Lanjutan dari : Memikul Salib dan Menuai Berkat
Para guru spiritual, seperti antara lain Henri Nouwen dalam bukunya Walk with Jesus memberi kita pemahaman bahwa "tugas yang paling sulit adalah membawa salib kita sendiri, salib kesepian dan isolasi, salib penolakan yang kita alami, salib depresi dan penderitaan batin kita.” Kemudian ia menegaskan bahwa selama kita tidak dapat menerima dan membawa rasa sakit yang menjadi milik kita, kita mungkin menjadi seorang aktivis bahkan pembela kemanusiaan, tetapi kita belum menjadi pengikut Yesus.
Ketika saya merenungkan refleksi Nouwen, saya mengingat tulisan-tulisan suci Santo Paulus dari Salib, Pendiri Kongregasi Pasionis yang menyatakan bahwa manusia, kita, orang-orang jaman ini dengan berbagai cara berusaha merancang untuk tidak memikul salib setiap hari, seperti antara lain salib kesepian, salib kehampaan, salib ketidaksempurnaan, salib iri hati, salib frustrasi, salib kelelahan, salib kekecewaan, salib rendahnya kepercayaan diri, salib kegagalan, salib pengkhianatan.
Kebanyakan cara yang kita pakai untuk menghindari salib-salib itu adalah dengan menarik orang lain masuk bersama kita. Kita merasa dibenarkan untuk bersikap tidak sabar dan tidak menyenangkan. Kita melemparkan suasana hati kita yang marah kepada orang lain dengan kekasaran kita. Kita mencoba meningkatkan citra diri kita sendiri dengan mengkritik atau berkomentar yang tidak benar tentang orang lain. Kita memproyeksikan kecemburuan kita dengan merengek, mencoba membuat orang lain merasa bersalah atas keberuntungan mereka. Kita berusaha untuk mendapatkan simpati atau bahkan mungkin mencoba membuat orang lain berkorban untuk menyelamatkan kita. Kadang ketika mengalami sakit batin atau kecemasan internal, kita mencoba untuk tidak menerimanya dan menghindari salib kita dengan meletakkannya pada pundak orang lain.
Namun, Yesus menerima salib-Nya dengan keberanian dan dengan tekun memikulnya ke Kalvari. Bercermin pada Yesus, kita diundang untuk menjemput dan membawa salib rasa sakit batin kita dan membawanya tanpa membebani atau menyakiti orang lain. Yesus menerima rasa sakit dan penderitaan-Nya tanpa mengeluh. Dia mengalami rasa sakit fisik, tetapi juga rasa sakit batin karena penghinaan, penolakan, tuduhan palsu, kesepian dan ditinggalkan dan Ia membalas semua itu dengan cinta dan pengampunan.
Santo Paulus dari Salib meneguhkan kita untuk di tengah semua rasa sakit, kegersangan dan kegelapan hidup, marilah mendekatkan diri kepada Sang Tersalib dan mendekapnya erat-erat dengan rasa cinta mendalam. Ia berkata: "Ketika hidupmu terasa gersang, bangkitkan semangatmu dengan lembut, dengan kasih dan kemudian beristirahatlah dalam kehendak Allah. Biarkan jiwamu menunjukkan kesetiaanmu kepada Tuhan. Buatlah sebuah karangan penderitaan Yesus dan tempatkan itu pada pangkuan jiwamu. Engkau dapat setiap waktu membawa karangan itu ke dalam pikiranmu dan berkata manis kepada Juruselamatmu : "Oh Yesus yang baik, begitu banyak tetesan darah dari luka-luka-Mu! Oh kekasihku! Mengapa aku melihat Engkau dipenuhi luka? Untuk apa Engkau menerima luka itu? Oh, mengapa tulang-Mu dibiarkan terbuka? Ah, penderitaan, aku ingin membawamu selalu di hatiku."
Marilah kita di saat-saat kita mengalami semua rasa sakit di lahir dan batin kita, merenungkan setiap rasa sakit yang dialami Yesus dan menyadari bahwa ketika Ia memerintahkan kita untuk "memikul salibmu dan mengikuti Aku," Ia sesungguhnya meminta kita untuk menjadi seperti Dia, untuk bersikap baik, penuh kasih dan memaafkan setiap hari, di hari gelap dan cerah kita.
Salam Passion!