Awan gelap Sengsara Yesus semakin mendekat. Injil yang kita dengarkan hari ini seperti Injil hari kemarin, membawa kita sekali lagi pada Perjamuan Terakhir, namun hari ini kita mengalami hal itu dalam perspektif Injil Matius.
Ini akan menjadi Paskah terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya. Paskah Yahudi adalah hari suci di mana mereka memperingati pembebasan mereka dari perbudakan di Mesir dan membawa harapan mereka untuk masa depan. Sekali lagi Injil mencatat bahwa Yesus “sangat sedih” karena ia tahu bahwa murid-murid-Nya akan meninggalkan Dia pada saat Ia membutuhkan kehadiran mereka dan karena salah satu dari mereka akan mengkhianati-Nya.
Kekuatan jahat terus bekerja menghimpit kekuatan kita, bahkan Injil memberitahu kita bahwa pengkhianatan dan penyangkalan justeru datang dari mereka yang paling dekat dengan Yesus. Apa artinya hal ini bagi kita? Secara sederhana hal ini mengajak kita untuk mengakui dengan rendah hati di hadapan Tuhan bahwa kita rapuh, dan menyadari bahwa ketika kita berjalan semakin dekat dengan Tuhan, kita justeru menemukan diri kita “telanjang.”
Pengalaman Yudas bisa menjadi pengalaman kita ketika kita mengkhinati orang tua atau anak-anak atau saudara-saudari atau suami atau isteri atau pacar atau tunangan atau teman atau sahabat atau rekan kerja atau atasan atau bawahan atau anggota komunitas kita hanya demi kepentingan-kepentingan pribadi dan duniawi. Pengalaman Petrus bisa menjadi pengalaman kita ketika kita menyangkal kebenaran dan Tuhan atau membelokan kebenaran dan Tuhan demi keuntungan pribadi atau golongan kita.
Inilah kenyataan kita. Di hadapan Tuhan kita menemukan diri kita seperti itu adanya.
Lalu, apa yang harus kita buat? Duduk menangis di tepi pantai sambil memandang burung camar yang bermain di derunya air? Atau duduk di puncak gunung sambil memandang langit di malam hari yang dihiasi rembulan ditemani bintang-bintang? Atau mengutuk diri dan menghukum diri?
Tidak. Jangan.
Kita harus menerima diri. Kita harus bangkit dan berjalan terus. Mungkin akan ada letih dan lelah. Jangan berhenti. Terus berjalan. Percayalah, Rahmat Allah lebih kuat dari kematian. Rahmat Allah yang dinyatakan kepada kita dalam Kasih Yesus adalah kekal atas kita. “Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia Tuhan tidak akan beranjak dari diri kita dan perjanjian damai-Nya tidak akan bergoyang, itulah firman TUHAN, yang mengasihani kita.” Yesaya 54:10
Salam Passion!