Minggu Advent III : Minggu Sukacita

Author | Minggu, 18 Desember 2016 11:34 | Dibaca : : 5505
Minggu Advent III : Minggu Sukacita GodIsReal.today

(Bacaan I: Yes 35:1-6a.10, Bacaan II: Yak 15: 7-10, Bacaan Injil: Mat 11:2-11)
*Renungan ini dibawakan dalam Misa Bahasa Inggris di Gereja Paroki  St. Gregory Melbourne, Australia. Saya lampirkan juga versi bahasa inggrisnya dari renungan ini).

Hari ini adalah Minggu sukacita. Lilin pada karangan Advent berwarna pink, untuk mengekspresikan kegembiraan kita karena kehadiran Yesus yang semakin dekat. Beberapa orang selalu terlihat bahagia. Bahkan ketika mereka mengalami sakit atau kesulitan, mereka tetap tersenyum dan berpikir positif. Beberapa orang selalu terlihat tidak bahagia, mereka mengeluh dan hanya melihat sisi negatif dari situasi apa pun. Ada seorang imam muda yang selalu berkhotbah tentang 'malapetaka dan kesusahan. Pastor paroki yang usianya lebih tua memintanya untuk berkhotbah pada hari Minggu berikutnya tentang St. Joseph. Dia berkata kepada imam muda itu, "Ingat, St Joseph adalah orang yang selalu ceria". Ketika hari Minggu tiba, imam muda itu berkotbah tentang St Joseph. Dia mengingatkan umat bahwa Joseph adalah tukang kayu. Banyak orang di jaman sekarang meninggal karena sakit dan penyakit, sehingga St Joseph akan membuat banyak peti mati!

Mengapa beberapa orang selalu bersukacita bahkan ketika hal buruk terjadi pada mereka, tetapi beberapa orang sepertinya tidak pernah bahagia? Orang-orang negatif, bahkan ketika hal-hal yang baik terjadi pada mereka, mengatakan, "Ah ya, tapi waktu yang baik tidak akan bertahan!"

"Apa perbedaan antara kebahagiaan dan sukacita"? Kebahagiaan adalah perasaan yang baik tetapi kita biasanya berpikir tentang hal itu sebagai sesuatu yang sementara. Sukacita adalah keadaan batin, tidak disebabkan oleh peristiwa atau tindakan dari luar. Sukacita berasal dari dalam dan merupakan sesuatu yang suci dan tetap sebagai bagian dari semangat hidup kita.

Ketika saya masih sebagai frater Pasionis di Malang, Indonesia, untuk mendapatkan pengalaman pastoral, saya diminta untuk menghabiskan dua minggu tinggal di tempat pembuangan sampah. Saya tinggal dengan keluarga Muslim yang sangat miskin, dan seperti mereka dan banyak keluarga lain, saya makan makanan yang datang dari truk sampah setiap hari. Kami mencari potongan-potongan logam atau plastik pada siang hari; apa pun dari tempat sampah yang bisa dijual. Meskipun saya berasal dari daerah terpencil di Pulau Flores di mana sebagian orang hidup dalam kemiskinan, saya belum pernah bertemu orang yang begitu miskin seperti mereka yang tinggal di tempat pembuangan sampah. Namun, saya juga tidak pernah bertemu orang-orang yang begitu menyenangkan seperti mereka. Mereka tidak memiliki harta benda tetapi mereka memiliki hati yang bersyukur dan sangat murah hati. Mereka selalu bahagia dan benar-benar menikmati hidup.

Sebagai gambaran untuk mengerti kebahagiaan dan sukacita itu, kemungkin wisatawan adalah orang yang bahagia dan peziarah adalah orang yang mengalami sukacita. Hal ini terjadi karena wisatawan sering puas dengan sesuatu atau tempat yang mereka lihat, sedangkan peziarah menemukan makna rohani dari tempat yang mereka kunjungi. Wisatawan fokus pada pengalaman pribadi mereka sedangkan peziarah melibatkan diri untuk menemukan makna dari pengalaman itu. Sukacita dapat merangkul rasa sakit, kekecewaan dan kesedihan tanpa kehilangan harapan dan hati yang gembira. Sukacita mencintai hidup dalam bentuk apapun.

Kita bisa melihat sesuatu dari warta sukacita dalam penekanan yang berbeda dari Yohanes Pembaptis dan Yesus. Yohanes adalah manusia Allah. Dia adalah seorang pengkhotbah  dahsyat yang memanggil banyak orang untuk bertobat. Yohanes tidak kompromi. Dia memproklamasikan murka Allah. Dia mengatakan bahwa orang-orang berdosa akan dipisahkan dari orang benar dan dihancurkan (dibakar) dengan api.

Yesus mengakui pelayanan Yohanes dan meminta Yohanes untuk membaptis dia. Tetapi  setelah Yohanes ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara, Yesus mengambil penekanan yang berbeda dalam pewartaan-Nya. Dia memanggil banyak orang untuk bertobat, tetapi tidak dengan pesan yang menakutkan. Sementara Yohanes berbicara tentang penghakiman dan hukuman, Yesus berbicara tentang sukacita, rahmat, pengampunan dan penyembuhan. Sementara Yohanes hidup di padang gurun dan menghindari kontak setiap hari dengan orang lain, Yesus mulai berbagi makanan, tidak hanya dengan teman-teman tetapi juga dengan orang-orang berdosa, termasuk pemungut cukai dan pelacur. Pesan Yesus dipenuhi dengan kehangatan, kasih dan sukacita dari Tuhan.

Di penjara, Yohanes menjadi khawatir ketika ia mendengar cerita tentang Yesus. Dia bertanya-tanya bagaimana Yesus bisa menjadi Mesias yang dijanjikan dengan cara seperti itu. Seperti kita ketahui, Yesus mengirim utusan kepada Yohanes di penjara dan mengundang dia untuk tidak melihat seperti turis, tapi peziarah. Melihat pada apa yang terjadi : "Orang buta melihat lagi, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi sembuh, orang tuli bisa mendengar lagi, orang mati dibangkitkan dan Kabar Baik tentang kasih Allah disampaikan kepada orang miskin.'

Inilah sebuah pengalaman sukacita sejati. Inilah pesan sukacita sejati. Pria dan wanita mengalami kesembuhan karena  kasih dan kebaikan Tuhan. Ini adalah pesan dari Mesias. Ini adalah ajakan bagi kita untuk bersukacita di hari ini. Kita dipanggil untuk bersukacita dalam kemurahan Allah. Kita memiliki banyak alasan untuk memiliki hati seorang peziarah karena kita menemukan dalam peziarahan hidup kita pesan Yesus yang membebaskan.

Kita dipanggil untuk dengan dengan semangat Yesus menjadi wanita dan pria yang selalu bersukacita. Biarkan hidup kita mengekspresikan kegembiraan ini karena kita mengakui bahwa Dia bersama dan di dalam kita. Marilah kita menyatakan sukacita di hadapan Tuhan dalam hidup kita pada masa Advent ini.

 

***

 

Today is rejoicing Sunday. The candle on the Advent wreath is pink, to express the joy we feel at the nearness of Jesus’ presence.

Some people seem to be happy by nature. Even when they go through sickness or hardship, they smile and remain positive. Some other people always seem to be unhappy. They complain and only see the negative side of any situation.

There was a young priest who always preached sermons about ‘doom and gloom’. His parish priest asked him to preach on the next Sunday about St. Joseph and he said to the young priest, “Remember, St Joseph was a cheerful man”. When the Sunday came, the priest spoke about St Joseph. He reminded people that Joseph had been a carpenter. He said many people in those times died from sickness and disease, so St Joseph would have had to make a lot of coffins!

Why is it that some people are joyful even when bad things happen to them, but some other people seem never to be happy? The negative people, even when good things happen to them, say, “Ah yes, but the good times won’t last!”

“What is the difference between happiness and joy”?

Happiness is a good feeling but we usually think of it as something temporary. Joy is an inner feeling, not necessarily caused by external events or actions. Joy comes from within. It seems sacred and it remains as part of our spirit.

When I was a Passionist student in Indonesia, to gain pastoral experience I was asked to spend two weeks living on a rubbish dump. I stayed with a very poor Muslim family, and like them and many other families, I ate the food that came from the rubbish trucks every day. We looked for scraps of metal or plastic during the day; anything from the rubbish that could be sold. Although I come from a bush area in Flores Island where most people live in poverty,  I had never met people who were so poor like those living on the rubbish dump.  However, I had also never met people who were so joyful like them. They had no material possessions but they had grateful and generous hearts. They were always happy and really enjoyed their lives.

It has been suggested that ‘maybe tourists are happy and pilgrims are joyful’! This is because tourists are often satisfied with a superficial appreciation of something they see, whereas pilgrims appreciate the spiritual significance of a place they visit. Tourists are concerned with their personal experience whereas pilgrims allow themselves to appreciate the experience. Joy can embrace pain, disappointment and sorrow without losing hope and contentment. Joy delights in being alive.

We can see something of the message of joy in the different emphases reactions of John the Baptist and Jesus. John was a man of God. He was a fierce preacher who called people to repentance. John did not compromise. He announced the wrath of God. He said that sinners were going to be separated from the just, and destroyed with fire.

Jesus believed in John’s ministry and asked John to baptize him. But after John was arrested and put in prison, Jesus took up a different emphasis in his message. He called people to repentance, but not with a message of fear. While John spoke of judgment and punishment, Jesus spoke of joy, mercy, forgiveness and healing. While John had lived in the desert and avoided daily contact with people, Jesus began sharing meals not only with friends, but also with sinners, including tax-collectors and prostitutes. Jesus’ message was filled with warmth and with the compassion and joy of God.

In his prison, John became concerned when he heard stories about Jesus. He wondered how Jesus could be the promised Messiah. As we know, Jesus simply sent messengers to John in prison inviting him not to look like a tourist, but a pilgrim. Look at the heart of what is happening: ‘The blind see again, and the crippled can walk, lepers are being cured, the deaf can hear again, the dead are raised to life, and the Good News of God’s love is being shared with the poor.’

Here was an experience of true joy. Men and women were experiencing the healing God offers. This was the message of a true Messiah. This is the message we rejoice in today. We are being called to rejoice in the generosity of God. We have every reason to have the hearts of pilgrims because we have encountered the liberating message of Jesus.

Filled with Jesus’ spirit, we are called to be women and men of joy. Let our lives express this rejoicing as we acknowledge he is with and in us. Let us rejoice in the presence of the Lord in our lives at this Advent time.

 

 

P.Avensius Rosis,CP

Ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Pasionis pada 18 Agustus 2009 di Gereja Katedral Jakarta. Februari 2016 - Juli 2017 berada di Melbourne, Australia. Sekarang bertugas mendampingi para Novis Pasionis di Biara Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita, Batu, Malang. | Profil Selengkapnya

www.gemapasionis.org | Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Leave a comment