Bacaan 2 : 1 Kor 1:3-9
Bacaan Injil : Markus 13 : 33 - 37
Seorang wanita berdiri di ujung dermaga. Matanya menatap cakrawala. Dia sedang menunggu dan merindukan kapal suaminya kembali ke pelabuhan. Seorang ayah menaiki sebuah bukit dan melihat-lihat dari atas sebuah bukit itu. Dia berharap dan rindu melihat anak bungsunya pulang ke rumah. Pasangan muda yang sudah menikah sedang menunggu dan merindukan kelahiran anak pertama mereka. Seorang pria tua, yang tinggal sendirian di sebuah panti jompo, telah menunggu tiga tahun untuk putri satu-satunya datang mengunjunginya.
Semua orang ini menunggu dan berharap mimpinya menjadi kenyataan. Tetapi mereka tidak berdaya untuk membuat semua itu menjadi kenyataan. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menunggu dan terus menunggu.
Menunggu, sesungguhnya, adalah bagian besar dari kehidupan kita. "Saya tidak sabar untuk bertemu dengan Anda," kita berkata. Atau seseorang berkata kepada kita, 'Saya akan menunggumu,' atau 'Tolong, tunggu saya di sana. Atau ‘kita menunggu giliran kita untuk sesuatu hal’.
Berharap juga merupakan bagian besar dari kehidupan. Menunggu dan berharap berhubungan erat. Jika kita menunggu, kita juga berharap bahwa apa yang kita tunggu akan benar-benar terjadi. "Saya berharap Mama akan segera sembuh," kita berkata. 'Saya berharap saya akan lulus ujian itu.' 'Saya berharap ini tidak serius.' 'Saya berharap Anda dapat bersenang-senang.' 'Saya berharap perang di Irak dan Suriah akan segera berakhir.' ‘Saya berharap aktivitas Gunung Agung di Bali, tanah longsor dan banjir di berbagai daerah segera berahkir.’ 'Saya berharap dapat bertemu dengan Anda segera.' Jika kita berharap, kita juga tahu bahwa jika kita tidak menunggu, harapan kita mungkin akan pupus.
Hari ini, Minggu Pertama Adven, kita memulai Hari Tahun Baru dalam Gereja. Selama empat minggu Adven kita bersama seluruh komunitas gereja menaruh penekanan kuat pada menunggu dan berharap, menunggu dan berharap akan kedatangan Tuhan ke dalam hidup kita, menunggu dan berharap akan kehadiran dan pertolongan Allah dalam semua rasa sakit dan kegelapan hidup kita.
Suatu ketika ketika Ibu Teresa mengunjungi Amerika Serikat, dia ditanya mengenai kebajikan mana yang paling dibutuhkan orang Amerika. Dia diharapkan untuk mengatakan 'amal', tetapi dia menjawab bahwa yang paling mereka butuhkan adalah harapan. Ketika ditanyai tentang jawabannya, dia mengatakan bahwa terlalu banyak orang telah kehilangan harapan.
Hal yang sama bisa dikatakan kurang lebih, tentu saja, tentang diri kita sendiri. Kita mungkin kehilangan banyak harapan akibat salah menempatkannya. Mungkin kita telah menaruh harapan pada apa yang tidak dapat memenuhi kerinduan dan kebutuhan kita yang terdalam.
Kita telah sering diajarkan bahwa jika kita bekerja keras, menunda beberapa kesenangan dan menunggu dengan sabar, maka impian kita pasti akan menjadi kenyataan. Mimpi yang menjanjikan rumah yang indah, mobil model terbaru, pekerjaan dengan gaji yang bagus, pasangan setia dalam hidup dan keluarga yang sempurna! Tetapi mungkin jauh dari mimpi besar, hal ini bisa menjadi semacam ilusi besar.
Mimpi memotivasi kita untuk terus berharap, tetapi ilusi merupakan harapan palsu yang bisa berakhir pada kekecewaan dan frustrasi. Agar terhindar dari hidup dengan ilusi, bacaan Kitab Suci hari ini memberitahu kita untuk waspada, berjaga-jaga dan sekaligus menunggu.
Jika kita menemukan diri kita berlarian dengan rasa panik dan berusaha mendapatkan hasil maksimal dari setiap menit, membeli setiap perangkat hemat tenaga kerja di pasar, berbicara hampir tanpa henti di ponsel kita, berbelanja barang-barang untuk Natal sampai kita hampir terjatuh, kita mungkin berpikir bahwa kita sedang terbangun. Tetapi Firman Tuhan hari ini menunjukkan bahwa dengan menjadi begitu sibuk, kita mengabaikan kehadiran Allah dalam kehidupan kita dan menjauhi rencana Tuhan untuk kita, dan kita sesungguhnya sedang benar-benar tertidur. Selanjutnya, kemungkinan, kita hanya hidup dengan ilusi.
Nabi Yesaya mengingatkan kita akan kebutuhan kita yang paling dalam untuk berhenti menjalani hidup seolah-olah hidup kita berada dalam kendali penuh diri kita. Kita disadarkan untuk membiarkan Tuhan mengendalikan hidup kita, dengan membiarkan Dia membentuk diri kita. Yesaya berbicara kepada Anda dan saya dalam semua kesibukan kita ketika dia berkata kepada Tuhan: 'Tuhan, Engkau adalah Bapa kami; kami ini tanah liat, dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami semua adalah buatan tangan-Mu.'
Betapa indahnya doa yang terus berbicara kepada Tuhan di masa Adven! Betapa indahnya pemikiran yang membuat kita tetap tenang dan fokus pada makna sejati Adven, yakni menunggu dan berharap akan kedatangan Kristus ke dalam hidup kita, seperti dahulu di Betlehem, nanti pada akhir zaman, dan di sini sekarang! Mari kita katakan sekali lagi: 'Tuhan, Engkau adalah Bapa kami; kami ini tanah liat, dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami semua adalah buatan tangan-Mu.'
Pesan bacaan kita hari ini sangat jelas dan relevan: - 'tetap terjaga', dan 'waspada'. Mengapa? Agar jangan sampai semangat Adven dan Natal, semangat niat baik untuk semua orang, semangat kegembiraan, kedamaian dan ketenangan, semangat kemurahan hati dan cinta, semangat doa dan tapa dicampakkan dari hati kita oleh roh konsumerisme dan materialisme. Kedua roh itu tidak pernah jauh dari kita. Selalu menunggu untuk menerkam kesadaran kita dan menyerang pilihan kita.
Marilah berdoa agar Tuhan menguatkan kita dan memberi kita kebijaksanaan sejati untuk menilai hidup kita dan membawa hidup kita selaras dengan kehendak-Nya.
Salam Passion.
“Semoga Sengsara Yesus Kristus Selalu Hidup di Hati Kita”