“Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang” (Amsal 17:22).
Perkataan Amsal ini diteguhkan oleh Dokter Richard Oei (seorang penatua KKI Melbourne) dalam sharing pada tanggal 28 Januari 2017 setelah misa bersama salah satu kelompok KKI Melbourne di rumah sebuah keluarga Katolik Indonesia di Melbourne, Australia. Beliau mengatakan bahwa secara medis dan empiris bahwa hati yang gembira yang dinyatakan dalam ucapan syukur atau terima kasih adalah obat yang manjur untuk memberikan kesehatan bagi jiwa dan tubuh manusia (bahkan bisa membuat seseorang jadi awet muda).
Ucapan Syukur atau Terima Kasih kepada Tuhan dan sesama memiliki kekuatan untuk mengubah kesehatan, kebahagiaan, kinerja yang baik dan kesuksesan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang selalu bersyukur lebih bahagia dan lebih mungkin untuk mempertahankan persahabatan yang baik.
Sebuah ucapan syukur, menurut penelitian oleh HeartMath Institut, USA, juga meningkatkan fungsi kerja jantung, yang membantu kita untuk mengurangi stres, berpikir lebih jernih ketika berada dalam tekanan, menghilangkan kuatir yang berlebihan, menciptakan tidur alami yang nyenyak dan menyembuhkan penyakit fisik. Tentu secara psikoligis tidak mudah bagi kita untuk mengalami stres dan bersyukur pada saat yang sama. Namun, ketika kita bersyukur kita membanjiri tubuh kita dan otak dengan emosi dan endorfin (endorfin adalah obat penghilang rasa sakit alami tubuh) yang mengangkat dan membebaskan kita dari hormon stres yang menguras ketahanan tubuh dan pikiran kita.
Syukur, terima kasih atau penghargaan juga penting untuk untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Bahkan, alasan pertama mengapa banyak orang meninggalkan pekerjaan mereka adalah karena mereka merasa tidak dihargai. Sebuah ucapan terima kasih dan pernyataan apresiasi dapat menciptakan perbedaan besar dalam diri seseorang.
Saya pernah membaca sebuah buku yang berjudul “Attitudes of Gratitude” yang ditulis oleh M.J. Ryan tentang pentingnya rasa syukur dan bagaimana kita dapat memberi dan menerima sukacita setiap hari dalam hidup kita. Salah satu cerita dalam buku itu mengisahkan tentang seorang wanita berusia 77 tahun bernama Josephine yang ketika berumur 59 tahun didiagnosis dengan tumor otak ganas dan dijadwalkan untuk menjalani operasi beberapa hari kemudian. Sambil menunggu operasi, ia duduk di ayunan dan menyampaikan terimakasih kepada Tuhan untuk semua hal indah dalam hidupnya. Dia menulis surat ucapan terima kasih kepada setiap anggota keluarganya, meminta mereka untuk berada bersamanya dan pergi bersama ke rumah sakit. Ia terlihat begitu ceriah dan segar seperti tidak sedang mengalami beban akibat tumor yang sebentar lagi akan merenggut nyawanya. Malam sebelum operasi, ia tiba-tiba melihat sesuatu yang tampak seperti seorang wanita cantik dengan rambut panjang terurai, tersenyum padanya dan memancarkan cahaya. Wanita cantik itu berkata bahwa dia adalah seorang malaikat yang dikirim Tuhan karena merasakan kuatnya getaran cinta Josephine dan dia datang untuk meyakinkan Josephine bahwa semuanya akan baik-baik saja. Malaikat itu selanjutnya berkata : "Ingatlah selalu bahwa hati yang gembira, kekuatan cinta, rasa syukur dan apresiasimulah yang membawa kesembuhan bagimu." Keesokan harinya ketika diperiksa oleh dokter sebelum menjalani operasi, tumor itu hilang total dan Josephine kembali ke rumah tanpa operasi.
Tidak semua kesembuhan terjadi secara ajaib seperti dialami Josephine, tetapi penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Pennsylvania University di Philadelphia, United States yang dituangkan dalam buku “The Purpose of Happines” telah menunjukkan secara psikologis bahwa emosi positif, seperti rasa syukur dan cinta, memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan jiwa dan tubuh manusia. Kekuatan rasa syukur dan cinta memperkuat dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, yang memungkinkan tubuh untuk lebih cepat mengalami pemulihan dari penyakit atau menolak penyakit melalui pelepasan endorfin ke dalam aliran darah. Kekuatan rasa syukur dan cinta juga merangsang pelebaran pembuluh darah, yang berdampak positif pada relaksasi jantung.
Sebaliknya, emosi negatif seperti kecemasan, kemarahan dan keputusasaan mengurangi jumlah dan memperlambat pergerakan sel darah putih dalam melawan penyakit di dalam aliran darah kita, dan memberikan kontribusi pada perkembangan stroke dan penyakit jantung dengan membawa tingkat adrenalin yang tinggi ke dalam aliran darah. Adrenalin menyempitkan pembuluh darah, terutama ke jantung, meningkatkan tekanan darah dan berpotensi merusak arteri dan jantung itu sendiri.
Semakin kita mengalami rasa syukur dan mengekspresikan rasa itu dalam kehidupan sehari-hari, semakin banyak endorfin yang bekerja dan mengurangi adrenalin yang masuk ke dalam sistem kita, sehingga memberikan kontribusi untuk hidup lebih lama dan sehat. Mungkin rasa syukur, cinta dan apresiasi tidak dapat menjamin kita dapat mengalami kesembuhan seperti yang terjadi pada Josephine, tetapi kita dapat yakin bahwa itu akan membuat kita merasa lebih baik!
Akhirnya, bersama Rasul Paulus, marilah kita “senantiasa bersukacita, tekun berdoa dan bersyukur dalam segala hal” (1 Tesalonika 5:16-18) serta dengan sukacita “menanggung segala perkara di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepada kita” (Filipi 4:13), “sebab sukacita karena Tuhan adalah perlindungan kita” (Nehemia 8:11).