Dalam Injil hari ini kita bertemu dengan banyak orang yang mengawali perjalanan sebagai pecundang (pengangguran, yang terakhir) tetapi berakhir sebagai pemenang. Mereka adalah orang-orang yang timpang secara fisik, timpang emosional, timpang spiritual, dan yang lumpuh secara ekonomi. Mereka adalah anak-anak yang hilang, orang-orang terbuang, orang-orang yang terlantar dan orang-orang yang diabaikan atau dihindari. Pecundang akhirnya menjadi pemenang karena Yesus membuat pilihan yang jelas untuk mereka. Ia mau mengajarkan bahwa jalan Tuhan bukanlah jalan kita, bahwa Tuhan tidak bekerja dengan perhitungan matematika tetapi dari kepenuhan hati-Nya yang mengasihi.
Yesus menggambarkan hal ini dalam perumpamaan tentang seorang pemilik tanah dan para pekerja. Kemurahan hati majikan kepada orang-orang yang terlambat dengan membayar upah mereka sehari penuh, jumlah yang sama dengan yang dia bayar untuk pekerja pertama, membuat kelompok pertama itu marah dan frustrasi. Mereka mengeluh dan bersungut-sungut kepada pemilik tanah itu. Pemilik tanah membela dirinya dengan tiga pertanyaan kepada para pekerja itu : - 1). “Bukankah kita telah sepakat satu dinar?' 2). “Tidakkah saya berhak mempergunakan milikku (uang) menurut kehendak hatiku?' dan 3). “Iri hatikah kamu karena aku murah hati?'
Pemilik tanah itu, tentu saja, adalah Tuhan - Allah kita yang murah hati, penuh kasih, dan penuh belas kasihan, yang memberi kita jauh lebih banyak daripada yang bisa kita dapatkan, layak atau harapkan. Kisah yang diceritakan Yesus mengilustrasikan perbedaan antara kemurahan hati Allah dan rasa keadilan kita yang begitu keras.
Setiap tahun, pada permulaan masa Adven, gereja kita menarik perhatian kita pada empat hal terakhir - kematian; penghakiman, surga dan neraka. Berbicara tentang penghakiman pada akhir hidup kita atau pada akhir zaman, kadang-kadang membuat kita merasa takut dan gentar. Kita dapat bertanya kepada diri sendiri: 'Apa yang akan Tuhan katakan kepada saya?' 'Apa yang akan Tuhan lakukan terhadap saya?' 'Apa yang akan terjadi dengan saya?'
Ketika pikiran seperti itu mulai mengganggu kita, marilah kita mengarahkan pikiran kita kepada Yesus Kristus, Juruselamat kita. Kita ingat bagaimana Ia dikenal sebagai 'teman orang berdosa' seperti yang dikatakan tentang Dia“Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama mereka” ( Lukas 15:2 ). Kita ingat doa dari pemungut cukai yang bertobat di dalam pintu Bait Suci : 'Ya Tuhan, kasihanilah aku, orang berdosa ini’ (Lukas 18:13). Kita juga ingat kata-kata Santo Paulus kepada jemaat di Roma (4:25) : "Dia telah mati untuk dosa-dosa kita dan bangkit untuk pembenaran kita.” Dengan memikirkan semua yang telah dilakukan oleh Yesus, Juruselamat kita yang mengasihi dan mengampuni kita, kita akan dikuatkan untuk tetap menaruh kepercayaan kita pada-Nya, dan terus berkata kepada-Nya seperti Santo Petrus ketika ia mulai tenggelam di danau karena hempasan gelombang : 'Tuhan, selamatkanlah aku!' (Matius 14:30).
Marilah kita bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan yang tidak pernah berhenti mencintai kita. Marilah kita bersyukur atas cinta Tuhan yang tak pernah berakhir dan tak pernah berkurang sedikitpun kepada kita.
Salam Passion.