Mencintai Tanpa Sekat

  • Refleksi Minggu Biasa VII 24 Februari 2019
Author | Minggu, 24 Februari 2019 20:23 | Dibaca : : 2890
Ilustrasi Ilustrasi

Bacaan Injil : Lukas 6: 27-38

Kita adalah pengikut Yesus. Ia telah menetapkan standar untuk perilaku kita menjadi setinggi mungkin (Lukas 6: 27-38). Ia berkata, cintailah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka yang membenci kamu. Berdoalah bagi mereka yang memperlakukan kamu dengan buruk. Jangan membalas. Jangan mengutuk. Perlakukan orang lain seperti kamu ingin mereka memperlakukanmu. Ini adalah Hukum Emas, yang menggerakkan kita untuk menjadi penyayang, pemaaf, murah hati dan baik hati.

Yesus sendiri melakukan apa yang dikatakan-Nya. Ia mempraktekkan apa yang Ia khotbahkan. Ia menyambut dan memaafkan wanita yang memiliki nama buruk di sebuah kota (Luk 7: 47-49). Ia menyembuhkan telinga salah satu dari mereka yang menangkap-Nya (Luk 22:51). Di kayu salib Ia berdoa bagi para algojo agar diampuni (Luk 23:14). Ia mengajar kita untuk berdoa memohon pengampunan atas dosa kita sendiri, dan untuk siap memaafkan orang yang bersalah kepada kita (Luk 11: 4). Singkatnya, Yesus menunjukkan teladan dengan membalas kejahatan dengan kebaikan.

Berabad-abad sebelum Yesus, salah satu leluhurnya, Daud, menunjukkan hal serupa yakni kemurahan hati terhadap saingannya yang cemburu, Raja Saul (seperti yang kita dengarkan dalam Bacaan Pertama hari ini). Daud menolak untuk menyakiti raja, karena Saul telah dipilih oleh Tuhan untuk memimpin bangsa Israel, dan Daud menyerahkan nasib Saul kepada Tuhan.

Sepanjang sejarah ada banyak orang lain telah mempraktekkan belas kasihan, kebaikan, dan kedermawanan seperti itu.

Pada akhir Perang Dunia Kedua, ketika kamp kematian Nazi Ravensbruck dibebaskan, doa pada secarik kertas kotor ditemukan pada tubuh seorang anak yang sudah mati. Inilah yang dikatakan: Ya Tuhan, ingatlah bukan hanya pria dan wanita yang memiliki niat baik, tetapi juga mereka yang memiliki niat buruk. Tetapi jangan ingat semua penderitaan yang telah mereka timpakan kepada kami; ingatlah buah yang kami dapatkan, ingatlah syukur kami atas penderitaan ini, syukur kami atas persahabatan, kesetiaan, kerendahan hati, keberanian, kemurahan hati, dan kebesaran hati yang telah tumbuh dalam diri kami karena penderitaan yang mereka timpakan kepada kami. Semoga ketika mereka sampai pada penghakiman, biarlah semua kesalahan kami telah menjadi pengampunan atas mereka. AMIN.

Seorang Suster mengumpulkan uang untuk orang miskin di daerah yang anti-Katolik di Amerika. Setelah berbicara, seorang lelaki tua yang tampak lembut berjalan menghampirinya. Mengharapkan donasi Suster itu mengulurkan tangannya. Namun, laki-laki itu meludahinya. Dengan dingin Suster itu menyeka tangannya, mengulurkannya lagi, dan berkata kepadanya, "Baiklah, itu untukku. Sekarang, apa yang Engkau miliki untuk orang miskin Kristus?” 

Pada tahun 1989 di San Salvador, enam imam Yesuit, pembantu rumah tangga mereka dan putrinya, dibunuh. Pada Hari Semua Orang Kudus, keluarga dan teman mereka berkumpul di Gereja untuk meratapi kehilangan mereka dengan doa. Mereka melukis nama-nama korban di atas kartu, mengelilingi nama-nama itu  dengan bunga-bunga, dan meletakkan kartu-kartu itu di atas altar. Satu dari kartu-kartu doa itu tidak ada bunga-bunga. Tetapi bertuliskan: "Untuk musuh kita." Kemudian, seorang pria berbicara untuk menjelaskan tulisan pada kartu itu: “Karena kita adalah orang Kristen, kita percaya bahwa musuh kita seharusnya di altar juga. Meskipun mereka membunuh kita, mereka tetap adalah saudara kita.”

Pada 13 Mei 1981 Mehmet Ali Agca, bermaksud untuk membunuh, menembak dan melukai Paus Yohanes Paulus II di Lapangan Santo Petrus. Setelah kesembuhannya, Paus pergi ke penjara dan maafkan penyerangnya itu.

Di Filipina, seorang wanita muda bernama Maria diperintah oleh atasannya untuk bekerja di sebuah rumah bagi anak-anak lelaki tunawisma. Dia diminta untuk mewawancarai tiga dari empat puluh bocah yang ada di sana. Setelah satu jam dia kembali ke atasannya, terlihat sangat kacau dan tertekan. Ia bercerita bahwa bocah pertama yang dia wawancarai berkata bahwa tidak mungkin lagi bersatu dengan ayahnya sebab ayahnya berada di penjara karena pembunuhan. Atasannya menjelaskan bahwa beberapa anak laki-laki ada di jalanan karena orang tua mereka dipenjara. Ia berkata demikian agar Maria tidak larut dalam kekesalannya. Namun, Maria melanjutkan, "Ya, tetapi saya baru tahu bahwa pria yang dibunuh ayahnya adalah ayahku sendiri." Atasannya sangat terkejut karena hal itu. Setelah beberapa saat ia berkata kepada Maria: “Baiklah, Anda bisa meninggalkan bocah itu dengan beban kasusnya. Anda bisa pindah ke anak lain.”  Tetapi Maria berdiri tegak dan berkata: "Saya seorang pekerja sosial, dan saya juga seorang Kristen. Bukan kesalahan anak itu, melainkan kesalahan Ayahnya yang membunuh ayahku. Saya akan membantu anak itu sebanyak yang saya bisa."

Mengapa Yesus mengajarkan dan mengharapkan kebaikan dan belas kasihan seperti itu? Dengan sederhana Ia berkata: ‘Bermurah hatilah sama seperti Bapamu adalah murah hati (ayat.36).’ Ini adalah tentang meniru Tuhan, bertindak seperti Tuhan. Jadi, apa pun yang dilakukan orang lain kepada kita, kita tidak boleh mencari cara untuk membalas dengan menghancurkan mereka. Namun, mencintai tidak sama dengan menyukai. Menyukai adalah tentang bagaimana kita merasa, dan kita tidak memiliki kendali atas perasaan kita. Tetapi kita mempunyai kontrol atas bagaimana kita bertindak. Jadi, kata Yesus, jangan melakukan kejahatan, jangan membahayakan sesamamu, termasuk mereka yang layak mendapatkannya. Cintailah seperti Tuhan. Gantilah kegelapan mereka dengan cahayamu.

Mencintai seperti itu tidak mudah. Ini sangat bertentangan dengan naluri dasar manusia, yakni keinginan untuk membalas dendam, dan praduga bahwa orang lain akan terus berkembang dalam kejahatan jika tidak dibalas sebagai bentuk pelajaran. Tetapi dengan rahmat Tuhan untuk membantu kita, meski tidak mudah, tetap saja hal itu akan mungkin. Semua itu adalah demi kepentingan kita sendiri. Orang yang membenci adalah orang yang sedang dalam kesakitan dan kebutuhan besar. Dalam buku “Cara Memaafkan Mantan Suami”, Marcia Hootman dan Patt Perkins menyoroti energi dan uang yang sangat besar yang beberapa wanita habiskan untuk membalas dendam dengan mantan suami mereka, dan bagaimana mereka melukai diri mereka sendiri jauh lebih banyak dengan kemarahan mereka daripada dengan apa yang mereka dapatkan dari mantan pasangan mereka.

Rahasia sukses untuk menghidupi dengan baik ajaran Yesus yang sangat menantang ini tentu saja adalah doa. Marilah kita mengakhiri refleksi ini dengan mengatakan: ‘Tuhan yang Mahabaik dan murah hati, hanya dengan bantuan rahmat-Mu kami dapat mencintai seperti Engkau. Berikan kami kekuatan untuk mengatasi kemarahan dengan cinta, keburukan dengan keindahan, dan kejahatan dengan kebaikan. AMIN.'

Salam Passion!

P.Avensius Rosis,CP

Ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Pasionis pada 18 Agustus 2009 di Gereja Katedral Jakarta. Februari 2016 - Juli 2017 berada di Melbourne, Australia. Sekarang bertugas mendampingi para Novis Pasionis di Biara Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita, Batu, Malang. | Profil Selengkapnya

www.gemapasionis.org | Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Leave a comment