Pujilah TUHAN, ucapan syukur dan terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada TUHAN YANG MAHARAHIM karena dalam kurun waktu 70 tahun KONGREGASI PASIONIS di INDONESIA dapat berkembang sampai menjadi Provinsi tersendiri dengan nama Pelindung “MARIA RATU DAMAI” (REGINA PACIS). Semua adalah BERKAT KARYA ROH KUDUS. Para Misionaris CP dari Negeri Kincir Angin, Belanda mulai mewartakan INJIL/SABDA SALIB (kekhasan spiritualitas Pasionis) di Wilayah Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat (Kalbar) dalam bulan Juli 1946. Sebenarnya tahun 1939 Mgr. Van Valenberg, OFM Cap sudah serahkan wilayah misi di Kabupaten Ketapang kepada Kongregasi Pasionis, namun karena belum siap dan kemudian mulai perang dunia II, tiga misionaris yang ditunjuk belum bisa berlayar ke Indonesia. Tiga Misionaris pertama adalah P. Bernardinus Knippenberg CP, P. Canisius Pijnappels CP dan P. Plechelmus Dullaert CP. Karena pada kunjungan ke seminari kecil/menengah Pasionis saya menjadi saksi pada upacara utusan ketiga Pater dan tersentuh timbul dalam diri saya kerinduan menjadi misionaris pula. Walaupun saya dibujuk untuk masuk Seminari Menengah dari Ordo Capusin, OMI, SCJ dan CM (Lasaris) tetap saya pilih Kongregasi Pasionis karena sangat mengesankan bahwa tidak ada perbedaan antara para Pater dan Bruder. Mereka semua bersatu sebagai saudara. Waktu berdoa, makan dan rekreasi selalu bersama-sama. Semua religius memperoleh perlakuan yang sama. Hanya hal fungsional saja yang membedakan mereka.
Pada waktu saya Carel (nama Permandian) sedang studi pada Seminari Kecil/Menengah tahun 1947 di Haastrecht, Belanda (Sekarang Provinsialat Provinsi CP “Mater Sanctae Spei”) dalam bulan Juli 1948 datang seorang Pater Kapusin yaitu P. Leo De Jong OFM Cap untuk memberikan kesaksian mengenai karyanya di West Borneo khusus di Kabupaten Ketapang. Di akhir cerita pengalamannya yang amat menarik itu P. Leo bertanya ”Siapakah mau menjadi misionaris di West Borneo?” saya bersama beberapa teman lain langsung angkat tangan. Kemudian Pater mengajak kami dalam MISA, saat KONSEKRASI, yaitu ketika Imam mengangkat Hosti Kudus dan Piala dengan Darah Kristus berdoa begini “Ya Tuhanku dan Allahku datanglah KerajaanMu.” Dan ternyata benar kami pergi ke daerah Misi. Selama di Seminari Kecil/Menengah beberapa Pater dan Bruder diutus dengan acara meriah untuk mewartakan Injil/Sabda Salib di West Borneo/Kalimantan Barat.
Ada banyak peristiwa yang menguatkan panggilan saya menjadi misionaris :
Tanggal 27 Februari 1952 tepat pada pesta St. Gabriel ada dua misionaris tenggalam dengan motor air Bintang Timur di Sungai Pesaguan, mudik ke Tumbang Titi. Kedua misionaris adalah P. Raphael Kleyne CP (tiba di Ktp. 1947) dan Br. Gaspard Ridder De Van Der Schueren CP (tiba di Ktp 1951). Walaupun sedih saya berniat untuk mengganti misionaris yang meninggal, Tetapi kami bergembira karena dalam tahun 1952 ini ada Calon Pasionis dari Indonesia, Yogyakarta yaitu Tarsisius Mursid Setiardjo alias Fr. Canisianus/Canisio. Ia menjalankan masa Novisiat CP di Maria Hoop, Limburg, Selatan Belanda. (Tahun 1954 disusul oleh Bernard Subardjo,alias Fr. Redemptus, teman sekelas dengan Uskup emeritus Mgr. Blasius Pujaraharja Pr.)
Tahun 1954 Misi Ketapang dinaikkan menjadi PREFEKTUR APOSTOLIK dengan perluasan wilayah Sekadau dan Meliau. P.Gabriel Wilh. Sillekens CP diangkat sebagai Prefek Pertama. Dalam tahun 1954 didirikan YAYASAN USABA (USAHA BAIK) yang merangkul PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN SOSIAL EKONOMI. (Kesehatan: sejak tahun 1949 para suster OSA mulai berkarya dalam bidang kesehatan dan telah membuka rumah bersalin Fatima di Ketapang). Sejak itu mulai didirikan sekolah-sekolah di Ketapang dan di pedalaman.
Pada tanggal 22 Agustus 1955 saya alias Fr. Vitalis diterima masuk novisiat. Fr. Redemptus masuk kelas 1 filsafat dan Fr. Canisianus/Canisio sudah masuk kelas 1 Teologi di Biara Mater Dolorosa, Mook, Limburg Utara. Dalam studi Teologi Fr. Redemptus mengundurkan diri. Saya menjadi saksi bahwa Fr. Canisianus/Canisio ditahbiskan menjadi Imam di Gereja Biara Mater Dolorosa Mook pada Tanggal.12 April 1959. Beliau melanjutkan studi di Roma dan mencapai lisentiat jurusan “Missiologi” tahun 1961 (Tahun 1968 melanjutkan studi doktoral).
Januari Tahun 1961 Prefektur Apostolik dinaikkan menjadi KEUSKUPAN. Dalam tahun 1962 Mgr. Gabriel Wilh. Sillekens CP diangkat dan ditahbiskan menjadi Uskup pertama. Beliau sungguh benar berjuang untuk mencari tenaga Imam pribumi bagi Keuskupan Ketapang. Sejak P. Jeroen Stoop CP tiba di Ketapang Oktober 1953 misionaris dari Belanda tidak diizinkan lagi oleh Pemerintah Indonesia berkarya di bekas Nederlands Indie/Hindia-Belanda. (Soal Nieuw Guinea/Irian). Keuskupan Manado rela meminjamkan Pastor Theodorus Lumanuw Pr. kepada Keuskupan Ketapang. Beliau meraih doktoral teologi di Roma. Dia langsung diangkat sebagai Vikjen Keuskupan, Pastor Kepala Paroki Katedral St. Gemma Ketapang dan ketua Yayasan Usaba. Sebagai anggota MPRS beliau berjuang supaya banyak guru honorer diangkat menjadi guru tetap. Mgr. Gabriel CP juga berhasil mendatangkan bruder-bruder FIC untuk memegang Sekolahan / pendidikan. Pada tahun 1961 pula ada beberapa peristiwa yang amat menggembirakan yaitu: Kedatangan 2 misionaris dari Provinsi CP “PIETA” Italia. Kedua misionaris pertama P. Marcello Di Pietro CP dan P. Cornelio Serafini CP ditugaskan di wilayah Sekadau dan Meliau. Kemudian dalam tahun 1961 pula P. Canisio Setiarjo CP tamat di Roma dan ditugaskan di Lintang wilayah Sekadau. Mgr. Gabriel sudah lama mengirim beberapa anak ke Seminari di Nyarumkop dengan harapan ada yang terpanggil menjadi imam.
Waktu saya tiba di Ketapang 8 Maret 1964 sudah dibangun SD, SMP, dan Sekolah Tukang Kayu Yay. Usaba di kota Ketapang dan Sekolah-sekolah Dasar yang dikelola oleh Yay.Usaba a.l. di Serengkah, Tanjung, Randau, Sepotong, Banjur-Karab, dan Menyumbung. Saya ditugaskan mendampingi P. Plechelmus Dullaert CP di paroki Keluarga Kudus Sepotong dan diberi tugas di wilayah turne Simpang Hulu. Di Karab saya berjumpa dengan 3 calon seminaris a.l. Zacharias Lintas yang pintar sudah siap melanjutkan studi di Seminari Menengah Mertoyudan, sedangkan kedua anak yang lain dikirim ke Nyarumkop. Dalam tahun 1968 saya sempat mengunjungi Lintas di seminari. Ia sedang membaca buku mengenai St. Paulus dari Salib, Pendiri Kongregasi Pasionis. Saya berdoa dalam hati “Siapa tahu dia mau menjadi Pasioinis !!!“ Pada Tanggal. 16 April 1978 Pastor Zacharias Lintas Pr ditahbiskan menjadi Imam diosesan oleh Mgr. Gabriel Wilhelmus Sillekens CP di gereja Katedral St. Gemma. Kemudian yang amat menarik dan pantas disyukuri bahwa beberapa putra daerah Simpang Hulu akhirnya ditahbiskan menjadi Imam: P. Mateus Juli Pr, P. Damianus Sepo CP, P. Basilius Iswadi CP, P. Heribertus Ferry Monatolas CP. ketiganya dari Karab/Banjur, Paroki St. Michael Simpang Dua. P. Paskalis Nores CP dari Balai Berkuak dan akhirnya P. Kanisius Kariono ,CP asal dari Gerai.
Pada tanggal 9 April 1968 wilayah Sekadau dan Meliau menjadi PREFEKTUR APOSTOLIK dengan Prefek pertama P. Michelle Di Simone CP. Prioritas dalam program pastoral: kunjungan dan katekese umat di kampung dan perkembangan sekolah SD di pedalaman, sedangkan SMP dan SMA di pusat Sekadau. Untuk itu didirikan “YAYASAN KARYA”. Para misionaris CP dari Belanda sudah pindah ke Keuskupan Ketapang. Pastor terakhir yang pindah adalah P. Jeroen Stoop CP, Pastor Paroki Lintang pada th. 1970 karena terpilih sebagai Superior wilyah Misi Ketapang. Beliau diganti oleh P. Sante di Marco CP. Jadi sejak tahun 1968 ada DUA WILAYAH MISI PASIONIS yang kemudian masing-masing menjadi VIKARIAT REGIONAL yaitu Vikariat Regional “SANG PENEBUS” Provinsi CP Mater Sanctae Spei, Belanda, berpusat di Ketapang dan Vikariat Regional “SAKRAMEN MAHAKUDUS” Provinsi CP Pieta, Italia yang berpusat di Sekadau. Dalam tahun 1973 ada berita duka bahwa P.Canisio Setiardjo CP, Ketua Yayasan Usaba, pastor paroki katedral dan sekretaris Keuskupan meninggal dunia pada Tanggal. 30 September. Diperkirakan bahwa beliau meninggal karena malaria tropica yang menyerang otaknya dengan komplikasi typhus. Namun ada berita lain yang sangat menggembirakan bahwa di Sekadau ada 4 guru menjadi calon Pasionis. Mereka menjalankan novisiat di biara Provinsialat Pieta Recanati, Italia. Empat calon ialah Kristoforus Wusito, Agustinus Suwabiyono, Albertus Ajung dan Benedictus F. Bitus. Mereka mengucapkan kaul pertama pada Tanggal 22 Des. 1974. Kemudian mereka masuk studentat di Sekadau. Pembimbing P. Raffaele Algenii CP. Tahun 1976 didirikan novisiat di Sekadau. Karena semakin banyak panggilan studentat dipindahkan ke Malang th.1977 dan tahun berikut 1978 ke Batu. Dua guru STM, Sugeng dan Yulius Jumaeri di Ketapang merasa terpanggil menjadi imam dalam Kongregasi Pasionis dan pada tahun 1977 menjalankan novisiat di Sekadau. (Saya sebagai superior menghantar mereka ke Sekadau) Mereka mengucapkan kaul pertama di gereja katedral St. Gemma Ketapang tahun 1978 dan masuk studentat di Batu. Sesudah bangunan biara di belakang rumah studentat rampung para novis bergabung dengan studentat di Batu tahun 1981. Para frater CP bersama para frater CM, O.Carm, SVD, Praja menjalankan studi filsafat dan teologi di STFT Wydia Sasana di Malang.
Peristiwa yang sangat menggembirakan ialah bahwa P. Benediktus F. Bitus CP alm (+ 5 Mei 2002) ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agung Pontianak Mgr. Hier. Bumbum OFM Cap pada Tanggal. 20 Maret 1982. Beliau adalah imam pribumi suku Dayak pertama di Kongregasi Pasionis. Perlu digarisbawahi juga bahwa Br. Yosep Taban CP adalah Bruder pribumi pertama dari suku Dayak di Kongregasi Pasionis. Bruder mengucapkan kaul pertama bersama Fr. Lukas Ahon CP dan Fr. Nikodemus Sandong CP Tanggal.18 Febr. 1977 (nota: dari 4 novis CP pertama 2 frater ditahbiskan menjadi Imam diosesan sedangkan Agus Suwabyono megundurkan diri dan menjadi katekis di Ketapang. Karena typhus berat sdr. Agus meninggal dunia awal tahun 1981).
Pada tanggal 10 Juli 1982 Tahta Suci menetapkan Prefektur Apostolik Sekadau menjadi KEUSKUPAN SANGGAU, yang berpusat di Kota Kabupaten Sanggau.
Karena KERJA SAMA antara KEDUA VIKARIAT REGIONAL CP semakin erat, berkembanglah Kongregasi Pasionis. Biara St. Gabriel di Batu tidak bisa menampung para calon CP lagi, maka dibangun Biara Studentat yang baru dengan nama Pelindung Mater Sanctae Spei di Jln. Tidar, Malang. Biara dapat dihuni pada tahun 1985. P.Theophile Seesing menjadi direktur para student. (11 frater dan 1 Bruder. Di antara para frater baru ada satu frater yang asal dari Adonara NTT yaitu P. Martinus Uhe Buram CP). (P.Canisius Pijnappels CP yang direktur para frater di Batu pergi cuti ke N.Belanda dan meninggal dunia di biara St. Gabriel Haastrecht, 17 maret 1986). Biara St. Gabriel di Batu dikhususkan untuk Novisiat dan Postulat.
Dalam tahun 1987 sudah mulai diterima banyak calon Pasionis dari Flores NTT a.l. Marius Lami CP dan Paulus Menge CP (Polce).
17 Agustus 1987 PERISTIWA yang amat MEMBANGGAKAN ialah KEDUA VIKARIAT REGIONAL menjadi SATU dan melahirkan VIKARIAT JENDRAL dengan nama Pelindung MARIA RATU DAMAI (REGINA PACIS). Superior Vikarius Jendral pertama adalah P. Paulus Aureli CP. Sejak itu Perkembangan Kongregasi Pasionis Indonesia sangat menggembirakan. Dalam Rapat dewan Vikariat diputuskan supaya calon bruder dari Flores masuk Topang di biara St.Yosef Ketapang. Tahun 1988 ada tiga calon a.l. Aloisius Kopong, Andreas Deku dan tahun 1989 3 calon a.l. Efraim Diakon Ambon, Wilhelmus Wayong dan Libertus.
Bulan September 1989 saya ditugaskan di Batu untuk beristirahat dan membantu mengajar K.S.P.L. dan ajaran Gereja kepada 13 postulan, dan kadang-kadang juga kepada 19 novis. Saya merasa bahagia melihat sebegitu banyak panggilan untuk hidup membiara menjadi Imam dan Bruder Pasionis. Para calon biarawan yang datang dari berbagai daerah dengan latar belakang pendidikan dan kebudayaan yang beraneka ragam sangat perlu dibina sesuai dengan Karisma Pendiri Pasionis St. Paulus dari Salib dan tuntunan Gereja Kristus serta perkembangan zaman. Selama di novisiat saya merasa bersemangat muda. Saya mengalami pula bahwa komunitas yang tidak homogen diperlukan perhatian khusus dan dipelajari latar belakang kebudayaan masing-masing biarawan. Melalui konsultasi dan pembicaraan dengan mereka saya lihat bahwa komunitas heterogen membawa keuntungan besar bagi Kongregasi asal ada keterbukaan dan kerelaan menerima rekan dengan sifat, karakter yang berbeda.
Karena biara Mater S.Spei di Malang terlalu kecil untuk menampung semua frater, sedang dibangun biara studentat yang lebih besar di Bandulan. Tahun 1991 Gedung yang indah dan megah diberkati oleh Uskup Malang, Mgr. H.J.S. Pandoyoputro, O.Carm, dan diresmikan Vikarius Jendral P. Piergiorgio Bartoli CP (1990 -1994). Sekarang dirayakan 25 tahun Pembangunan Biara studentat B.Pio Campidelli tsb. Saya dapat mengucapkan PUJILAH TUHAN dan PROFICIAT kepada semua konfrater yang berjuang untuk membangun Biara tersebut terutama P.Gabriel Antonelli CP yang menjadi direktur para student Pasionis.
Sebagai Vikarius saya semakin mengerti dan mengalami perbedaan sikap/sifat latar belakang kebudayaan para biarawan yang asal dari Kalbar, NTT, dan Jawa (1994-1998). Sesudah menjabat sebagai Vikarius Jendral selama 4 tahun, saya ditugaskan sebagai superior novisiat St. Gabriel di Batu. Saya juga mengajar, berkonsultasi dengan novis dan postulan, memberi ret-ret, rekoleksi juga kepada suster CP, frater BHK, dll. serta aktif dalam Paroki Gembala Baik Batu, juga di karismatik. Ini suatu masa yang menguntungkan bagi saya, karena terlibat dalam pembinaan para frater dan bruder.
Karena karya khas Pasionis adalah memberi retret, rekoleksi, maka atas initiatif P. Gabriel Antonelli CP dan persetujuan dengan dewan Vikariat Jendral dibangun gedung “Pusat Spiritualitas Pasionis” di Malang. Nama Pelindung “Paus Paulus VI”. Gedung diberkati oleh Mgr. Herman Joseph S. Pandoyoputro O. Carm. Karena kerinduan/kebutuhan umat juga didirikan PSP di Nilo Keuskupan Maumere. Akhirnya P. Gabriel bersama bantuan dari awam Pasionis dapat membeli tanah di Gadog, Mega Mendung, Cimahi, Keuskupan Bogor. Sekarang sudah dibangun beberapa unit. Hampir setiap Minggu ada umat dari Jakarta pergi ke Gadog untuk mencari ketenangan dan bimbingan rohani.
Selama 52 setengah tahun berkarya di Indonesia saya melihat dan mengalami bahwa Kongregasi Pasionis berkembang dengan pesat. Inilah KARYA NYATA ROH KUDUS dan KERJA KERAS para anggotanya dari generasi ke generasi serta KERJA SAMA dengan pimpinan Keuskupan-keuskupan. Juga ada perhatian menjadi misionaris di luar Negeri a.l. PNG, Peru, Roma ,Vietnam dan pernah di Argentina. Enam Tahun di pembinaan novisiat dan studentat memberikan kepada saya semangat muda dan kepercayaan bahwa masa depan Kongregasi Pasionis indah dan penuh harapan.
Sayang sekali bahwa kondisi fisik saat ini tidak mengizinkan untuk hadir dalam perayaan 70 tahun Kongregasi Pasionis di kota ale-ale dan burung walet Ketapang dan juga di Malang di mana dirayakan PESTA PERAK pembangunan gedung studentat “Beato Pio Campidelli” sekaligus 70 tahun karya CP di Indonesia. Namun saya mendampingi perayaan ini dengan DOA, UCAPAN SYUKUR dan BERTERIMA KASIH kepada TUHAN, kepada para konfrater Pasionis dan kepada semua orang yang telah mengambil bagian pada pembangunan gedung studentat yang indah ini. Marilah kita turuti ajakan BUNDA MARIA RATU DAMAI untuk sesering mungkin BERDOA, karena DOA mengubah segala-galanya sebab DOA BERKUASA. Biarlah diri dipimpin oleh ROH KUDUS karena kemajuan Kongregasi adalah hanya HASIL KARYA ROH KUDUS dan teruskan BEKERJA SAMA, SALING MELAYANI seperti Yesus sebagai HAMBA TUHAN melaksanakan (Bdk. Mat 20:28). ST. PAULUS DARI SALIB pendiri Kongregasi Pasionis menghendaki agar pengikutnya HIDUP seperti RASUL, DAN MEMUPUK SEMANGAT DOA, MATIRAGA serta KESUNYIAN/KEHENINGAN yang mendalam untuk mencapai KESATUAN MESRA dengan ALLAH dan menjadi SAKSI CINTA KASIHNYA. (lh.Konst. Bab I,1)
Salam Passion!!!