Salam passion dan salam persaudaraan buat sahabat-sahabatku, para pencinta Kristus Tersalib!
Dengan penuh rasa syukur, hari ini saya ingin membagikan sebuah refleksi sebagai bekal tambahan bagi kita dalam menjalani masa prapaskah, masa puasa, masa tobat, masa doa, masa amal dan masa retret agung. Refleksi ini terdiri atas dua bagian, pertama, tentang makna hari rabu abu, yang bermaksud menambah pengertian kita tentang hari yang istimewa dalam kalender liturgi kita ini; kedua, merenungkan makna hari rabu abu sebagai pembuka masa retret agung Prapaskah, yang membantu mengarahkan kita untuk memahami hal-hal dasar yang harus kita isi selama masa ini. Semoga dapat menginspirasi kita untuk lebih memahami dan menghargai kebaikan Tuhan yang senantiasa mengasihi kita dan selalu memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat dan kembali kepada-Nya. Selamat menikmati!
Makna Hari Rabu Abu
Rabu Abu adalah salah satu hari suci yang sangat populer dan penting dalam kalender liturgi kita. Seperti yang kita telah ketahui bersama bahwa Rabu Abu membuka Prapaskah, masa puasa, masa tobat dan doa.
Rabu Abu berlangsung 46 hari sebelum Minggu Paskah dan terutama dijalankan oleh umat Katolik (meskipun banyak orang Kristen lainnya menjalankannya juga).
Rabu Abu berasal dari tradisi Yahudi kuno sebagai hari penebusan dosa dan puasa. Praktek ini mencakup penaburan/memakai abu di kepala. Abu melambangkan debu yang dipakai Tuhan ketika membentuk kita (manusia), seperti yang imam katakan ketika menandai dahi umat : "Ingatlah bahwa engkau adalah debu, dan engkau akan kembali menjadi debu." Atau sebagai alternatif imam dapat berkata, "Bertobatlah dan percayalah kepada Injil."
Abu juga melambangkan duka, dalam hal ini, kesedihan bahwa kita telah berdosa dan berakibat jauh atau terpisah dari Allah.
Tulisan-tulisan dan tradisi Gereja juga menjelaskan penerimaan abu sebagai tanda penebusan dosa. Imam memberkati abu dalam Misa dan semua umat diundang untuk menerima abu sebagai simbol yang kelihatan dari penebusan dosa. Bahkan umat non-Kristen dan yang dikucilkan diperbolehkan untuk menerima abu. Umat kristen yang telah melakukan kesalahan berat harus menjalani upacara penebusan dosa publik. Pada hari Rabu Abu, Uskup memberkati pakaian kabung yang akan mereka pakai selama empat puluh hari penebusan dosa, dan ke atas mereka ditaburi abu. Sementara itu, umat beriman yang lain mendaraskan Tujuh Mazmur Tobat. Para pendosa itu tidak memasuki gereja lagi sampai hari Kamis Putih setelah menerima sakramen rekonsiliasi dan absolusi sakramental.
Abu berasal dari daun palma dalam perayaan Minggu Palma di tahun sebelumnya yang dibakar dan kemudian diberkati. Abu melambangkan penebusan dosa dan penyesalan. Abu mengingatkan kita bahwa Allah adalah pengasih dan penyayang kepada kita yang siang malam berseru kepada-Nya dengan hati yang bertobat.
Penting untuk diingat bahwa Rabu Abu adalah hari doa, tobat dan puasa. Beberapa umat beriman memilih mengambil sisa hari libur kerja mereka untuk tinggal di rumah. Beberapa umat memilih untuk hanya menikmati makanan seadanya di rumah dan tidak mencari makan di luar rumah, memilih untuk tidak pergi berbelanja, atau untuk pergi di tempat umum setelah menerima abu. Pesta atau perayaan lahiriah pada hari ini sangat tidak pantas. Semua umat diharapkan untuk memilih berpuasa sesuai dengan anjuran Gereja. Anak-anak kecil, orang tua dan orang sakit dibebaskan dari kewajiban ini.
Kita tidak perlu memakai abu sepanjang hari ini, kita dapat membersihkannya setelah Misa. Namun, beberapa orang tetap tidak membersihkan abu sebagai pengingat sampai malam hari, dan itu boleh dilakukan.
Baru-baru ini, di beberapa tempat di luar negeri ada gerakan dari Kristen non-Katolik untuk memberikan abu kepada umat yang berada di tempat-tempat umum. Hal ini tentu tidak dianggap salah, namun untuk Gereja Katolik masih harus menerima abu dalam konteks Misa atau Ibadat Sabda jika tidak ada imam (seperti yang berlaku di daerah pedalaman karena kekurangan imam).
Dalam beberapa kasus, abu dapat diberikan oleh seorang imam atau anggota keluarga kepada mereka yang sakit atau yang tidak dapat ke Gereja karena usia lanjut (tentu tetap harus sesuai dengan kebijakan pastoral yang berlaku di wilayah (Keuskupan) itu).
Merenungkan Makna Hari Rabu Abu Sebagai Pembuka Masa Prapaskah
Hari ini Rabu Abu, hari yang sangat penting yang menandai awal masa puasa suci. Kita memulai masa tobat Prapaskah di hari ini, yang disediakan oleh Gereja untuk mempersiapkan kita dalam menyambut Pekan Suci, peristiwa yang sangat penting dan yang menjadi pusat dari iman kita. Itulah alasan mengapa kita menghabiskan seluruh masa empat puluh hari untuk mempersiapkan diri dengan baik untuk merayakan kesempatan penuh khidmat itu.
Prapaskah adalah masa untuk pembaharuan, rekonsiliasi dan penemuan kembali jati diri kita sendiri. Ini adalah waktu yang mengingatkan kita akan perjalanan yang orang-orang Israel tempuh di padang gurun selama empat puluh tahun, sebagai penebusan dari dosa-dosa mereka dan dari semua ketidaktaatan mereka terhadap Allah. Kita menghabiskan empat puluh hari Prapaskah untuk mengenang peristiwa ini, mengingat dosa dan kejahatan kita, yang telah membuat kita terpisah dari Tuhan.
Masa Prapaskah juga merupakan saat persiapan, seperti Yesus menghabiskan empat puluh hari di padang gurun sebelum Ia secara resmi memulai pelayanan-Nya di dunia ini. Dia berpuasa selama empat puluh hari, digoda oleh iblis dan bertahan melewati godaan itu, dan setelah itu mulai pekerjaan baik yang Allah telah percayakan kepada-Nya. Kita mempersiapkan diri di dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, dalam daging kita dan dalam seluruh keberadaan kita sehingga kita siap untuk dengan penuh hikmat merayakan sukacita Paskah.
Hari ini, masing-masing dan setiap orang dari kita, dari kaum awam hingga para imam, dari anak-anak hingga orang yang tertua di antara kita, dan bahkan untuk para penguasa dan raja-raja, dan para uskup dan Paus, menerima abu yang diberkati di dahi kita atau di kepala kita, sebagai simbol pertobatan dan penyesalan di hadapan Allah, mengakui secara terbuka di hadapan umum bahwa kita semua adalah orang berdosa tanpa kecuali, dan bahwa kita ingin melakukan sesuatu atas dosa-dosa kita.
Mari kita merenungkan kata-kata yang imam ucapkan ketika menandai dahi kita dengan abu yang diberkati, supaya kita selalu ingat bahwa kita semua adalah debu dan kita akan kembali menjadi debu. Ini adalah pengingat bagi kita bahwa tidak peduli seberapa besar kita dalam hidup ini, berapa banyak kekayaan yang telah kita kumpulkan dan peroleh, dan tidak peduli apa posisi kita dalam masyarakat, ketenaran, kecerdasan dan semua kebesaran serta kemuliaan yang kita miliki dalam kehidupan ini, kita semua hanya manusia biasa, penuh dengan dosa dan kegelapan di hadapan Allah.
Sejak zaman Adam, manusia pertama, yang telah dibuat Allah dari debu menjadi ciptaan yang paling dicintai-Nya sendiri, diukir menurut gambar-Nya, manusia telah mendapat berkat kehidupan dari Allah. Namun, manusia, kita, telah berdosa dan tidak taat pada Allah, dan karena itu, kita menderita dan mengalami kematian sebagai konsekuensi dari dosa-dosa kita. Ini berarti bahwa tubuh duniawi kita yang terbuat dari bumi akan kembali ke bumi, dan kita semua akan menghadapi kematian sebagai akhir dari keberadaan kita di dunia.
Namun, Allah mengasihi masing-masing dan setiap orang dari kita. Allah telah mengasihi kita semua sejak awal penciptaan, meskipun kita telah berdosa terhadap-Nya dan tidak taat kepada-Nya dan kepada perintah-Nya. Allah memilih untuk tidak membinasakan kita meskipun Ia mampu melakukannya. Allah memilih untuk tidak menghancurkan kita meskipun Ia memang mampu melakukannya. Ia memilih untuk mengasihi kita. Ia memberi kita kesempatan demi kesempatan untuk bertobat dan menerima tawaran belas kasihan-Nya.
Allah bersedia mengampuni kita, karena Ia melihat di dalam diri kita siapa kita sebenarnya, ciptaan yang dikasihi-Nya, yang sayangnya sering dirusak oleh kegelapan dosa, oleh ketidaktaatan dan ketidakpatuhan kita. Sehingga abu juga merupakan pengingat betapa telah berdosanya kita dan pengingat untuk kematian yang kita alami karena dosa itu. Ini adalah pengingat bahwa karena dosa, kita telah dibuat menjadi makhluk fana yang tunduk pada penderitaan dan kematian.
Ketika kita mengingat hal ini, penting dan perlu bagi kita semua untuk menyadari bahwa selama kita masih menarik nafas di dunia ini, tidak pernah terlalu terlambat bagi kita untuk berpaling dari dosa kita, untuk berubah dan mentransformasikan diri dalam sikap dan tindakan kita, bertobat dan berlaku benar di hadapan Allah. Allah selalu bersedia untuk memberi kita kesempatan untuk bertobat dan kembali kepada-Nya.
Marilah kita mengarahkan hati kita, pikiran kita dan seluruh diri kita menuju Tuhan. Mari kita menyerahkan diri kita kepada-Nya dan memusatkan semua perhatian kita selama masa suci ini kepada belaskasihan-Nya. Semoga kita semua memiliki masa Prapaskah yang menghasilkan buah, yang diisi dengan pertobatan dan keinginan yang tulus untuk mengasihi dan melayani Tuhan. Semoga Tuhan mendengar doa-doa kita dan semoga Ia menguatkan kita semua dalam iman.
Semoga Ia memberkati dan selalu menyertai kita dalam masa suci, masa penuh rahmat ini. Amin.