Sejarah Kongregasi Suster Pasionis St. Paulus Dari Salib Di Indonesia

Author | Sabtu, 25 Agustus 2018 11:05 | Dibaca : : 7133
Para Suster Pasionis St.Paulus Dari Salib Para Suster Pasionis St.Paulus Dari Salib

Pengantar

Suster Pasionis St. Paulus dari Salib pertama kali hadir di Indonesia di Sekadau, Keuskupan Sanggau, Kalimantan Barat, pada tanggal 22 Juni 1974.  

Suster-Suster Pasionis St. Paulus dari Salib didirikan oleh Maria Magdalena Frescobaldi Capponi. Ia lahir di kota Firenze - Italia pada tanggal 11 November 1771, dari keluarga bangsawan pasangan Giuseppe Frescobaldi dan Giuseppa Quaratesi. Magdalena anak bungsu dari empat bersaudara: Maria Virginia, Anastastasia dan Francesco. Saudarinya yang bernama Maria Virginia kelak menjadi biarawati kontemplatif Fransiskan.

Pada tahun 1817 Magdalena menulis surat kepada Jendral biarawan Pasionis, P. Tommaso Albesano, CP supaya menerima mereka dan juga puteri-puteri yang akan datang sebagai puteri-puteri rohani dari St. Paulus dari Salib masuk dalam keluarga Pasionis.

Setelah mendapat persetujuan dari Jendral Pasionis, maka untuk mengalami dan mempelajari cara hidup para Pasionis, Magdalena tinggal beberapa hari di biara Rubiah Pasionis. Kemudian pada tahun 1825 Magdalena menyusun suatu naskah Konstitusi untuk komunitas dengan dibantu oleh P. Luigi Bonauguri, CP.

Maria Magdalena wafat pada tanggal 8 April 1839. Setelah kematian Maria Magdalena kongregasi berkembang baik dari segi karya maupun keanggotaan. Sekarang Suster-Suster Pasionis Santo Paulus dari Salib hadir di 27 negara: Australia, Belgia, Bolivia, Brasil, Bulgaria, Filipina, India, Italia, Indonesia, Kanada, Congo, Kolombia, Kuba, Kenya, Korea, Nigeria, Perancis, Portugal, Pantai Gading, Panama, Polandia, Peru, Paraguay, Puerto Rico, Belarusia, Spanyol, dan Tanzania.

Demi memperluas pengalaman kharismatik dari komunitas awal, maka para Suster Pasionis, yang telah mempersembahkan diri kepada sengsara Yesus dan duka-duka Maria, hadir dalam Gereja mewartakan belaskasih Allah, yang ditandai dengan hidup bersama sehati, sejiwa, dan sekehendak, sebagai saudari-saudari memoria dari Sang Tersalib dan para tersalib di sepanjang jaman.

 

Visi, Misi, Karisma, dan Spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Pasionis

1. Visi

Suster Pasionis terpanggil dalam Gereja untuk menjadi kenangan yang hidup akan Kristus Tersalib dan Maria Berdukacita, dikuatkan oleh sabda Allah demi terwujudnya spiritualitas yang berpusat pada Memoria Pasionis.

2. Misi

Dipanggil dan diutus untuk menjelmakan belaskasih Allah bagi kaum wanita yang dieksploitasi, yang tersingkir, yang tak berpengetahuan, orang-orang kecil, dan para pendosa. Membawa mereka kepada Hati Tuhan Tersalib dan Kristus yang bangkit lewat doa, kerasulan dan karya. Mencintai dan mendidik mereka dengan hati, sehingga mereka bertobat dan kembali pada Allah sebagai jalan kebaikan.

3. Spiritualitas

Menghayati secara istimewa sikap-sikap batin Kristus Tersalib dan Bangkit dalam kesunyian yang diresapi oleh doa, kemiskinan yang menggembirakan dan dalam ketaatan yang menebus.

4. Gaya Hidup

Mengusahakan hidup doa kontemplatif, membina persaudaraan sehati sejiwa dalam satu kehendak, sederhana, lakutapa, ramah-tamah dan gembira.

5. Kharisma

Terpanggil untuk menjadi kenangan hidup yang berbelaskasih yang dinyatakan dalam Misteri Kristus Tersalib dan Kristus yang bangkit, menjadi wanita-wanita yang lembut sebagai tanda penyilihan, permohonan, dan ucapan syukur kepada Tuhan.

 

Kongregasi Suster-Suster Pasionis St. Paulus dari Salib di Indonesia

Pada tanggal 7 Mei 1974 tiba di Jakarta tiga suster pertama yang diutus untuk menjawab undangan para Pasionis yang berkarya di wilayah gereja apostolik Sekadau. Mereka adalah Sr. Maria Etienne Coopman, Sr. Clorinda Aresta, dan Sr. Beatriz Mendizabal. Setelah beberapa hari di Jakarta dan Pontianak, pada tanggal 22 Juni 1974 mereka berangkat menuju Sekadau. Kalimantan Barat pada waktu itu, yang menjadi awal sejarah kongregasi merupakan daerah pedalaman yang sulit dijangkau dengan transportasi darat. Perjalanan dari Ibu kota provinsi Kalimantan Barat yaitu Pontianak menuju Sekadau di mana Kongregasi Suster Pasionis akan berkarya hanya bisa ditempuh melalui jalur sungai Kapuas menggunakan motor air dengan lama perjalanan sekitar satu minggu. Perjalanan yang melelahkan bagi para suster yang baru datang dari luar negeri itu cukup terobati dengan sambutan hangat secara adat Dayak oleh para Pasionis dan umat Katolik Sekadau.

Persoalan pertama dan utama yang dihadapi ketiga misionaris ini adalah bahasa untuk komunikasi. Dengan kemampuan bahasa Indonesia yang terbatas mereka harus berbicara dengan anak-anak asrama dan masyarakat desa, terutama orang tua yang pada umumnya waktu itu masih menggunakan bahasa daerah. Namun, persoalan ini menjadi sedikit lebih mudah diatasi karena masyarakat setempat meskipun tidak bisa berkomunikasi dengan baik, dengan penuh semangat dan akrab menerima kehadiran ketiga suster itu. Pada waktu itu, di Sekadau mereka harus tinggal di rumah kecil dan sederhana.

Persoalan lain yang tak kalah menantang adalah menyaksikan sungai Kapuas yang luas dengan airnya yang berwarna coklat. Mereka sangat takut untuk memulai misi ke daerah pedalaman karena tidak seorang pun di antara mereka yang dapat berenang. Namun, seiring dengan berjalannya waktu mereka justru sangat menikmati panaroma dan percikan-percikan air sungai di pulau yang kaya akan sungai ini. Mereka semakin terbiasa untuk bepergian dengan sampan kecil atau motor air. Pengalaman jatuh ke sungai karena sampan tenggelam saat melawan arus menjadi cerita indah untuk dikisahkan kepada para Pasionis muda di kemudian hari. Mereka berjuang dan terus bertahan melawan lelah untuk menghadirkan memoria pasionis kepada umat sederhana, mereka ketinggalan dari berbagai aspek kehidupan, yang tersisih dan kurang diperhitungkan, terutama di kampung-kampung yang masih terpencil. Lebih dari pada itu mereka melihat ke masa depan, masa di mana Kongregasi Suster-Suster Pasionis St. Paulus dari Salib akan berkembang pesat di wilayah itu.

Beberapa tahun kemudian tepatnya pada tanggal 17 Februari 1975 menyusul dua suster asal Brasil yaitu Sr. Noberta Busato (kembali ke Brasil pada 21 Agustus 1983) dan Sr. Maria Gema Strapasson (kembali ke Brasil pada 3 September 2007). Beberapa tahun kemudian yaitu tanggal 19 Maret 1977 tiba di Indonesia Sr. Anna Maria Funzi, (kembali ke Italia pada 15 November 1999) disusul oleh Sr. Maria Moretti pada 27 Agustus 1982 (kembali ke Italia pada 25 September 1992). Dan yang terakhir pada 14 Februari 1985 datang ke Indonesia Sr. Jonilda Ferreira asal Brasil, namun karena kesulitan izin masuk akhirnya cita-cita untuk menjadi misionaris di Indonesia kandas di akhir tahun 1987.

Dalam sejarah perjalanan kongregasi di Indonesia, ada delapan orang suster misionaris yang datang untuk menabur benih awal di bumi tercinta ini. Berbekal semangat misioner yang tinggi mereka terus bertekun dalam mewartakan misteri Kristus Tersalib melalui kesaksian hidup dan karya-karya yang pada waktu itu diserahkan oleh pihak Gereja yang diwakili oleh Perfektur Apostolik-Sekadau, dan yang menjabat sebagai perfektur waktu itu adalah Mgr. Lukas Spinosi, CP. Mereka terlibat dalam pelayanan kasih di Sekolah, yayasan dan paroki, walaupun belum menguasai bahasa Indonesia dengan baik.

Dua suster, karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan untuk tetap berada di Indonesia, dengan terpaksa harus kembali lebih awal ke tanah air mereka. Sr. Beatriz pada 13 Maret 1975 harus kembali ke Negeri asalnya, Spanyol dan Sr. Clorinda, kembali ke Italia dalam keadaan sakit parah pada 29 Agustus 1983. Tidak lama kemudian Sang Pencipta menjemputnya pada 9 Maret 1984. Dia dimakamkan di pemakaman di Signa-Italia.

 

Anggota Kongregasi Suster-Suster Pasionis St. Paulus dari Salib di Indonesia

Seiring bergulirnya waktu dan hasil dari perjuangan, pengabdian serta kesaksian hidup para misionaris, juga buah doa yang terus-menerus dari para anggota Kongregasi Suster-Suster Pasionis St. Paulus dari Salib di seluruh dunia, lahirlah benih-benih panggilan baru bagi Kongregasi. Benih yang ditaburkan itu perlahan-lahan bertumbuh subur menghasilkan buah yang menggembirakan. Ini ditandai dengan peristiwa bersejarah bagi Kongregasi di Indonesia yaitu pada tgl 18 Februari 1979 di Sekadau diadakan Profesi pertama bagi ke-empat Novis pertama yaitu Sr. Dominika Jili, CP, Sr. Yuliana Salsiyah, CP, Sr. Sesilia Menseni, CP (meninggal di Signa-Italia tgl 20 Juni 2007), dan Sr. Maria Magdalena, CP.

Pembauran antara Suster yang datang dari Italia, Belgia, Brasil dan Suster Pribumi menunjukkan persaudaraan sejati, kendati terus menerus menjadi perjuangan bersama, agar nilai persaudaraan tetap dipelihara dan dihidupi.

Rahmat Tuhan tidak pernah berhenti dan berkat-Nya senantiasa berlimpah. Dia terus mengirim panggilan-panggilan baru dalam kongregasi. Tantangan medan karya yang cukup sulit, turne ke kampung-kampung, ikut misi populer bersama para Pastor dan Bruder Pasionis, tidak melemahkan semangat mereka. Malah tantangan-tantangan itu justeru membakar semangat para suster muda Pasionis untuk terus berjuang dalam pelayanan dan misi kongregasi. “Yang menabur dengan bercucuran air mata, akan menuai dengan bersora-sorai” (Mzm. 125:6). Para Suster misionaris dan Suster pribumi senantiasa menyerahkan seluruh perjuangan mereka kepada penyelenggaraan Ilahi. Hasil dari perjuangan dan pengorbanan para misionaris dan para pendahulu, kongregasi berkembang dan mulai membuka komunitas-komunitas baru di daerah-daerah lain di Indonesia.

Mengikuti kisah perjalanan dan perkembangan kongregasi di Indonesia, banyak kenangan yang muncul dan sirna, datang dan pergi, namun begitu indah untuk dikisahkan. Sejak menapakkan hidup dan karyanya di bumi ini, Kongregasi Suster-Suster Pasionis St. Paulus dari Salib menyadari begitu besar karya Kasih Kristus Tersalib bagi umat beriman, khususnya di tempat di mana kongregasi hadir (Kalimantan, Jawa dan Flores). Karya kasih Kristus Tersalib terus bekerja dengan menambah jumlah anggota dan komunitas di tengah tantangan besar arus globalisasi.

Jumlah para suster dalam Provinsi “ St.Yosep” Indonesia yang berkaul kekal dan sementara hingga tahun 2016 adalah: 159, sedangkan jumlah komunitas ada 24, yang tersebar di sembilan keuskupan di Indonesia, yaitu Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bogor, Keuskupan Malang, Keuskupan Surabaya, Keuskupan Ruteng, dan Keuskupan Agung Ende. Perkembangan Provinsi baik dalam jumlah anggota maupun jumlah komunitas tidak terlepas dari usaha, perjuangan dan pengorbanan dari semua anggota Provinsi dalam memberi kesaksian yang hidup tentang “memoria Pasionis” kepada umat dan gereja.

 

Komunitas dan Karya Suster-Suster Pasionis St. Paulus dari Salib Provinsi “St. Yosep” Indonesia

 A.Komunitas-Komunitas
  1. Komunitas Passio Christi Sekadau, Kalimantan Barat
  2. Komunitas Annuziata Sungai Ayak, Kalimantan Barat
  3. Komunitas Hati Kudus Nanga Taman, Kalimantan Barat
  4. Komunitas Maria Goretti Melaiu, Kalimantan Barat
  5. Komunitas Santo Paulus dari Salib Pontianak, Kalimantan Barat
  6. Komunitas Imakulata Beduai, Kalimantan Barat
  7. Komunitas Maria Ratu Segala Bangsa Bukit Kelam, Kalimantan Barat
  8. Komunitas Maria Penolong Abadi Semitau, Kalimantan Barat
  9. Komunitas Maria di Angkat ke Surga Korek –Ambawang, Kalimantan Barat
  10. Komunitas Mater Dei Jakarta
  11. Komunitas Salib Suci Sentul Bogor
  12. Komunitas Santo Yosef Provinsialat Malang
  13. Komunitas Novisiat-Postulat, St. Gema Galgani Malang
  14. Komunitas Pro Vita Ciliwung Malang
  15. Komunitas Bunda Pengharapan Suci Kesatrian Malang
  16. Komunitas Maria Magdalena Frescobaldi Malang
  17. Komunitas Adolorata Batu, Malang
  18. Komunitas Maria Ratu Damai Pare
  19. Komunitas Tri Tunggal Maha Kudus Sidoarjo
  20. Komunitas Santo Mikael Rekas, Flores
  21. Komunitas Antonetta Farani Ruteng, Flores
  22. Komunitas Ratu Rosari Batawa – Maukeli, Flores
  23. Komunitas Bunda dan Ratu Allambie Heights Australia
  24. Komunitas Carmelina Tarantino Kisol, Flores
 B.Bidang-Bidang Karya:
  1. Sekolah
  2. Asrama
  3. Panti Asuhan
  4. Panti Jompo
  5. Kursus menjahit
  6. Pro vita
  7. Rumah retret
  8. Rumah Sakit
  9. Karya Pastoral dan Sosial

 

Penutup

“Kita adalah buah-buah dari sengsara Yesus dan duka Bunda Maria serta para pioner.”

Semoga generasi muda, Suster Pasionis St. Paulus dari Salib, Provinsi St. Yosef-Indonesia, selalu memiliki semangat, hati yang terbakar dan berkobar-kobar seperti para Pioner, untuk mewartakan Kristus yang Tersalib, bagi yang tersalib di masa kini, tanpa kenal lelah pada tantangan dan situasi sulit, untuk pemberkenalkan dan memberi kesaksian tentang “memoria pasionis” di tengah kehidupan yang penuh tantangan dan godaan. Harapan generasi muda pasionis harus terus bertumbuh seperti dikatakan Pemazmur: Orang yang menabur dengan bercucuran air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai” (Mzm. 126: 5).

 

Salam Passion!!!

“Semoga Sengsara Yesus Kristus Selalu Hidup di Hati Kita”

 

P.Avensius Rosis,CP

Ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Pasionis pada 18 Agustus 2009 di Gereja Katedral Jakarta. Februari 2016 - Juli 2017 berada di Melbourne, Australia. Sekarang bertugas mendampingi para Novis Pasionis di Biara Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita, Batu, Malang. | Profil Selengkapnya

www.gemapasionis.org | Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Leave a comment