Yesus membuka pengajaran-Nya hari ini dengan mengutip catatan hukum tertua di dunia, hukum yang muncul dalam masyarakat Babel 5.000 tahun yang lalu yakni hukum ‘lex talionis ' – ‘mata untuk mata'. Hukum ini kemudian menjadi hukum yang berlaku di Israel: ‘Jika engkau melakukan kejahatan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, bakar ganti bakar, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak’ (Keluaran 21: 23-25).
Namun, segera setelah itu Yesus mengajarkan sesuatu yang sangat luar biasa dan belum terjadi sebelumnya. Dia melakukan reformasi hukum dan memberi standar baru tidak hanya didasarkan pada persyaratan keadilan tetapi berdasarkan hukum kasih karunia dan cinta. Dia mengubah hukum balas dendam dengan rahmat, kesabaran dan cinta kasih. Yesus juga memberikan penjelasan bahwa tidak ada ruang untuk pembalasan, tidak ada tempat untuk balas dendam. Kita tidak hanya harus menghindari membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi juga harus mencari kebaikan dari orang-orang yang telah menyakiti kita.
Yesus, dengan pengajaran-Nya ini ingin membangkitkan kesadaran orang-orang Yahudi akan catatan Perjanjian Lama tentang kasih, kesabaran dan kemurahan hati yang cenderung mereka abaikan. Perjanjian Lama mencatat banyak hal tentang perintah supaya kita murah hat i: ‘Janganlah engkau menuntut balas dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN’ (Imamat 19: 18). ‘Jika seterumu lapar, berilah dia roti untuk dimakan; dan jika ia haus, berilah dia minum air’ (Amsal 25:21). ‘Janganlah berkata: "Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya." (Amsal 24:29). ‘Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan’ (Ratapan 3:30).
Yesus memanggil kita untuk memperlakukan orang lain, bukan karena mereka layak melainkan karena panggilan kita adalah untuk menghadirkan cinta kasih dan belas kasihan. Yesus membuktikan kepada kita cinta kasih tanpa batas ketika Ia dipaku dan menderita di kayu salib dan berdoa bagi mereka yang menyalibkan Dia, ‘Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.’ Dari salib-Nya Yesus mengajarkan kita bahwa doa adalah balasan setimpal yang dapat kita berikan kepada orang yang telah menyakiti kita.
Dengan Salib-Nya Ia membebaskan kita dari tirani kedengkian, kebencian, dendam dan memberi kita keberanian untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Cinta kasih memiliki kekuatan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan kita dan sesama dari kehancuran. Tuhan Yesus menderita penghinaan, pelecehan, ketidakadilan dan mati di kayu salib demi kita. Karena itu, kita pada gilirannya dipanggil untuk bermurah hati terhadap sesama kita, bahkan kepada mereka yang menyebabkan kita sedih, sakit dan terluka.
Selanjutnya, Yesus hari ini mengajak kita untuk berjuang menjadi sempurna seperti Bapa di surga adalah sempurna (Matius 5:48). Apakah ajakan Yesus ini terlalu berlebihan untuk kita? Tentu tidak. Yesus melihat bahwa menjadi sempurna adalah mungkin bagi kita. Kitab Kejadian 17: 1 mengungkapkan di mana Allah memerintahkan Abraham untuk "menjadi sempurna atau tak bercacat" di hadapan-Nya. Makna asli dari "sempurna" dalam bahasa Ibrani dan Aram yang Yesus katakan adalah "lengkap" atau "utuh", "tidak kurang dalam apa pun yang penting." Kitab Imamat berbicara tentang menjadi sempurna seperti yang Yesus katakan "menjadi sempurna seperti Bapa di sorga adalah sempurna". Imamat 11: 44 , 45; 19: 2 menyampaikan perintah yang diberikan Allah kepada Musa dan orang-orang Israel untuk "menjadi kudus, sebab Aku adalah kudus" (Imamat 11:44 , 45; 19: 2).
Dengan mengajak kita untuk menjadi sempurna seperti Bapa, Yesus ingin mengingatkan kita akan awal penciptaan kita sebagai manusia, seperti tercatat dalam Kitab Kejadian bahwa Allah menciptakan kita masing-masing menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1: 26,27). Inilah alasan mengapa Yesus memanggil kita untuk tumbuh dewasa dan menjadi utuh sehingga kita dapat benar-benar menjadi seperti Dia, mencintai sesama dengan cara Dia mencintai dan memilih untuk melakukan apa yang baik dan menolak apa yang jahat (Efesus 4: 13-16).
Yesus tidak menawarkan kita undang-undang atau hukum baru. Yang Ia tawarkan adalah sikap dasar yang memungkinkan kita untuk hidup dalam persekutuan dan damai. Ia membuka wawasan kita bahwa rasa kekeluargaan tidak memiliki batas, 'Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri'. Sesama manusia di sini berarti termasuk orang-orang Samaria, orang-orang dari berbagai suku dan bangsa. Yesus mengingatkan kita bahwa kekerasan selalu melahirkan kekerasan. Ia berkata "orang-orang yang hidup dengan pedang akan mati oleh pedang". 'Mata ganti mata' tidak akan membawa perdamaian dan harmoni. Kita perlu menyadari bahwa perang dan perdamaian dapat dimulai dengan kita, di dalam keluarga kita, di dalam lingkungan kita, di tempat kita bekerja. Jika di rumah kita, di tengah keluarga, di tempat kerja dan lingkungan sosial kita tidak ada pengampunan, maka kita jangan terkejut menyaksikan peperangan dan kekerasan di tingkat yang lebih luas, di tingkat internasional. Karena itu, Yesus dalam Injil hari ini mengajak kita untuk memulai usaha bagi perdamaian dunia dengan menghargai dan menghormati perbedaan mulai dari rumah kita, dari keluarga kita.
Yesus tentu mengerti kelemahan kita sebagai manusia yang sedang berproses dan berjuang di dunia ini. Karena itu, Ia menyertakan janji yang meyakinkan kita bahwa cinta, rahmat dan pertolongan-Nya akan selalu menyertai kita. Hujan berkat-Nya akan turun untuk kita semua dan matahari rahmat-Nya akan terus bersinar bagi kita. Ia akan memberi kita kekuatan dan rahmat sehingga kita tidak kekurangan apa-apa (2 Petrus 1: 3). Rahmat, kasih dan kebaikan-Nya akan selalu mengiringi langkah kita dan menemani siang-siang dan malam-malam di kehidupan kita.
Selamat berjuang dan salam passion!!!