Wanita Samaria Si Misionaris Cinta - Homili Minggu III Prapaskah 19 Maret 2017

Author | Minggu, 19 Maret 2017 12:26 | Dibaca : : 4567
Yesus dan wanita Samaria di Sumur Yakub Yesus dan wanita Samaria di Sumur Yakub

Percakapan dalam Injil  yang kita baca atau dengar hari ini adalah percakapan terpanjang yang tercatat dalam Injil.

Untuk dapat masuk dalam percakapan antara Yesus dan perempuan Samaria yang begitu menakjubkan itu, saya mengajak Anda untuk mengetahui sedikit sejarah Israel.

Sumur Yakub yang berada luar kota Sikhar, di mana peristiwa ini terjadi, berada di kawasan Samaria, di pertengahan jalan antara Galilea di utara dan Yerusalem di selatan Israel. Sumur itu terletak sekitar 50 kilometer dari Yerusalem.

Pada tahun 722 Sebelum Masehi (SM), tentara Asyur menyerang kerajaan Utara Israel dan mendeportasi banyak orang dari Samaria. Mereka membawa orang kafir dari berbagai negara ke Samaria. Pada waktu itu, sebagian besar orang Yahudi yang menetap di sana, menikah dengan orang-orang dari negara-negara asing itu. Dengan melakukan hal ini, mereka kehilangan kemurnian ras mereka dan orang-orang Yahudi lain menganggap hal ini sebagai dosa, sehingga mereka memperlakukan orang Samaria sebagai orang buangan atau orang asing.

Pada tahun 596 SM kerajaan selatan diserang, Bait Allah hancur dan orang-orang Yahudi dideportasi ke Babylon. Ketika mereka diperbolehkan untuk kembali ke Yerusalem mereka mulai membangun kembali Bait Suci. Beberapa orang Yahudi Samaria yang setia menawarkan diri untuk membantu pembangunan kembali Bait Suci, namun bantuan mereka ditolak. Akibat penolakan ini, orang Samaria Yahudi mendirikan Kuil atau Bait Allah mereka sendiri di Gunung Gerizim,  menghadap ke Sikhar dan sumur Yakub.

Hampir empat ratus tahun kemudian, pada tahun 129 SM, kuil di Gunung Gerizim dihancurkan oleh tentara Yahudi sehingga hubungan antara orang-orang Yahudi jauh dari baik.

Ketika Yesus datang ke sumur itu pada tengah hari,  dia sangat lelah dan lapar. Siang hari  adalah waktu yang tidak biasa bagi seorang wanita untuk datang ke sumur. Biasanya mereka datang ketika hari masih dingin - di pagi atau sore hari. Bagi Yesus, kedatangan wanita itu sangat membantu, karena kedalaman sumur itu sekitar 30 meter dan ia tidak memiliki tali atau ember.

Begitu Yesus meminta minum, wanita itu sangat terkejut bahwa Ia, orang Yahudi, meminta minum dari seorang Samaria. Keterkejutan ini tidak hanya karena ia berasal dari kelompok buangan tetapi juga adalah tabu bagi seorang Yahudi untuk berbicara dengan seorang wanita di depan umum dan meminta berbagi air dengan Dia dari ember yang sama.

Ketika murid-murid-Nya kembali mereka terkejut melihat Yesus berbicara dengan seorang wanita. Mereka tidak mengharapkan Yesus melakukan hal seperti itu. Mungkin terkadang kita  sering terkejut melihat apa yang Yesus lakukan dalam hidup kita, namun Ia memanggil kita untuk mengikuti-Nya dan untuk meniru-Nya.

Sering, sebagai pengikut Kristus kita berpikir bahwa hal yang paling penting untuk kita lakukan adalah untuk setia kepada semua aturan dan untuk menjalani kehidupan iman kita dengan selamat dan pasti. Tetapi kita adalah pengikut Yesus, dan Ia tidak seperti itu, karena seperti cerita ini tunjukkan kepada kita dengan begitu jelas, Yesus menerobos hambatan prasangka, permusuhan dan tradisi untuk membawa kabar baik tentang perdamaian dan rekonsiliasi kepada orang-orang Yahudi, Samaria dan bukan Yahudi, termasuk kita. Dia menunjukkan universalitas Injil, baik dalam kata dan perbuatan. Tidak ada seorangpun yang boleh dihambat untuk menerima kasih Allah dan kabar baik tentang keselamatan. Hanya ada satu hal yang dapat menjauhkan kita dari Tuhan dan kasih penebusan-Nya yakni kesombongan dan pemberontakan yang disengaja.

Ketika dialog antara Yesus dan wanita Samaria itu berlangsung, wanita itu mengakui bahwa ia telah menikah lima kali dan bahwa dia hidup dengan seorang pria yang bukan suaminya!
Beberapa umat Katolik mungkin akan mengatakan  bahwa Yesus harus menghentikan percakapan itu. Tidak hanya karena ia seorang wanita dari kelompok buangan tetapi karena Ia sedang berbicara dengan seorang wanita yang diragukan secara moral dan reputasinya. Berapa banyak orang yang telah kita singkirkan hanya karena prasangka? Berapa banyak orang dalam Gereja yang diasingkan hanya karena curiga? Berapa banyak keluarga Katolik yang mengalami polemik dalam hidup berumah tangga, orang-orang muda yang telah hidup bersama dengan pasangannya sebelum menikah atau para imam, biarawan dan biarawati yang bermasalah dalam panggilan mereka, telah kita hukum, abaikan dan singkirkan hanya karena kita menganggap mereka kotor dan kita menganggap diri kita bersih?

Kita tidak tahu keadaan mereka sebenarnya, sama seperti kita tidak tahu keadaan sebenarnya dari wanita Samaria itu. Mungkin beberapa  atau semua suaminya telah meninggal. Mungkin wanita itu telah dipaksa untuk menikah dengan saudara dari almarhum suaminya. Atau mungkin dia hidup dengan pria ini karena kondisi ekonomi atau keuangan. Apa yang kita tahu adalah bahwa Yesus tidak tertarik dengan hal-hal ini. Yesus tidak tertarik untuk melihat wanita itu sebagai orang berdosa dan tidak mengatakan pada wanita itu untuk 'pergi dan jangan berbuat dosa lagi', seperti yang Ia lakukan kepada seorang wanita yang tertangkap basah karena berzinah.

Wanita Samaria itu adalah seorang pencari iman. Kepada wanita inilah untuk pertama kali Yesus mengungkapkan bahwa Ia adalah Mesias! Wanita itu terbuka hatinya ketika berbicara dengan Yesus. Meskipun ia tidak sepenuhnya memahami apa yang dimaksud dengan air hidup yang Yesus tawarkan, wanita itu dapat melihat dan menemukan apa yang dia cari dalam diri Yesus.

Ketika wanita itu bertanya di mana tempat yang tepat untuk beribadah, apakah Yerusalem atau Gunung Gerizim, Yesus mengatakan bahwa waktunya akan datang ketika tempat ibadah itu tidak lagi penting dan kedua tempat ini tidak akan menjadi salah satu dari tempat ibadah. Sebab ibadah sejati adalah semangat, jiwa dan hati.

Apa yang kita pikirkan sebagai orang Katolik ketika mendengar kata-kata Yesus hari ini? Apa yang kita pikirkan ketika kata-kata itu kita kaitkan dengan masalah yang sedang kita hadapi saat ini, seperti antara lain, anak-anak kita tidak datang menghadiri Misa pada hari Minggu, atau umat di berbagai belahan dunia yang tidak memiliki imam untuk merayakan Misa pada hari Minggu? Apakah kita tahu apa yang penting?

Bagian yang paling menakjubkan dari cerita ini adalah bahwa perempuan itu meninggalkan embernya di sumur dan pergi ke kota dan memanggil orang-orang di sana untuk datang dan mendengarkan Yesus. Orang-orang itu datang dan meminta Yesus untuk tinggal bersama mereka, dan Yesus lakukan itu, selama dua hari.

Jadi, wanita ini yang dipandang asing karena dia adalah seorang wanita, bertambah asing karena dia adalah seorang Samaria, lebih asing lagi karena dia memiliki lima suami dan tinggal dengan pria lain, menjadi misionaris cinta yang memperkenalkan Yesus kepada semua warga kota Samaria dan membawa warga kota kepada Yesus.

Bayangkan jika kesempatan ini hilang?

Wanita ini tidak hanya menginspirasi kita, tetapi membuka hati dan pikiran kita untuk mengakui bahwa padangan Yesus menembus unsur-unsur eksternal untuk masuk ke dalam hati dan kita memiliki kesempatan untuk melakukannya dengan semua orang yang kita temui minggu ini dan di sepanjang hidup kita.

 

Salam passion!!

P.Avensius Rosis,CP

Ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Pasionis pada 18 Agustus 2009 di Gereja Katedral Jakarta. Februari 2016 - Juli 2017 berada di Melbourne, Australia. Sekarang bertugas mendampingi para Novis Pasionis di Biara Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita, Batu, Malang. | Profil Selengkapnya

www.gemapasionis.org | Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Leave a comment