa diselamatkan dan dituntun menuju sebuah cahaya terang. Sisi lain yang juga mempengaruhi panggilan Dominikus ialah abangnya yang sangat baik hati dan kemudian juga menjadi Bruder Pasionis.
Pada bulan Oktober 1814 di Biara Santa Maria di Pugliano memulai masa novisiat sebagai bruder. Beberapa bulan kemudian tanpa permintaannya Dominikus dimasukan diantara para Frater calon imam. Ia menyelesaikan studinya di Biara Presentazione di Monte Argentaro, kemudian pindah ke Roma di Biara Santi Giovanni e Paolo (Marziali, 1988:64).
Dominikus Barberi di tahbiskan menjadi imam pasionis pada tanggal 1 Maret 1819. Selama 10 tahun mengajar Teologi dan Filsafat di Biara Santi Giovanni e Paolo. Di sana ia menulis satu naskah tentang Teologi, satu naskah Filsafat, riwayat hidup beberapa Frater dan pelbagai tulisan untuk membela kebenaran iman.
Pada tanggal 27 Juni 1831 di pindahkan ke Lucca di Biara De L’Angelo dan menjabat sebagai superior. Ia juga memberi retret untuk umat, para imam dan komunitas-komunitas religius. Tanggal 26 April 1833 dipilih sebagai Provinsial untuk propinsi Addolorata. Di samping mengadakan kunjungan-kunjungan resmi ke Biara yang berbeda dalam pelayanannya, ia juga mengadakan hari-hari misi kepada umat dan retret untuk para imam dan suster. Tanggal 16 April 1840 sekali lagi dipilih sebagai Provinsial (Marziali, 1988:65).
Dominikus dari Bunda Allah memimpin sekelompok pasionis dan mulai mendirikan rumah Kongregasi di Ere (Tournai) Belgia pada tanggal 24 Mei 1840, lalu menyebarkan kongregasi itu ke Belanda dan Prancis (Marziali, 1988:15).
Pada tahun 1841 ia bertolak ke Inggris dan memulai berdirinya Kongregasi Pasionis di Kerajaan itu. Tugas Dominikus sebagai rasul ialah melanjutkan misi dan karya Yesus. Melanjutkan karya dan misi Yesus berarti menyerukan pertobatan dan mewartakan Injil “Kabar Sukacita”. Sebagaimana yang dilakukan oleh Dominikus, ia merasul dengan semangat berkobar-kobar sehingga membuat orang dari agama yang berbeda tertarik mendengarkan pewartaannya dan banyak dari mereka bertobat dan masuk Katolik karena pewartaan Dominikus terlebih-lebih karena cara hidupnya yang suci. Di Aston Hall, menerima pertobatan Doct. Dalgairns yang menjadi Katolik, tanggal 9 Oktober di Littlemore di Oxford menerima pertobatan John Henry Newman yang kemudian menjadi Kardinal Gereja Katolik, bersama dengan dia banyak dosen lain yang menjadi pengikutnya (Marziali, 1988:66). Kerajaan Allah itu bisa dialami hanya kalau orang bertobat. Bertobat merupakan tuntutan dasar untuk menerima Kerajaan Allah.
Tugas yang mulia ini Dominikus laksanakan dengan sikap penuh iman dan penyerahan diri yang utuh kepada Allah. Keamanan dan kepastian hidup seorang utusan terdapat pada Allah dan bukan pada barang-barang. Ketidaktergantungan kepada kebutuhan duniawi membuat pikiran kita terarah hanya pada Allah Soli Deo dan kemanapun seorang utusan pergi kita membawa damai. Kita harus selalu menghormati mereka yang menerima dan tidak boleh membawa beban kepada mereka. Hal serupa yang dilakukan oleh Dominikus saat mengembalakan “kawanan domba” di Inggris. Dominikus telah mewariskan kepada kita pengikut St. Paulus dari Salib agar dalam pewartaan kita senantiasa membawa damai dan cinta. Inilah suatu teladan yang sangat baik dari Beato Dominikus. Kita perlu melaksanakan hal tersebut di manapun kita berada dan bertugas di kampung-kampung, di kota ataupun saat menjadi misionaris di negara lain dan menjadi pembina para seminaris atau para Frater dan Bruder. Kita perlu membawa damai dan cinta. Agar pewartaan dan pelayanan kita dijiwai semangat Kristus.
4. Pribadinya yang Utuh
Dominikus mencapai tujuannya ketika ia terjun dalam kesibukan, pergulatan, pengalaman dengan memikul banyak tugas dan tanggung jawab di bidang misioner dan pendidikan. Bahkan di antara para pelayan purna waktu, imam, biarawan atau awam, hanya sedikitlah yang mempunyai sekian banyak tanggung jawab seperti Dominikus. Misionaris, pelayanan sebagai imam, penulis naskah Teologi dan Filsafat, pemimpin, provinsial dan pembimbing. Karya yang penuh tanggung jawab ini tidak sungguh-sungguh menghalangi orang melibatkan diri dengan segenap hati untuk berkembang dalam hidup doa. Meditasi sengsara Yesus tidak boleh dipisahkan dari hidup sehari-hari dan tidak berkembang dari dalam hidup yang kering dan kosong (Disma, 1994:33). Hidup Dominikus yang penuh kesibukan memberikan suatu dasar unggul bagi doa yang mendalam.
Dominikus adalah seorang pengajar sekaligus pengarang yang menakjubkan, karena kemampuannya yang tinggi untuk mengungkapkan pandangan dan tuntutannya. Jadi, ia menantang orang lain, tetapi ia menunjukkan juga langkah konkret yang perlu untuk mencapai puncaknya. Karangannya berupa naskah-naskah teologi dan filsafat, beserta pelbagai tulisan untuk membela kebenaran iman. Karangan yang dapat memperkokoh fondasi iman umat Kristiani.
Dominikus adalah seorang gembala rohani yang patut diperhatikan oleh generasi “zaman now”. Di dalam Gereja sesudah Konsili Vatikan II orang begitu banyakl berselisih di bidang Teologi tentang berbagai pandangan mengenai lambang-lambang, tata-kuasa, tata-ibadat, bangunan Gereja, tata cara hidup membiara dan soal-soal kecil hidup religius (KGK, 1991). Sedikit saja orang membahas soal-soal hakiki. Kita bahkan mengalami skisma tentang hal-hal lahiriah. Berkali-kali Dominikus mengingatkan kita bahwa halangan utama hingga di bidang keagamaan, karena orang melekat pada hal-hal tertentu, dengan menipu diri dan mengira bahwa soal-soal kecil yang bersifat lahiriah termasuk hal hakiki iman Kristiani.
Cara Dominikus berhadapan dengan orang yang mewakili pejabat Gereja, Raja atau pimpinan Kongregasi bersama dengan cara ia melakukan penegasan yang cermat dalam hal-hal kritis dalam hidupnya sendiri atau dalam hidup orang lain memperlihatkan bahwa ia bukan orang fundamentalis mengenai sumber kekuatan keagamaan manapun. Ia tidak memutlakan struktur kekuasaan, ataupun pengalaman. Ia pandai menafsirkan Kitab Suci. Ia rendah hati, tetapi mandiri dan sederhana. Ia taat, tetapi merasa ikut bertanggung jawab. Ia berakar dalam iman dan tekun dalam doa dan devosi kepada Bunda Maria.
Dominikus adalah seorang pribadi yang utuh dalam panggilan kristianinya menghabiskan seluruh hidupnya. Ia sepenuhnya memberikan diri untuk memenuhi panggilannya. Kepada orang kristen zaman ini, Dominikus menunjukkan apa yang sebenarnya merupakan konsekuensi kesetiaan dari cinta yang utuh, penuh, total dan mendalam. Dominikus tidak dimanjakan dari segi keenakan agama. Ia tidak tertekan oleh tugas perutusan sebagai seorang misionaris di Inggris. Ia mencapai keagungan dan sebagai seorang kudus, ia memanggil kita para pasionis muda khususnya untuk menempuh jalan yang telah ia tempuh.
5. Setia Sampai Akhir Hayat
Fenomena yang terjadi di dunia ini ada kelahiran, ada kematian. Dalam hidup manusia ada suka, ada duka, ada canda dan tawa, ada waktunya gembira dan manakala sedih. Hal demikian pun terjadi dalam kehidupan Dominikus. Pada tanggal 27 Agustus 1849 di dalam kereta api yang membawanya ke Biara Woodchester, ia terkena serangan jantung dan meninggal di suatu ruang Railway Tawaer di Reading, dekat London. Jenazahnya di bawa ke Aston Hall lalu dari sana ke biara Sutin, tempat peristirahatannya yang terakhir sampai sekarang (Marziali, 1988:66).
Pada tanggal 27 Oktober 1963 diresmikan menjadi Beato oleh Paus Paulus VI. Dua buah Gereja disebut dengan namanya, yaitu Sutton dan Littlemore di Oxford. Sebagai lambang penghormatan atas jasa-jasanya (Marziali, 1988:66).
Sumber Bacaan
- Alkitab Deuterokanonika, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2009.
- Broeckx, P.M. Rambu-Rambu dalam Biara. Ende: Nusa Indah, 1981.
- Embuiru, Herman. Katekismus Gereja Katolik. Jakarta: Obor, 1991.
- Gionnoti, Disma. Kebijaksanaan Salib Menurut St. Paulus dari Salib. Malang: Dioma, 1994.
- Marziali, Carlo. Album Keluarga Pasionis. Malang: Dioma, 1987.
- Marziali, Carlo. terj,. Riwayat Hidup Singkat Beato Dominikus Barberi. Yogyakarta: Kanisius, 1995.
- Silvestrelli, Bernardus. M. Percakapan-Percakapan Rohani Untuk Keperluan Para Novis, terj. P. Carlo Marziali. Malang: Dioma, 1995.
Salam Passion!!!
“Semoga Sengsara Yesus Kristus Selalu Hidup di Hati Kita”