Yesus Kristus, Tuhan kita mati di kayu salib untuk menebus kita dan menyelamatkan kita dari hukuman akibat dosa-dosa kita. Seperti yang tercatat dalam Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, Yesus diejek, dicemooh dan disiksa di gedung pengadilan. Ia membawa salib-Nya melewati Via Dolorosa di Yerusalem ke Kalvari, dipaku di kayu Salib dan tergantung di antara dua penjahat. Ia mengalami penderitaan yang tak terlukiskan sampai akhir.
Gereja Katolik secara khusus mengenang peristiwa itu pada hari Jumat Agung dan selama Pekan Suci. Renungan tentang penderitaan Yesus juga terus bergema selama masa Prapaskah. Satu dari banyak peristiwa dalam hidup Yesus yang dapat kita renungkan dalam masa prapaskah ini sebagai persiapan kita menyosong pekan suci adalah Tujuh Kata-Kata (Sabda) Yesus di kayu salib. Ketujuh Sabda Yesus di salib itu sangat kuat dan sarat dengan makna.
Dalam tujuh Kata-kata terakhir Yesus kita menemukan contoh abadi tentang bagaimana kita harus berpikir, bertindak dan hidup. Ketujuh Sabda itu adalah :
- "Ya Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan” (Lukas 23:34)
- “Sesungguhnya, hari ini juga kamu akan bersama Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43),
- “Ibu, inilah anakmu!” – “Inilah ibumu!” (Yohanes 19:26-27),
- “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46; Markus 15:34),
- “Aku haus!” (Yohanes 19:28),
- “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Lukas 23:46),
- “Sudah selesai” (Yohanes 19:30).
Pada kesempatan ini saya mengajak saudara-saudari untuk merenungkan Sabda pertama Yesus, "Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan" (Lukas 23:34).
Kata-kata pertama Yesus dari salib adalah tentang pengampunan "Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan" (Lukas 23:34). Kata-kata ini menyadarkan kita akan arti penderitaan Yesus dan itulah titik akhir dari salib, setelah semua yang terjadi. Yesus mati supaya dosa-dosa kita diampuni, supaya kita diperdamaikan dengan Allah untuk selama-lamanya.
Yesus, dari salib-Nya melihat ke bawah ke kerumunan orang banyak di puncak Kalvari. Ia melihat para prajurit yang telah mengejek, mencambuk, menyiksa dan yang baru saja memaku-Nya pada kayu salib. Yesus mungkin mengingat mereka yang telah memvonis-Nya - Kayafas dan para Imam Besar Sanhedrin, Pilatus yang menyadari bahwa tuntutan terhadap diri-Nya keluar dari iri hati, namun tak berdaya karena takut kehilangan jabatan, para Rasul dan sahabat yang telah meninggalkan Dia, Petrus yang telah menyangkal Dia tiga kali dan orang banyak yang hanya beberapa hari sebelumnya memuji-muji Dia di pintu masuk kota Yerusalem, dan kemudian hari memilih menyalibkan Dia dan membebaskan Barabas. Yesus juga memikirkan kita, yang kadang-kadang atau sering melupakan Dia dalam hidup kita.
Pada puncak penderitaan fisik-Nya, ketika harus bergulat dengan maut, pada saat-saat terakhir-Nya di bumi, cinta-Nya semakin berkobar-kobar pada kita, Ia meminta Bapa-Nya untuk mengampuni kita dan sekali lagi mengajar kita tentang pengampunan sejati. Dia menegaskan kembali apa yang pernah Ia ajarkan tentang pengampunan. Ketika mengajar murid-murid-Nya berdoa Yesus berbicara tentang pengampunan, "Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami" (Matius 6:12). Ketika ditanya Petrus tentang berapa kali harus memaafkan seseorang, Yesus menjawab tujuh puluh kali tujuh kali (Matius 18: 21-22). Ketika Perjamuan Malam Terakhir, Yesus berkata kepada para murid-Nya : "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa" (Matius 26: 27-28). Ketika orang banyak membawa kepada-Nya seorang perempuan yang tertangkap basah berbuat zinah dan hendak dirajam, Yesus mengampuni dan membebaskan perempuan itu dari hukuman akibat dosanya (Yohanes 8: 1-11).
Pengampunan Allah melalui Kristus tentu tidak datang hanya untuk mereka yang tidak tahu apa yang mereka lakukan ketika mereka berbuat dosa. Dalam rahmat Allah, kita menerima pengampunan-Nya bahkan ketika kita melakukan apa yang kita tahu salah. Allah memilih untuk menghapus dosa-dosa kita, bukan karena jasa-jasa kita atau karena kita telah berusaha keras untuk menebus dosa-dosa kita, tetapi karena Ia adalah Allah yang Mahakasih, yang mengasihi kita dengan kasih yang selalu baru di setiap hari.
Kata-kata Yesus, "Bapa, ampunilah mereka," menunjukkan betapa besar cinta-Nya kepada kita. Dalam penderitaan yang begitu berat dan saat kematian yang kian mendekat, terucap sepatah kata doa untuk pengampunan atas dosa-dosa kita. Itulah kasih Allah pada kita. Itulah kasih Yesus untuk kita. Kita harus percaya bahwa Allah mencintai kita. Ia adalah Bapa yang senantiasa menanti kembalinya kita, anaknya yang hilang. Ia adalah Bapa yang senantiasa bergerak mencari kita, dombanya yang hilang. Panggilan kita adalah menjadi seperti anak yang hilang yang mau membuka hati untuk kembali kepada Bapa atau seperti domba yang hilang yang mau ditemukan oleh Sang Gembala sejati. Allah itu murah hati kepada kita dan kasih-Nya tak terbatas. Namun, kasih Allah itu tidak murahan. Kasih Allah menuntut juga dari kita kerendahan hati dan kesediaan untuk bertindak menanggapi kasih itu. Diperlukan usaha dari pihak kita untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan bertobat. Sebab, "… jika kita mengaku dosa kita kepada-Nya, maka Ia yang adalah setia dan adil, akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan" (1 Yohanes 1: 9). Dengan demikian, kita bebas untuk mendekati singgasana kasih karunia Allah dengan kebutuhan dan keprihatinan kita.
Kata-kata Yesus ini juga adalah ajakan dan panggilan bagi kita untuk menciptakan kehidupan yang damai dengan saling memaafkan dan saling mengampuni. Yesus menegaskan kembali mengenai pengampunan ini setelah kebangkitan-Nya. Ketika Ia menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, setelah menyampaikan salam “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yohanes 20:20), Ia meneruskan dengan berkata: "Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada" (Yohanes 20: 22-23). Yesus menekankan pentingnya pengampunan, sebab damai lahir dari pengampunan dan pengampunan menciptakan damai di hati dan dalam kehidupan bersama.
Mengampuni sesama yang bersalah kepada kita adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah. Kita menyaksikan begitu banyak pertengkaran dalam rumah tangga, retaknya hubungan antar-pribadi dalam komunitas, hilangnya persahabatan dan pecahnya perang antar-kelompok, etnis, suku dan bangsa karena balas dendam dan sulitnya mengampuni. Sebagai orang kristen kita dipanggil untuk merenungkan, menghayati dan melaksanakan panggilan Tuhan untuk saling mengampuni. Sebab, saling mengampuni adalah salah satu wujud dari iman dan kasih kita kepada Tuhan dan sesama. Pengalaman membuktikan bahwa pengampunan yang tulus akan membebaskan kita. Pengampunan membebaskan kita dari masa lalu yang buruk dan membuka ruang di jiwa kita untuk kehidupan yang baru. Sebuah istilah dalam Bahasa Inggris berkata ”to forgive is to forget”, artinya ”mengampuni adalah melupakan.” Itu berarti untuk dapat mengampuni kita harus siap melupakan masa lalu yang buruk dan bergerak maju memulai perjalanan baru, perjalanan membawa damai.
Masa Prapaskah adalah masa tobat. Mengampuni sesama yang bersalah kepada kita adalah juga salah satu bentuk pertobatan. Marilah kita saling mengampuni agar tercipta sukacita dan damai sejahtera di hati dan dalam kehidupan bersama.