Siapa yang bisa ingat kaki mana yang duluan menyentuh lantai pagi ini waktu turun dari tempat tidur? Siapa yang ingat berapa banyak orang yang dijumpai hari ini di jalan, di kantor, di sekolah, di pasar? Berapa kali tersenyum? Berapa kali mengeluh? Berapa kata telah diucapkan? Berapa kata sms telah dibaca? Berapa kalimat bbm telah dikirim?
Pertanyaan-pertanyaan itu mengawali retret tiga hari (10 – 13 Maret 2017) bersama Komunitas Tritunggal Mahakudus dan beberapa Keluarga Katolik Indonesia serta Timor Leste di “The Summit Adventure Park”, Trafalgar East, Melbourne, Victoria. Retret dengan tema “Menguak Misteri Alam Bawah Sadar” itu didampingi oleh P. Patrisius, CSE, Sr. Agata Maria, P.Karm, Sr. Lisa, P.Karm dan Sr. Rafaela, P.Karm.
Berikut adalah rangkuman dan refleksi saya dari pengalaman retret tiga hari itu.
Kita ketahui bahwa alam bawah sadar atau unconscious adalah sumber dari motivasi dan dorongan yang ada dalam diri manusia dan merupakan bagian yang paling dominan dan penting dalam menentukan perilaku manusia. Alam bawah sadar menyimpan segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam sadar, seperti antara lain kenangan pahit atau emosi yang terkait dengan trauma.
Retret yang berlangsung selama tiga hari itu secara khusus memusatkan perhatian pada semua emosi negatif yang ditekan karena berbagai alasan, kemudian terlempar menjadi sampah di gudang alam bawah sadar. Suatu hari tatkala sampah-sampah itu menumpuk penuh, di sana ia akan muncul ke permukaan dalam bentuk stres, depresi, penyakit dan bahkan sampai berdampak pada hilangnya ingatan.
Dampak paling umum yang terjadi akibat menumpuknya sampah-sampah itu adalah terjadinya luka pada batin atau luka batin. Luka batin adalah keadaan jiwa seseorang yang tidak sehat, terkait dengan penderitaan atau masalah yang terjadi dalam hidupnya. Berbeda dengan luka fisik yang bisa terlihat, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan perawatan, luka batin sering tidak tampak secara jelas. Orang yang mengalami luka batin bahkan sering tidak menyadari kehadiran luka itu di dalam hidupnya, karena yang muncul ke permukaan bukan lukanya tetapi akibatnya, seperti trauma, rasa bersalah dan merasa ditolak atau tidak diterima. Orang yang terluka batinnya sangat cepat menyalahkan orang lain, atau terlalu percaya diri sehingga mengabaikan orang lain, atau kurang percaya diri sehingga tidak berani melangkah, atau obsesi tanpa henti terhadap sesuatu, atau merusak diri dan terus melakukan sesuatu yang diketahui salah namun tidak dapat berhenti. Sebagai akibat lebih lanjut munculah keinginan untuk menyendiri, sulit berelasi dengan sesama, stres, depresi dan bahkan sampai berdampak pada hilangnya ingatan.
Intervensi medis yang mencoba menetralisir ketidakseimbangan jiwa atau luka batin itu dilakukan dengan memberikan obat-obat farmasi kepada penderita. Tentu saja intervensi ini tidak seluruhnya tidak berhasil. Namun, dari banyak pengalaman kita menemukan bahwa penderita yang sering mengkonsumsi obat-obat farmasi justeru kemudian mengalami ketidakseimbangan emosi yang baru. Mereka seperti keluar dari sebuah ruangan gelap, kemudian memasuki ruangan gelap lain yang lebih gelap dan menakutkan.
Para pendamping retret mengajak para peserta untuk meninggalkan obat farmasi atau upaya-upaya lain dan memusatkan perhatian pada usaha mengolah sampah-sampah kejiwaan itu, memasuki ruang gelap itu dengan jujur dan terbuka, berdamaian dengan semuanya itu dan mendekapnya bagaikan seorang ibu mendekap anaknya yang terkasih. Sebab ruang atau sisi gelap dalam kehidupan kita adalah seperti seorang anak yang dikasihi atau seperti seorang adik kembar. Segala upaya untuk menjauhi atau membuangnya hanya akan melahirkan kegelapan yang lebih pekat dan lebih menakutkan. Karena itu, jalan terbaik yang kita ambil adalah masuk ke dalam ruang gelap itu, mengampuni dan berdamai dengan semuanya.
Mengampuni atau berdamai dengan semuanya memang tidak dapat mengubah masa lalu, namun sangat membantu untuk mengubah cara kita dalam menjalani hidup di masa kini dan masa depan. Jika kita pernah mengalami trauma, penolakan dan situasi lain yang menyebabkan luka pada batin, maka pengampunan akan menjadi jalan terbaik untuk penyembuhan. Kita mengampuni mereka yang telah menjadi pelaku penolakan, penyebab trauma dan kondisi lain dalam kehidupan kita. Kita mengampuni diri kita sendiri yang dihantui rasa bersalah terus-menerus karena telah melakukan hal-hal tertentu kepada diri sendiri dan orang lain.
Metode yang dianjurkan dan dijalankan selama retret bagi para peserta retret (dan bagi kita) untuk masuk ke dalam ruang gelap itu, untuk mengampuni dan berdamai dengan semuanya adalah melakukan meditasi penyembuhan luka batin, melakukan secara rutin meditasi doa Yesus, mengadakan lectio Divina, mendalami iman akan Yesus sebagai sebuah penjelajahan dan pengalaman batin, membangun niat untuk berdamai dengan Tuhan, sesama dan diri sendiri melalui sakramen tobat atau rekonsiliasi atau pengakuan dosa, melakukan adorasi atau meditasi di depan sakramen Mahakudus, menyadari kehadiran dan karya Roh Kudus dalam hidup melalui pencurahan Roh Kudus yang membawa berkat dan pembaharuan. Semua proses ini mengajak kita untuk dengan sadar dan rendah hati membiarkan diri dibimbing oleh Roh Kudus, dan mengijinkan Roh Kudus bekerja memulihkan dan menyembuhkan kita.
Para peserta retret yang membagikan pengalaman mereka selama retret ini bersaksi bahwa retret dan seluruh prosesnya telah membantu mereka menemukan diri mereka yang sejati. Ketika mengadakan meditasi doa Yesus, meditasi di depan sakramen Mahakudus dan terutama ketika menerima pencurahan Roh Kudus, mereka merasakan energi positif yang berasal dari Roh Tuhan mengalir dalam diri mereka. Mereka merasa seperti terlepas dan terbebas dari beban yang mereka pikul bertahun-tahun, mereka bahagia dan mereka bersyukur. Mereka berkata bahwa retret ini adalah saat pertama dalam hidup di mana mereka bisa merasakan damai dan sukacita yang besar dan luar biasa.
Akhirnya, terimakasih kepada P. Patrisius, CSE, Sr. Agata Maria, P.Karm, Sr. Lisa, P.Karm dan Sr. Rafaela, P.Karm dan team KTM Melbourne yang telah membawah rahmat Tuhan kepada kami dalam retret ini. Selamat melanjutkan karya membagikan sukacita kepada sesama. Allah Tritunggal Mahakudus akan menemani siang-siang dan malam-malam di kehidupanmu.
All the best for you! All the best for all of us! All the best for Jesus!!!